Presiden Mali Nyatakan Mundur dan Bubarkan Parlemen
19 Agustus 2020Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita hari Selasa (18/8) mengumumkan pengunduran diri dan pembubaran parlemen, saat ditawan oleh pasukan yang makar dan mengepung tempat tinggalnya.
"Saya ingin tidak ada darah yang tumpah untuk membuat saya tetap berkuasa," katanya dalam pidato singkat yang disiarkan di televisi pemerintah. Selain Presiden Keita, tentara yang makar juga menahan Perdana Menteri Boubou Cisse dan beberapa pejabat tinggi pemerintah lainnya.
Aksi makar sekelompok serdadu memperburuk krisis nasional di Mali, yang sudah dirongrong oleh aksi teror kelompok jihadis dan aksi protes massal.
Hingga kini masih belum jelas, siapa yang memimpin pemerintahan setelah pengunduran diri Keita, dan apa tuntutan para serdadu yang makar. Di televisi mereka menjanjikan pelaksanaan pemilihan umum sesegera mungkin.
Ibrahim Keita memerintah di Mali sebagai presiden sejak 2013. Sebelumnya dia menjabat perdana menteri antara 1994 hingga 2000. Keita yang akrab dipanggil dengan akronim IBK itu dituduh menyuburkan praktik korupsi dan gagal menanggulangi ancaman terorisme oleh kelompok jihad.
Aksi makar berawal dari pangkalan militer
Pemberontakan militer itu dimulai di pangkalan militer di Kati, yang berjarak 15 kilometer dari ibu kota Bamako. Para serdadu makar diberitakan mulai menangkapi perwira militer senior dan para pejabat negara.
Koresponden DW, Mahamadou Kane, yang berada di Bamako menyaksikan "semakin banyak penduduk berkumpul di Lapangan Kemerdekaan untuk mendukung gerakan M5-RFP yang menuntut pengunduran diri presiden dan perdana menteri. Mereka tampaknya mendukung militer, tetapi masih belum jelas apa tuntutan militer."
Pasukan pemberontak mengepung kediaman pribadi Keita pada malam hari dan melepaskan tembakan ke udara sebelum menahan pemimpin berusia 75 tahun tersebut. Tentara makar kemudian terlihat bergerak mengamankan Bamako.
Perdana Menteri Boubou Cisse, yang sebelumnya mendesak para prajurit untuk meletakkan senjata, juga ditangkap. Seorang staf perdana menteri mengatakan, kedua pemimpin itu sekarang ditahan di pangkalan militer di Kati. Beberapa pejabat tinggi juga ditahan, termasuk Menteri Keuangan Abdoulaye Daffe dan Komandan Pengawal Presiden. Kantor berita Reuters melaporkan, stasiun radio dan televisi pemerintah, ORTM, dikosongkan dan sudah berhenti beroperasi.
DK PBB gelar rapat darurat
Ketua Komisi Uni Afrika, Moussa Faki Mahamat, lewat Twitter mengecam keras penangkapan Keita dan Cisse dan menyerukan pembebasan mereka.
Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) mendesak para tentara yang melakukan “pemberontakan“ agar segera kembali ke barak. ECOWAS memutuskan untuk menutup perbatasan negara anggotanya dengan Mali dan menangguhkan semua aliran keuangan antara anggotanya dan Mali.
Pemberontakan tentara itu terjadi setelah krisis politik berbulan-bulan setelah kekacauan pemilihan parlemen. Pada bulan Maret lalu, pemimpin oposisi Soumaila Cisse diculik tiga hari menjelang pemungutan suara putaran pertama.
Kementerian Luar Negeri Prancis juga mengecam aksi makar itu dan mendesak militer Mali untuk kembali ke barak. Lebih 5000 tentara Prancis ditempatkan di seluruh wilayah Sahel yang mencakup Mali dalam perang melawan terorisme kelompok jihadis.
Sekjen PBB Antonio Guterres menuntut agar presiden Mali dan anggota pemerintahannya dibebaskan segera tanpa syarat.
"Sekretaris Jenderal mengecam keras tindakan ini dan menyerukan pemulihan segera tatanan konstitusional dan supremasi hukum di Mali," kata juru bicara Guterres dalam sebuah pernyataan. Dewan Keamanan PBB merencanakan rapat darurat tentang Mali pada Rabu ini (19/8).
hp/rzn (afp, rtr, ap)