RI Resmi Kuasai 51% Saham Freeport
21 Desember 2018Indonesia melalui PT Inalum (Persero) resmi menjadi pemegang saham mayoritas PT Freeport Indonesia. Presiden Joko Widodo dalam pernyataan pers menegaskan bahwa kepemilikan ini akan digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Secara resmi pengalihan saham baru terjadi setelah tuntasnya proses pembayaran dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK) buat menggantikan Kontrak Karya milik PT Freeport yang berlaku hingga 2021.
Baca juga:Pengakuan Hutan Adat Cegah Deforestasi Akibat Tambang dan Sawit
"Hari ini merupakan momen yang bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973. Kepemilikan mayoritas ini akan kita gunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jumat (21/12) seperti dalam keterangan pers pemerintah.
Laporan tersebut juga memastikan bahwa PT Inalum telah membayar lunas pembelian 51,23 persen saham PT Freeport Indonesia senilai USD3,85 miliar.
"Disampaikan bahwa saham PT Freeport 51,2 persen sudah beralih ke PT Inalum dan sudah lunas dibayar," ucap Presiden.
Bersamaan dengan terbitnya IUPK, Freeport Indonesia mengantongi perpanjangan masa operasi hingga tahun 2014, serta mengamankan jaminan fiskal dan regulasi dari pemerintah. Selain itu, seluruh permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan dan smelter yang sempat menjadi ganjalan telah diselesaikan dan disepakati.
"Artinya semua sudah komplet dan tinggal bekerja saja," lanjut Jokowi.
Kepala Negara menegaskan bahwa pendapatan dari sisi pajak maupun royalti dipastikan akan meningkat. Tak kalah penting, kata dia, rakyat Papua turut mendapatkan bagian dari berbagai keuntungan yang akan diperoleh. "Masyarakat di Papua juga akan mendapatkan 10 persen dari saham yang ada. Tentu saja di Papua juga akan mendapatkan pajak daerahnya," tuturnya.
Baca juga: Usai Diversifikasi, Saham Freeport Anjlok
Namun sejauh ini belum jelas bagaimana komitmen lingkungan PT Freeport Indonesia setelah dikuasai pemerintah. Belum lama ini perusahaan yang dulu menginduk ke Amerika Serikat itu dikenakan denda sebesar Rp 460 miliar karena mencaplok lahan hutan lindung secara ilegal itu seluas 4.535,93 hektar.
Organisasi lingkungan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat Freeport juga menyalahgunakan sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa, Minajerwi, dan Aimoe sebagai tempat pembuangan limbah beracun seperti merkuri dan sianida. Lembaga tersebut juga menuding PTFI merusak sungai Ajkwa lantaran dijadikan tempat pembuangan limbah tailing selama 28 tahun.
rzn/hp