1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Politik Imigrasi UE Tahun 2023 Tetap Sulit

28 Desember 2022

Pencarian politik suaka yang bersifat solider masih akan berlanjut tahun depan. Dua kubu tetap tidak bisa berdamai. Yaitu yang dukung penerimaan lebih banyak pengungsi dan yang ingin mencegah kedatangan mereka.

https://p.dw.com/p/4LT8O
Foto ilustrasi imigran di Eropa
Foto ilustrasi imigran di EropaFoto: Christopher Furlong/Getty Images

Serangan Rusia terhadap Ukraina telah menyulut gelombang besar pengungsi ke negara-negara Barat. Hingga awal Desember, Badan Urusan Pengungsi PBB UNHCR mencatat ada sekitar 4,8 juta orang di bagian timur Uni Eropa (UE), Polandia, Jerman, kawasan Baltik, Rumania dan Slovakia yang mencari perlindungan. Tahun depan, jumlahnya bisa bertambah tergantung berjalannya perang.

"Di sini terjadi krisis pengungsi terbesar sejak Perang Dunia II", demikian dikatakan Komisaris Uni Eropa untuk urusan dalam negeri, Ylva Johansson, pertengahan Desember lalu di Brussel. "Kita akan terus mendukung mereka. Kita akan menanggulangi krisis ini bersama-sama."

Namun demikian beberapa negara anggota UE sudah menyatakan terlalu terbebani masalah ini. Di Jerman kekhawatiran juga sudah muncul karena kesulitan mencari tempat bagi pengungsi. Dan di tahun 2023 ada kemungkinan UE akan mengalami kesulitan untuk menjaga persatuan di antara negara-negara anggota, karena sampai sekarang, pengungsi perang tidak dibagi merata di seluruh Eropa berdasarkan sistem tertentu, melainkan bisa bergerak leluasa dengan status dilindungi di UE, tanpa melalui proses permintaan suaka.

Komisaris UE untuk urusan dalam negeri, Ylva Johansson (kiri)
Komisaris UE untuk urusan dalam negeri, Ylva Johansson (kiri)Foto: Thierry Monasse/AP/picture alliance

Masalah di selatan belum ada solusinya

Perhatian yang dicurahkan bagi warga Ukraina yang datang ke wilayah UE menyebabkan pandangan atas gelombang imigrasi yang terjadi di bagian tenggara UE kurang terfokus. Tahun 2022 jumlah pencari suaka dari Suriah, Afghanistan, Pakistan atau Mesir, juga jumlah pelanggaran perbatasan naik tajam. Badan perlindungan perbatasan Eropa Frontex mencatat bahwa hingga Oktober, ada sekitar 280.000 imigrasi yang lain dari biasanya. Itu artinya jumlahnya 77% lebih banyak daripada di tahun 2021, jumlah tertinggi sejak krisis pengungsi tahun 2015 dan 2016, sementara jumlah gelapnya tidak ada yang tahu.

Bukan itu saja. Frontex memperhitungkan dengan sistem analisa risikonya, bahwa tahun di tahun-tahun depan, sampai 2032, tekanan migrasi akan semakin tinggi. "Krisis imigrasi dan pengungsi aktual di perbatasan selatan dan timur UE menunjukkan, bahwa UE kemungkinan besar akan lebih banyak lagi terbebani masalah ini. Geopolitik rumit dan saling mempengaruhi, keadaan keamanan yang tak menentu, serta tren di dunia yang semakin kejam dan multipolar akan menyulut revolusi, yang akan mengubah negara asal pengungsi dan banyak kawasan dunia", begitu dinyatakan dalam laporan Frontex. Karena gelombang migrasi akan sangat mengancam batas luar UE, Frontex menganjurkan penjagaan menyeluruh, untuk memperkuat perlindungan perbatasan. 

