Proyek Pembuatan Jalan Ancam Orangutan Sumatera
30 Juli 2009Kini, di Sumatera, orang utan makin terancam lagi, karena dibangunnya sebuah jalan koridor oleh perusahaan kertas Asia Pulp dan Paper atau APP di kawasan hutan di Kabupaten Tebo, Jambi. Sejumlah LSM lingkungan memprotes. Tapi proyek jalan terus.
Berbagai lembaga lingkungan, khususnya lembaga perlindungan orangutan, terus melancarkan protes atas pembangunan jalan koridor di kawasan hutan Bukit Tigapuluh, Sumatera. Kawasan ini menurut mereka merupakan salah satu lokasi terakhir tempat bergantung hidup tiga dari empat spesies kunci Pulau Sumatra, yaitu orangutan, harimau Sumatera dan gajah Sumatera. Selain itu Bukit Tiga Puluh juga sangat penting bagi kehidupan masyarakat asli suku Talang Mamak dan Suku orang Rimba.
Sadewa dari Pusat Perlindungan Orangutan, Centre for Orangutan Protection atau COP, menyatakan, jika proyek ini terus diteruskan dengan membuka perkebunan ekaliptus dan akasia, ini akan menggangu habitat orangutan. Lebih lanjut Sadewa memaparkan, APP telah melakukan penanaman ekaliptus dan akasia, walaupun perusahaan ini baru memiliki izin prinsip, bukan izin produksi.
Jalan koridor yang dibangun sepanjang 82 kilometer berdekatan dengan kawasan jelajah tiga satwa langka tersebut antara 5-7 kilometer. Dan jarak itu merupakan jarak jelajah orangutan. Menurut Sadewa, kajian atas analisa dampak lingkungan atas proyek jalan koridor itu cacat. Dalam Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan atau KA-Andal tidak disebutkan bahwa kawasan tersebut merupakan habitat gajah dan orangutan Sumatera. Padahal di kawasan itu juga terdapat stasiun riset dan introduksi orang utan yang dioperasikan oleh Masyarakat Zoologi Frankfrut.
Tim investigasi COP juga menemukan seekor orangutan Sumatera mati dibunuh dalam pengerjaan proyek kontroversial itu. Selain itu, pembukaan jalan koridor itu juga membuat penjarahan hutan dan pembalakan liar jadi jauh lebih gampang. Demikian menurut Sadewa dari dari Pusat Perlindungan Orangutan.
Sementara itu, menurut kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi, Didi Wurianto, jalan koridor sepanjang 82 kilometer itu sudah terbangun dan tidak mungkin pemerintah membatalkan rekomendasi dan izin prinsip yang sudah dikeluarkan. Masalahnya pula, perusahaan tersebut sah secara hukum kendati dalam praktiknya mereka telah membangun jalan di kawasan hutan alam yang bisa mengganggu habitat hewan liar yang dilindungi tersebut.
Menurut Sadewa, sebenarnya jalan koridor itu tak perlu dibangun karena sudah ada jalan yang pernah dioperasikan untuk mengakut kayu-kayu HPH yang ukurannya jauh lebih besar. Disebutkan Sadewa, kepentingan perlindungan lingkungan, khususnya terhadap orangutan, harus ddiprioritaskan. Jalan koridor itu harus diturtup sepenuhnya, karena risiko lingkungannya sangat berbahaya.
Erna Dwi Lidiawati
Editor: Ging Ginanjar