Presiden Komisi Eropa: Pilihan Baik di Masa Sulit
17 Juli 2019Di era internet inipun, ada saat-saat di mana kata-kata lisan masih punya pengaruh kuat. Seperti pidato yang disampaikan Ursula von der Leyen di Parlemen Eropa di Strassbourg. Dia akhirnya berhasil meyakinkan mayoritas anggota parlemen untuk memilihnya, sekalipun hanya dengan perbedaan tipis sembilan suara.
Dia menyampaikan pidatonya dalam tiga bahasa, Jerman, Prancis dan Inggris. Dia tampil penuh percaya diri mewakili kaum perempuan. Dia juga menawarkan beberapa agenda kepada kubu-kubu yang selama ini menentangnya, terutama kubu Partai Hijau dan kubu Sosialdemokrat.
Dia menyampaikan bagian akhir pidatonya yang penuh semangat dalam bahasa Jerman, dan menggambarkan lagi biografinya sendiri sebagai warga Eropa. Ursula von der Leyen lahir di Brüssel dari keluarga politisi.
Bukan pilihan pertama
Memang bukan rahasia lagi, bahwa Ursula von der Leyen bukanlah pilihan pertama untuk jabatan Presiden Komisi Eropa. Dia menyadari, dia harus berjuang keras untuk tampil sebagai politisi yang kosmopolit dan penuh percaya diri. Jika tidak berhasil, dia bisa kehilangan segalanya.
Tetapi Ursula von der Leyen berhasil mengejutkan para penentangnya dengan penampilan sempurna di hadapan parlemen. Dia menepis argumentasi para politisi anti Eropa dan tidak membiarkan dirinya terprovokasi. Jika ingin berhasil, dia harus melakukan itu secara konsekuen dan tidak membiarkan tumbuhnya sayap ultra kanan di Parlemen Eropa..
Apa yang dilakukan Ursula von der Leyen sehingga berhasil terpilih sebagai Presiden Komisi Eropa tentu tidak menjamin bahwa masa jabatannya akan berlangsung mulus. Namun dia sudah memulainya dengan baik.
Pihak yang mendapat penilaian paling buruk dalam pemilihan kemarin adalah kubu Sosialdemokrat SPD dari Jerman. Kelompok SPD Jerman di Parlemen Eropa secara sepakat menolak Ursula von der Leyen, karena kecewa calonnya tidak dinominasi.
Sekarang, Parlemen Eropa sudah memutuskan. Pada akhirnya, politik adalah seni mencari kompromi yang realistis.