Rusia Terus Pasok Senjata Bagi Rezim di Suriah
14 Maret 2012Menteri luar negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan Rabu (14/3) di Moskow, pihaknya mengirim senjata kepada pemerintah Suriah, untuk membela diri dari ancaman pihak luar. "Kami tidak memasok senjata ke Suriah yang dapat digunakan melawan pemrotes, warga yang damai atau mengobarkan konflik", kata Lavrov di hadapan parlemen Rusia "Duma".
Menteri luar negeri Rusia itu kembali membela posisi Moskow yang kontroversial dalam konflik Suriah, yakni dua kali memveto rancangan resolusi untuk mengecam rezim di Damaskus. "Kami tidak mendukung rezim atau tokoh tertentu, kami membela hukum internasional yang menegaskan, konflik internal harus dituntaskan tanpa campur tangan dari luar", tambah Lavrov.
Rusia selama ini merupakan pemasok utama senjata bagi militer Suriah. Dengan pernyataannya itu. Lavrov juga membela pernyataan presiden Suriah, Bashar al Assad, bahwa senjata dan kelompok militan didatangkan dari luar Suriah.
Perancis ancam Assad
Sementara itu presiden Perancis, Nicolas Sarkozy menyatakan, ingin menyeret presiden Bashar al Assad ke Mahkamah Pidana Internasional ICC di Den Haag. "Sapa pikir Bashar al Assad bertindak seperti pembunuh, dan harus diseret ke ICC", kata Sarkozy kepada Radio Europa-1.
Presiden Perancis itu juga menuntut dibukanya koridor humaniter, untuk memungkinkan masuknya bantuan dari luar dan keluarnya pengungsi dari Suriah. "Untuk itu kita harus mematahkan veto Rusia dan Cina", tambah Sarkozy.
Paris kini mengirimkan petugas senior urusan hak asasi manusia, Francois Zimeray ke negara-negara tetangga Suriah, untuk mengumpulkan bukti yang akan diserahkan kepada ICC. Utusan khusus HAM Perancis itu ditugasi mengumpulkan kesaksian dari para pengungsi Suriah yang menjadi korban dari konflik berdarah itu, demikian dilaporkan kantor berita AFP.
Namun karena Suriah tidak meratifikasi kesepakatan ICC, satu-satunya jalan untuk menyeret Suriah ke mahkamah pidana internasional adalah lewat resolusi Dewan Keamanan PBB. Sejauh ini Rusia dan Cina tetap menolak hal itu, dan sudah dua kali memveto rancangan resolusi mengecam Suriah. Rusia mengajukan argumen, resolusi semacam itu akan disalahgunakan, untuk melancarkan intervensi militer ke Suriah yang dipimpin barat, seperti pada kasus Libya.
Moskow tidak puas
Kepada parlemen di Moskow, menlu Sergei Lavrov juga menyatakan ketidak puasannya terkait lambannya reformasi politik di Suriah. "Sangat disayangkan, Assad tidak selalu mengikuti petunjuk kami dalam melakukan aktifitasnya", ujar Lavrov.
"Assad memang menerapkan undang-undang untuk mengubah sistem dan membuatnya lebih pluralistik. Tapi hal itu dilakukan setelah penundaan cukup lama, dan proposal untuk menjalin dialog datang amat terlambat. Sementara itu, konfrontasi bersenjata semakin meluas dan gejolak ini dapat melindas semuanya", ujar menlu Rusia itu.
Lavrov juga memperingatkan, konflik Suriah dapat berkembang menjadi eskalasi antara kaum Sunni dan Syiah di seluruh timur tengah. Mayoritas kelompok oposisi Suriah adalah kelompok Sunni yang menentang kekuasaan minoritas Syiah Alevit dari presiden Bashar al Assad.
Agus Setiawan(ap,afp,dpa,dapd)