Raja Salman Tunjuk Putra Mahkota Jadi PM Arab Saudi
28 September 2022Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang secara luas kini telah dianggap sebagai penguasa Arab Saudi, resmi diangkat menjadi perdana menteri kerajaan oleh ayahnya, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz, melalui sebuah dekrit kerajaan pada hari Selasa (27/09).
Pangeran Mohammed bin Salman, atau yang lebih sering disebut "MBS”, sebelumnya menjabat sebagai menteri pertahanan dalam pemerintahan kerajaan Arab Saudi.
Raja Salman bin Abdulaziz kemudian menunjuk putra keduanya, Pangeran Khalid, yang sebelumnya memangku jabatan wakil menteri pertahanan menjadi menteri pertahanan Arab Saudi. Sedangkan Pangeran Abdulaziz bin Salman, tetap mempertahankan posisinya sebagai menteri energi.
Selain itu, anggota keluarga kerajaan Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, yang merupakan mantan duta besar untuk tempat kelahirannya Jerman, akan tetap menjadi menteri luar negeri kerajaan monarki absolut Arab Saudi.
Di posisi senior lainnya, Menteri Keuangan Mohammed al-Jadaan dan Menteri Investasi Khalid al-Falih, yang keduanya bukan merupakan anggota keluarga kerajaan, tetap akan tetap menjabat di posisi sebelumnya.
Menurut dekrit kerajaan, Raja Salman yang kini berusia 86 tahun itu masih akan tetap hadir untuk memimpin rapat kabinet. Mengikuti pengumuman tersebut, TV pemerintah Saudi juga telah menayangkan kehadiran Raja Salman yang tengah memimpin rapat kabinet pada hari Selasa (27/09).
Raja Salman, yang mengambil alih tahta pada tahun 2015 silam, dilaporkan mengalami gangguan kesehatan dan telah dirawat di rumah sakit beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir.
MBS: citra modernis, namun tetap ada sisi kerasnya
Putra mahkota MBS merupakan tokoh terkemuka dalam rencana "Visi 2030" kerajaan Arab Saudi untuk mengubah infrastruktur ekonomi dan energi negaranya tersebut. Dia juga terus mempromosikan gagasan reformasi sosial seperti mengizinkan perempuan Saudi mengemudikan mobil, dengan beberapa syarat.
Tetapi sisi modernisnya tersebut, yang menurut para kritikus Arab Saudi hanya membuat kemajuan kecil, telah menuai beberapa tindakan keras yang terus berkelanjutan terhadap aktivis hak-hak sipil, warga yang tidak beragama, serta rakyat yang berusaha mengungkapkan perbedaan pendapat dengan monarki Islam Arab Saudi itu.
Reputasi MBS baru-baru ini juga ternodai dengan "dihilangkannya" jurnalis terkemuka Saudi Jamal Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki pada 2018 silam. Intelijen AS menemukan bahwa putra mahkota MBS kemungkinan menyetujui aksi pembunuhan tersebut.
Negara-negara Barat pada awalnya menjauhkan diri dari kerajaan Arab Saudi setelah tragedi kematian Khashoggi. Tetapi para pemimpin Prancis, Jerman, dan AS baru-baru ini kembali mengadakan perbincangan dengan Pangeran MBS, karena Eropa barat tengah mencari sumber bahan bakar fosil yang dapat diandalkan selain dari Rusia.
Presiden Joe Biden juga pernah mengatakan, dia akan menjadikan Arab Saudi sebagai negara "paria" atau negara "kasta terendah”, atas tragedi pembunuhan Khashoggi. Namun Biden di awal tahun ini juga telah mengunjungi kerajaan itu dan bertemu dengan putra mahkota MBS. Presiden AS itu menegaskan, hubungan berkelanjutan AS dengan negara pengekspor minyak terbesar di dunia tersebut sangat penting.
Kanselir Jerman Olaf Scholz minggu lalu juga melakukan tur ke negara-negara Teluk, termasuk melakukan permbicaraan dengan MBS. Menghadapi kritik di dalam negeri karena menghindari pertanyaan-pertanyaan sulit di Arab Saudi, mengingat adanya kebutuhan mendesak atas opsi alternatif gas dan minyak di Jerman, Scholz mengatakan kepada wartawan di Jeddah bahwa dia dan putra mahkota sudah "membahas semua pertanyaan seputar warga negara dan hak asasi manusia."
"Begitulah seharusnya. Jadi kalian dapat berasumsi bahwa tidak ada yang tidak terucapkan, jika itu perlu dikatakan," kata Scholz kepada wartawan. Kanselir Jerman Olaf Scholz juga tidak memberikan rincian atas apa yang "perlu dikatakan" dalam pembicaraan bilateralnya dengan putra mahkota Arab Saudi.
kp/as (AFP, Reuters)