Referendum Sudan, Jalan Menuju Kebebasan
7 Januari 2011Persiapan referendum kemerdekaan Sudan selatan yang akan diselenggarakan hari Minggu mendatang, sudah matang. Demikian pernyataan kepala misi perdamaian PBB di Sudan. Referendum yang akan diadakan itu adalah bagian dari perjanjian damai tahun 2005 yang mengakhiri perang saudara lebih dari 20 tahun di negara itu.
Empat Juta Orang Ikuti Referendum
Ratusan warga Sudan Selatan turun ke jalan menari dan merayakan apa yang mereka sebut “pawai akhir menuju kebebasan”, dua hari menjelang referendum.
Pemerintah Sudan akan melaksanakan referendum pada 9 Januari 2011 di Sudan Selatan. Dalam jajak pendapat tersebut, warga Sudan Selatan dapat menentukan sendiri pilihan mereka. Komisi referendum mencatat, empat juta orang sudah terdaftar untuk ambil bagian dalam jajak pendapat tersebut.
Perhatian Internasional Atas Referendum
Referendum Sudan Selatan ini memperoleh perhatian khalayak internasional. Sudan Selatan masih dalam proses pemulihan akibat perang berkepanjangan dengan Sudan Utara, yang diperkirakan memakan korban sekitar dua juta orang, akibat konflik yang dipicu masalah agama, etnis, ideologi dan sumber daya alam termasuk minyak.
Tiba di Sudan Kamis kemarin, mantan Presiden AS Jimmy Carter mengingatkan pemerintahan di Khartoum untuk menerima dengan damai apapun nanti hasil referendum tersebut, apakah warga selatan masih ingin menjadi bagian dari Sudan atau membentuk negara baru. Carter diharapkan bertemu dengan Presiden Sudan Omar al-Bashir pada hari sabtu, sehari sebelum ia terbang menuju Juba, ibukota Sudan Selatan. Senada dengan Carter, Senator Amerika Serikat John Kerry mengharapkan referendum berjalan dengan damai: “Kuncinya adalah proses damai dimana orang-orang bekerjasama untuk menemukan langkah maju dengan reformasi sepatutnya yang diperlukan, termasuk inklusivitas dan keberagaman. Dan semua ini merupakan hal penting.”
Warga Pulang ke Selatan
Menjelang referendum, warga selatan yang mengungsi ke utara, kini mulai kembali ke selatan, hingga mencapai 2000 orang per harinya. Badan-badan bantuan internasional mengingatkan kembalinya warga tersebut harus diperhatikan, agar tidak menimbulkan ketegangan dengan masyarakat setempat yang selama ini sudah mengalami kekurangan air bersih, makanan, sanitasi, infrastruktur dan tempat bernaung yang memadai.
Perpecahan Etnis dan Agama
Sudan merupakan negara terbesar di Afrika dengan luas sekitar 2,5 juta km2 yang berbatasan dengan sembilan negara lain. Menurut catatan PBB, jumlah penduduknya mencapai 43 juta jiwa, delapan juta diantaranya bermukim di kawasan otonomi selatan. Di belahan barat, mayoritas warganya memeluk agama Islam, sementara di selatan sebagian besar menganut agama Kristen dan animisme.
Pemerintahan Sudan yang terletak di belahan utara, beribukota di Khartoum, dengan dipimpin oleh Presiden Omar al-Bashir yang diincar Mahkamah Internasional, atas kasus kejahatan perang di kawasan Darfur. Bashir naik ke tampuk kekuasaan lewat kudeta tahun 1989 dan dipilih kembali dalam pemilu 2010.
Sementara itu warga di selatan, dipimpin oleh Salva Kiir. Dia menggantikan tokoh selatan, John Garang yang tewas akibat kecelakaan helikopter sesaat setelah perjanjian damai tahun 2005 yang mengakhiri perang saudara kedua di negeri itu, sejak Sudan memerdekakan diri dari jajahan pemerintahan bersama Inggris dan Mesir tahun 1956.Konflik Sudan terjadi tahun 1956-1972, dan perang kembali pecah pada tahun 1983-2005.
Sudan merupakan produser minyak bumi terbesar ketiga di Afrika, yang menghasilkan sekitar 500 ribu barel per harinya. Sebagian besar diantaranya diekspor ke Cina. Uang hasil minyak bumi itu menopang perekonomian kedua kawasan selatan dan utara. Namun kawasan selatan yang kaya minyak stagnan dalam kemiskinan.
Ayu Purwaningsih (ap/afp/dw/rtr)
Editor :Pasuhuk