"Samin vs Semen" Diputar di 10 Kota di Jerman
2 Mei 2017Film ini bercerita tentang perjuangan komunitas Samin yang berusaha mempertahankan tanahnya melawan perusahaan semen. Filmnya dibuat dari sudut pandang kaum Samin. Konflik dari tahun 2010 ini terus berlanjut hingga sekarang. Kedua belah pihak yang berseteru adalah Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) dari Komunitas Samin melawan PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. lewat anak perusahaannya PT Sahabat Mulia Sakti (SMS).
Deutsche Welle berkesampatan menyaksikan pemutaran fim dan diskusi film ini, ketika Samin vs Semen diputar di Kota Köln, Jerman. Kepada DW, pembuat film Dandhy Laksono menjelaskan tujuan dari kampanye komunitas Samin ke Jerman:
"Tujuannya adalah agar film yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman ini ditonton oleh warga Jerman, sehingga bisa memberikan tekanan sosial dan politik kepada pemerintah Jerman dan Indonesia, agar perusahaan induk Heidelbergcement berpikir ulang mengenai pendirian pabrik semen di Kendeng."
Sebagaimana diketahui, HeidelbergCement adalah perusahaan semen yang berkantor pusat di Heidelberg, Jerman. Produsen semen terbesar ketiga di dunia ini juga pemegang saham mayoritas PT Indocement, salah satu pabrik semen di Indonesia. Melalui anak usahanya tersebut, HeidelbergCement akan membangun pabrik di Pati, Jawa Tengah, yang mendapat tentangan dari komunitas Samin.
Gunarti ingin bicara di depan pemegang saham
Salah seorang petani Samin bernama Gunarti yang juga hadir dalam pemutaran dan diskusi film Samin vs Semen memaparkan pendirian pabrik semen di pegunungan merusak tatanan sosial dan lingkungan di wilayah mereka berada.
"Mereka selalu mengucurkan uang untuk mempengaruhi warga. Di Rembang dan Tuban sudah terjadi ketidakakuran itu. Debu, polusi, banyak yang sakit. Biarlah kawasan kami tetap jadi lahan pertanian”, tegas Gunarti
Ilmuwan sudah memperingatkan bahaya intervensi ke kawasan pegunungan karst di Kendeng, yang dapat mengganggu kesuburan tanah di wilayah tersebut. Selain itu juga memicu banjir dan kekeringan. Di lain pihak, perusahaan semen bersikukuh pembangunan pabrik ini tak merusak lingkungan.
Dalam rapat pemegang saham HeidelbergCemen yang diagendakan diselenggarakan tanggal 10 Mei 2017, Gunarti akan turut hadir di kantor perusahaan tersebut dan memaparkan aspirasi komunitas Samin yang menolak kehadiran pabrik semen di wilayahnya.
Kehadiran pembuat film Samin vs Semen Dandhy Laksono dan Gunarti di Jerman merupakan prakarsa solidaritas warga Jerman dan beberapa komunitas di Jerman seperti : Südostasien Informationsetlle, Retten Regenwald, Heinrich-Böll Stiftung dan Watch Indonesia, ditambah lagi inisiatif organisasi-organisasi lainnya di berbagai kota dimana pemutaran film diadakan. Misalnya di kota Köln, organisasi Asianhaus dan Deutsch-Indonesischen Gesellschaft (Persahabatan Jerman-Indonesia) turut membantu terselenggaranya acara pemutaran film ini.
Bagaimana respon warga Jerman?
Salah seorang peserta diskusi film, Oliver Pye mengatakan kampanye yang dilakukan petani Kendeng ini menginsinspirasi, “karena berani menentang penjajahan atas wilayahnya dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan.“
Sementara itu, warga Jerman lainnya, Sebastian Keblieng merasa sangat tersentuh dengan bagaimana Gunarti menyampaikan protesnya dengan cara damai di Jerman: “Dia menyampaikan suara hati warga lewat senandung ltembang dan puisi tentang kerusakan lingkungan,itu cara yang amat berbeda dari sebuah kampanye dan itu amat menyentuh hati saya.” Usai pemutaran film, Gunarti sempat menembangkan lagu dan mengucapkan syair mengenai hubungan alam dan manusia.
Karl Mertes dari Deutsch-Indonesischen Gesellschaft, seorang warga Jerman, yang memberikan tumpangan penginapan gratis kepada Dandhy dan Gunarti mengatakan: “Aksi komunitas Samin di Jerman ini impresif. Mereka berkampanye bukan hanya lewat film, namun juga dengan cara-cara cerdas lainnya yang menarik perhatian dan positif, sehingga mendapatkan reaksi yang positif pula."
Perusahaan semen Jerman yang ingin membangun pabriknya di Jawa merupakan bentuk globalisasi dan untuk kepentingan ekonomi, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai tradisi, budaya dan etika masyarakat setempat. "Dengan kunjungan ke Jerman ini, maka kita bisa bertukar informasi, dan mungkin membangun kesadaran masyarakat dan ide inisiatif”, tegas Mertes.
Selain di Köln, pemutaran film berlangsung di kota Göttingen, Hamburg, Bremen, Münster, Berlin, Heidelberg, Leipzig, Greifswald dan Freiburg.
(Ed:Purwaningsih/Setiawan)