"Benteng Eropa" tanpa peraturan yang berfungsi

Menteri dalam negeri negara anggota UE menanggapi peringatan dari Frontex dengan serius. Dalam pertemuan tahunan terakhir di Brussel mereka berjanji akan memperkuat upaya yang selama ini tidak berhasil di tahun 2023. Kepresidenan UE akan melaksanakan reformasi sistem permintaan suaka, dan mendorong manajemen kawasan perbatasan dalam paruh pertama 2023. 

Konflik dasar antara negara-negara yang tetap ingin membatasai jumlah imigran, dan negara-negara yang siap menerima lebih banyak orang tetap tidak akan terselesaikan di 2023. Karena mereka yang bersedia menerima pengungsi menuntut solidaritas dan pengurangan beban dari mereka yang mendukung pendirian "Benteng Eropa", walaupun tidak diberikan. Akibatnya, negara-negara yang kerap jadi tempat pendaratan pertama, misalnya Yunani, Italia, Spanyol, Hongaria dan Kroasia, membiarkan imigran melanjutkan perjalanan ke utara. Dampaknya, Austria dan Jerman mengeluh, karena puluhan ribu orang mengajukan permintaan suaka, yang seharusnya diajukan di negara pertama yang mereka datangi.

Apa yang disebut peraturan Dublin, yang menetapkan bahwa negara pertama yang didatangi yang harus menangani, tidak berfungsi. Komisi UE mengajukan berbagai usulan reformasi. Dari 10 rancangan UU, baru tiga yang sudah dibicarakan dengan serius. Tahun depan, menurut komisaris UE Ylva Johansson, serangkaian UU akan diresmikan, untuk menempatkan sistem yang terdiri dari pertanggungjawaban dan solidaritas dalam politik migrasi UE dan politik permintaan suaka.

Rute imigran menuju Jerman
Rute imigran menuju Jerman

Penolakan di perbatasan dan "situasi dramatis"

Praktik-praktik yang berlangsung di sepanjang rute Balkan juga dipertanyakan. Di perbatasan UE yang terletak di Hongaria, Kroasia, Yunani dan Bulgaria juga kerap terjadi apa yang disebut pushbacks atau pendesakan imigran kembali ke luar wilayah UE, terhadap mereka yang sudah sampai di perbatasan. Sejumlah media dan organisasi yang mengurus pengungsi menuduh Frontex tahu masalah ini tetapi tidak menggubris. Akibatnya, direktur Frontex terpaksa turun jabatan awal 2022. Penggantinya belum ditentukan.

Pendesakan imigran di kawasan perbatasan, yang berupa penolakan permintaan suaka dan pemberian tempat bernaung sementara, tidak hanya terjadi di rute Balkan, melainkan juga di Polandia dan Lituania. Di sana, badan berwenang berargumentasi, pengungsi dibawa oleh pihak berwenang di Belarusia ke perbatasan dan secara terarah dijadikan alat penekanan. Upaya Polandia dan negara-negara lain untuk menjadikan "instrumentalisasi pengungsi" sebagai alasan untuk membatalkan sementara hukum tentang suaka di UE sejauh ini tidak berhasil. Tepatnya, belum berhasil.

Peneliti masalah imigrasi Gerald Knaus mengkritik situasi politik pengungsi dan suaka di Eropa dengan tajam. Dia melihat "situasi dramatis di dalam UE", karena UE menandatangani konvensi HAM dan pemberian suaka, tetapi sejak 2021 tidak dipatuhi lagi, demikian dikatakan Knaus dalam wawancara dengan televisi Austria "puls 24". Knaus menuntut lebih banyaknya kesepakatan urusan imigrasi dengan negara-negara asal, untuk mengurangi tekanan dan mencegah pengungsi melakukan upaya imigrasi yang kerap tidak berhasil. Tetapi perundingan alot dengan negara asal seperti Pakistan, Afghanistan, Mesir dan Suriah membuat tugas berat masih menunggu UE di tahun 2023. (ml/gtp)