Saat Generasi Muda Ibu Kota Rindukan Ruang Hijau
Bagi sebagian penduduk Jakarta, taman kota jadi alternatif untuk melepas lelah dan menikmati ruang terbuka. Bagi yang lain, mereka bertekad untuk sukses bertani di ibu kota.
Paru-paru kota
Tumbuhan dan tanaman hijau bisa menyerap kadar karbondioksida, menambah oksigen, menurunkan suhu, dan menjadi area resapan air. Karenanya Jakarta masih butuh banyak taman kota untuk perbaiki kualitas udara. Situs IQAir pada Juli 2022 melaporkan Jakarta berada pada peringkat satu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Jakarta minim ruang terbuka Hhijau
Menurut situs Informasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Provinsi DKI Jakarta, luas RTH Jakarta mencapai 33,3 km2, ini baru mencapai 5,1% dari total luas wilayah Jakarta yakni 661,5 km2. Namun UU Tentang Penataan Ruang mengatur proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luar wilayah kota. UU tersebut mengatur lebih detil dan menyatakan proporsi RTH publik di wilayah kota minimal 20%.
Bercengkerama di taman
Taman Suropati dan Taman Situ Lembang menjadi salah satu rujukan warga DKI Jakarta untuk menikmati waktu di sore hari. Warga memanfaatkan taman-taman publik ini untuk bertukar cerita dengan orang yang dikasihi sembari menikmati semilir angin dan suasana di taman.
Jadi petani urban
Selain menikmati taman, cara untuk lebih dekat dengan alam adalah menjadi petani urban. Setiap orang bisa menjadi petani urban. Sekarang sudah banyak anak muda yang menjadi petani urban bahkan memilih tinggal di desa dan melakukan praktik permakultur. Pemerintah perlu berinovasi agar generasi muda lebih banyak lagi yang tertarik menjadi petani muda.
Mitos 'tangan panas'
Orang yang gagal berkebun kerap dicap 'tangan panas' karena tanaman yang dirawat tidak tumbuh atau mati. Bagi Adam Yanuar dari Kelompok Tani Hutan Kumbang hal itu hanyalah mitos. Asal paham teknik berkebun yang benar, tanaman tidak akan mati, ujarnya.
Masih ada yang ingat apa itu okulasi?
Teknik meningkatkan kualitas tanaman dengan menempelkan mata tunas pucuk tanaman pada irisan batang bawah tanaman yang lain. Menurut Adam, teknik ini dapat menciptakan varietas tanaman baru 21 hari setelah proses penempelan. Okulasi sangat tergantung pada cuaca, kecukupan air, dan pucuk tanaman yang segar. Dari 100 usaha, tingkat gagal sekitar 20%.
Buat pupuk kompos sendiri
KTH Kumbang menerima sampah daun dan ranting kecil untuk diolah menjadi pupuk kompos. Setelah dedaunan dan ranting dicacah, langkah selanjutnya adalah mencampur kotoran sapi dan difermentasikan selama 30 hari. Kemudian olahan tersebut diayak untuk memisahkan pupuk dari bahan lainnya.
Peduli lingkungan bukan hanya cari untung
Bagi Adam, bertani sangat penting di Jakarta. Paling tidak bisa menahan laju dampak perubahan iklim. Ia menilai bahwa masih perlu edukasi yang meluas ke masyarakan untuk bisa bersama-sama memperbaiki kualitas udara dan air di Jakarta. (ae)