Remaja Eropa Jadi Sasaran Ideologi Radikal
27 Desember 2013Tahun 2014, perekonomian Eropa diharapkan mulai membaik. Tapi tingkat pertumbuhan masih terlalu kecil untuk bisa menghapuskan pengangguran tinggi di tingkat remaja. Oktober 2013, sekitar 3 juta warga Eropa di bawah usia 25 tahun menganggur. Tingkat pengangguran remaja di Yunania dan Spanyol mencapai lebih 50 persen.
Karl Brenke dari Institut Penelitian Ekonomi DIW di Berlin menerangkan, justru di negara-negara yang sekarang menghadapi krisis ekonomi, tingkat pendidikan remaja tidak terlalu tinggi. Itu sebabnya, negara-negara itu masih sulit mengatasi keadaan ini. Apalagi pasar kerja biasanya punya terlalu banyak aturan, sehingga menyulitkan pembukaan lapangan kerja baru.
Masalah pengangguran remaja belakangan sorotan utama di Eropa. Pertengahan 2013, Uni Eropa menggelar konferensi tingkat tinggi yang khusus membahas masalah ini. "Jika orang muda punya kesulitan mendapat pekerjaan dan akhirnya menganggur, mereka sering menjauh dari masyarakat", ujar Brenke. Akibatnya, mereka cenderung mudah terbujuk gagasan radikalisme dan provokasi kelompok populis.
Radikal Karena Frustasi
"Yang terjadi pertama-tama adalah kekecewaan", kata pengamat politik Christian Brzinsky-Fay dari Berlin. Ia meneliti situasi kaum remaja antara masa sekolah dan masa mencari kerja. Yang memainkan peran penting adalah, berapa lama kelompok remaja ini menganggur. "Kalau berlangsung terlalu lama, rasa kecewa akan berubah menjadi rasa frustasi".
Kekecewaan kaum remaja bisa bermuara pada aksi protes, seperti yang belakangan terjadi di Spanyol dan Yunani. Mereka berdemonstrasi karena merasa tidak punya masa depan, dan negara tidak peduli pada nasib mereka. Seringkali, aksi protes ini diiringi oleh aksi perusakan dan kerusuhan.
"Ini adalah generasi protes. Mereka merasa ditipu dan ditelantarkan oleh generasi tua. Mereka merasa menjadi korban dari sistem politik dan ekonomi yang dijalankan generasi orang tuanya", kata Brzinsky-Fay.
Dimanfaatkan Kelompok Radikal
Potensi protes generasi muda sering disalahgunakan oleh kelompok radikal kanan. Partai-partai ekstrim kanan bermunculan di Eropa dan mencoba menarik perhatian kaum muda yang frustasi. Mereka mencari argumentasi yang gampang dan menuduh institusi seperti Uni Eropa atau warga asing sebagai penyebab krisis ekonomi.
"Partai-partai populis kanan sekarang makin kuat, terutama di Perancis, Belanda dan negara-negara Skandinavia", ujar Brzinsky-Fay. Mereka berusaha memanfaatkan sentimen anti orang asing yang mudah muncul jika situasi ekonomi memburuk.
Tapi Brzinsky-Fay percaya, budaya demokrasi di Eropa sudah cukup kuat menghadapi ideologi Neonazi. "Radikalisme adalah reaksi klasik bagi kelompok yang merasa tidak punya peluang", katanya. Tapi tidak semua orang lalu terjebak pada gagasan ekstrim kanan.