Rumitnya Dukungan Politik Jerman bagi Israel
18 Oktober 2023Bagi Jerman, masa lalu tidak pernah benar-benar membisu. Sejarah genosida terhadap warga Yahudi dan minoritas lain selama era Nazi masih menghantui hingga kini, dan mempengaruhi setiap kebijakan pemerintah setelah Perang Dunia II.
Jika sudah menyangkut Israel, yang dideklarasikan merdeka oleh gerakan Zionis tiga tahun setelah berakhirnya Holocaust di Jerman, pemerintah di Berlin melihat adanya "tanggung jawab khusus." Komitmen Jerman bagi Israel bukan hanya sasaran politik, melainkan haluan besar dan fondasi bagi eksistensi republik federal.
Artinya, keamanan Israel sudah menjadi "Staatsräson" atau kepentingan nasional, kata bekas Kanselir Angela Merkel saat berpidato di parlemen Israel, tahun 2008 silam. Penerusnya, Olaf Scholz, menegaskan sikap serupa setelah serangan teror Hamas di Israel baru-baru ini.
"Saat ini, hanya ada satu tempat bagi Jerman, yakni di sisi Israel," kata dia di hadapan Bundestag, Selasa (17/10). Artinya, Jerman akan menyanggupi permintaan dari Israel, termasuk bantuan militer. Dalam sebuah pertemuan NATO kemarin, Menteri Pertahanan Boris Pistorius mengabarkan Israel meminta bantuan amunisi untuk angkatan lautnya.
"Kami akan mendiskusikan dengan pihak Israel bagaimana prosedur pengirimannya," kata dia.
Definisi baru kepentingan nasional
Meski berulangkali dikumandangkan, doktrin "Staatsräson" yang dianut di Jerman dalam isu Israel belum "benar-benar ditafsirkan secara gamblang," kata Carlo Masala, dosen Universitas Militer Jerman di München, kepada stasiun televisi, ZDF. Padahal, kebijakan tersebut mewajibkan Jerman "melindungi Israel secara aktif" dalam skenario invasi atau ancaman terhadap eksistensi negara.
"Itu adalah kesimpulan yang logis," kata Masala.
"Kepentingan nasional" adalah sebuah konsep dalam hubungan internasional yang mendasari "kebijakan luar negeri berdasarkan kepentingan nasional masing-masing."
Dalam konteks tersebut, Jerman meyakini bahwa Israel sebagai satu-satunya entitas yang bisa menjamin keselamatan warga Yahudi.
Namun pembenaran sejarah dan moral dalam penggunaan istilah "kepentingan nasional" dalam kasus Israel justru bertentangan dengan tafsir hukum dari istilah tersebut. "Kepentingan nasional selalu menempatkan kepentingan di depan nilai," kata Marietta Auer dari Institut Max Planck.
Dengan kata lain, melindungi kedaulatan Israel bisa menjadi nilai yang justru mengancam kepentingan nasional Jerman.
Konsekuensi serius
Menurut Klaus Dieter Wolf, bekas guru besar hubungan internasional di Universitas Teknik Darmstadt, Jerman, mengatakan doktrin keamanan Israel sebagai "kepentingan nasional" Jerman menimbulkan "konsekuensi serius" bagi politik praktis, karena doktrin tersebut memaksa negara mengabaikan prinsip-prinsip tertentu dan memperlemah komitmen terhadap demokrasi, hak asasi manusia atau hukum internasional.
Meski kebebasan berekspresi dijamin dalam konstitusi, pemerintah bisa melarang aksi protes pro-Palestina dengan dalih mencegah pernyataan yang "membenarkan tindak kriminal" atau menghasut kerusuhan. Namun berbeda dengan situasi di dalam negeri yang berada sepenuhnya dalam kuasa negara, di luar negeri situasinya berbeda-
"Tidak ada hirarki dalam hukum internasional," kata Joost Hiltermann dari International Crisis Group. "Apa yang dikatakan Jerman tentang haknya untuk berdiri bersama Israel tidak mengurangi kewajibannya untuk mematuhi dan menaati hukum kemanusiaan internasional, yang mengatur cara-cara berperang."
"Tidak jelas bagi saya bahwa Israel berusaha membedakan antara korban sipil dan target militer," kata Mike Martin, analis militer asal Inggris. "Israel terikat oleh hukum internasional untuk melakukannya."
rzn/hp