1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rusia Ajak AS Bangun Penangkal Rudal di Azerbaijan

7 Juni 2007

Dalam pertemuan puncak negara-negara industri maju di Heiligendamm, Jerman, Presiden Rusia, Vladimir Putin mengejutkan dengan gagasan barunya.

https://p.dw.com/p/CIsH
Foto: picture-alliance/dpa

Setelah bolak-balik mengutuk Amerika Serikat yang ingin membangun penangkal rudal di Eropa Timur, Putin kini malah mengajak AS bekerjasama membangun sistem penangkal rudal. Pilihan jatuh tidak di Polandia atau Ceko, seperti yang diinginkan oleh Presiden Amerika Serikat George W. Bush, melainkan di Azerbaijan. Dengan demikian, kedua pemimpin negara itu mengurangi ketegangan diantara mereka. Presiden Amerika Serikat George W. Bush: „Putin menawarkan gagasan menarik. Hasil dari diskusi kami yaitu kami sepakat untuk mambangun dialog yang strategis, membuka kesempatan berbagi ide, lewat orang-orang kami di departemen pertahanan dan militer.“

Mereka berdua bertemu secara pribadi, di sela-sela pertemuan puncak negara-negara maju KTT G8. Sebelumnya Putin berulangkali mengkritik pedas rencana Amerika Serikat yang ingin membangun sistem penangkal rudal di Polandia dan Ceko. Meski Amerika Serikat menegaskan penangkal rudal itu tidak akan ditujukan kepada Rusia, melainkan negara-negara Timur Tengah, seperti Iran. Namun Putin beranggapan bahwa hal itu dapat menggangu stabilitas kawasan. Bahkan Putin mengancam akan mengarahkan rudal ke Eropa apabila Amerika Serikat benar-benar nekad membangun sistem penangkal rudal.

Kini setelah bernegosiasi, keduanya sepakat membangun sistem penangkal rudal di Azerbaijan, tetangga Iran. Putin mengatakan telah bertemu dengan Presiden Azerbaijan, Rabu lalu, dan ia bersedia dapat mengkontibusikan sesuatu bagi stabilitas keamanan dunia: „Tahap pertama rencana itu adalah penggunaan instalasi radar di Azerbaijan, yaitu di Gabala.“

Sementara itu dalam perundingan KTT G8 soal pengurangan emisi gas rumah kaca, dicapai kompromi para pemimpin negara maju. Pemimpin-pemimpin G8 itu sepakat untuk mengadakan pembicaraan mengenai pengganti Protokol Kyoto dalam kerangka Perserikatan Bangsa-bangsa, yang sebelumnya ditentang oleh Amerika Serikat. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan para pemimpin negara maju setuju memangkas emisi rumah kaca 50 persen hingga tahun 2050. Namun para pemimpin negara G8 tidak menunjukkan ada target spesifik dari batasan yang diajukan Merkel.

“Saya puas dengan kompromi ini, sangat puas. Saya mememandangnya sebagai hasil yang besar. Ini hasil yang sangat bagus. Dan yang bagi saya yang paling bermakna adalah kesepakatan ini berada dalam kerangka proses PBB. Langkah nyatanya nanti akan ada dalam konferensi di Bali akhir tahun ini. Artinya para menteri lingkungan sudah bisa membuka jalan membuka perundingan. Dan akhirnya sudah ditetapkan yaitu tahun 2009. Dengan demikian kita betul-betul memiliki perjanjian pasca Kyoto. Ini betul-betul langkah maju yang penting dan harus dimulai oleh para menteri lingkungan hidup.”

KTT G8 di Heiligendamm juga membahas persoalan yang menyangkut bantuan untuk mengentaskan kemiskinan di Afrika. Terutama dalam memerangi HIV/AIDS.