Sandiaga Uno: Target Wisatawan Kita Ada di Upper Bracket
10 Maret 2023Pameran bursa pariwisata terbesar di dunia Internationale Tourismus-Börse (ITB) Berlin kembali digelar di Berlin, Jerman dari 7 hingga 9 Maret 2023. Pameran tahunan yang digelar sejak 1966 ini sempat dibatalkan saat pandemi Covid-19. Namun tahun ini, sekitar 5.500 perusahaan pariwisata dari lebih dari 160 negara kembali bertemu dan berkumpul. Indonesia pun tidak ketinggalan.
Meski Bali masih jadi tujuan wisata utama, pemerintah lewat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) berusaha mengusung 5 tujuan wisata superprioritas yang rencananya akan menyasar para turis berduit banyak dari mancanegara.
Lima tujuan wisata superprioritas itu masing-masing: Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Ada janji fasilitas mewah, akses terjangkau, dan ajang-ajang internasional di tujuan superprioritas itu.
Bagaimana ceritanya? Lantas, bagaimana pula penerapannya agar ramah lingkungan dan masyarakat setempat tidak malah terpinggirkan? DW Indonesia berkesempatan berbincang dengan Menteri Parekraf Sandiaga Uno di ITB Berlin tentang hal-hal tersebut.
DW Indonesia: Titik berat yang diambil oleh Indonesia pertama kali setelah pandemi dalam ITB Berlin kali ini apa dan mengapa?
Sandiaga Uno: Kami melihat ITB Berlin ini adalah event terbesar dari seluruh event pariwisata dan industri yang berkaitan dengan pariwisata dan perjalanan. Kita ingin menyampaikan kepada dunia melalui ITB Berlin, bahwa Indonesia membuka dan menggelar karpet merah untuk wisatawan-wisatawan dengan produk-produk wisata yang lebih berkualitas dan berkelanjutan pascapandemi.
Kami menyakini tahun ini target 7,4 juta wisatawan mancanegara bisa kita capai, dan dari ITB Berlin sendiri targetnya adalah 300.000 wisatawan, dengan total devisa pariwisata mencapai Rp5,2 triliun. Ini juga adalah bagian dari progress penciptaan 4,4 juta lapangan kerja baru di Indonesia. Jadi kehadiran kami di ITB Berlin untuk meningkatkan motivasi ujung tombak kita. Ada lebih dari 89 peserta dari Indonesia, mulai dari industri sampai kepada pemerintah daerah, pemerintah provinsi, kabupaten kota. Juga ada hotel restoran dan destinasi-destinasi baru selain Bali ada juga destinasi superprioritas Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang.
Melihat 5 destinasi wisata baru tersebut, apa ini berarti akan lebih menargetkan wisatawan kelas atas?
Ya, kita targetnya adalah wisatawan yang ada di upper bracket, up and up, karena mereka ini yang bisa menyesuaikan dengan harga tiket yang jauh lebih mahal, lama tinggal yang jauh lebih panjang, dan kebutuhan untuk belanja lokal yang lebih besar yang angkanya itu di sekitar 4.000 dolar (AS) lebih. Berarti kita akan terus bekerja sama dengan KBRI di Berlin untuk memastikan ada kerja sama dengan penerbangan langsung atau paling tidak satu stop, untuk menuju destinasi favorit yaitu Bali. Dan harapannya ditambah beyond Bali yaitu di 5 destinasi superprioritas, ditambah destinasi-destinasi lainnya yang merupakan favorit wisatawan Jerman dan Eropa.
Apakah ada perlakuan khusus terhadap 5 destinasi wisata tersebut?
Kita memberikan investasi tambahan Rp5,4 triliun untuk tahun ini dan tahun 2024 untuk menyelesaikan pembangunan infrastrukturnya. Targetnya dalam 5 tahun ke depan destinasi superprioritas ini akan dilengkapi dengan event-event berkelas internasional berskala dunia seperti F1 Powerboat di Danau Toba, kita juga menghadirkan MotoGP di Mandalika.
Tahun ini Borobudur menjadi tuan rumah ASEAN Tourism Forum dan Labuan Bajo menjadi tuan rumah ASEAN Summit. Likupang kita arahkan untuk ecotourism karena Likupang berada di Garis Wallace yang identik dengan keragaman hayati.
Bagaimana kesiapan akses menuju daerah-daerah tersebut?
Kunci daripada peningkatan destinasi, termasuk desa-desa wisata, adalah konektivitas dan jaringan telekomunikasi karena di era sekarang digitalisasi ini sangat penting. Pemerintah dengan inpres tentang pembangunan infrastruktur yang baru, bisa sekarang membangun dan bekerja sama dengan pemerintah daerah, akses-akses ke destinasi-destinasi wisata dan sentra ekonomi kreatif. Kita harapkan ini akan menjadi daya tarik utama untuk membuka kunjungan wisatawan yang lebih banyak yang nanti akan meningkatkan perekonomian lokal, membuka peluang usaha dan menciptakan lapangan kerja.
Yang sering menjadi masalah di banyak daerah wisata adalah gentrifikasi. Bagaimana mengantisipasi masalah ini di daerah-daerah tujuan wisata?
Kami membentuk kelompok-kelompok masyarakat sadar wisata, pokdarwis, yang terus mendorong, menjual keindahan alam dan keragaman budaya kita. Sehingga gentrifikasi ini tidak secara totalitas akan mendominasi karena yang akan dijual pada pariwisata era kekinian terutama di desa-desa wisata ini adalah justru keseharian masyarakat desa itu sendiri.
Seperti yang kita lihat di Bali, memang banyak wisatawan dari luar negeri, tapi upacara-upacara adat dan kearifan budaya setempat itu tetap dijaga. Di Borobudur juga seperti itu. Jadi, pimpinan-pimpinan di daerah juga harus memastikan bahwa ke orisinalan, keaslian adat-istiadat setempat tetap terjaga itu yang kita terus lakukan.
Bicara tentang isu keberlanjutan, bagaimana pengawasannya agar tidak menjadi greenwashing?
Sustainability ini menjadi satu ukuran yang sangat penting dalam pariwisata era baru. Quality and sustainability. Ini di mana sun, sea, and sand yang biasa dijual dari Indonesia tergantikan atau ditambah dengan serenity (keheningan), spirituality (aspek spiritualitas) dan sustainability (aspek keberlanjutan). Paket-paket wisata yang dikedepankan sekarang seperti ecotourism, tracking, glamping sampai paket-paket menanam mangrove untuk meng-offset carbon footprint dan emisi karbonnya ini sekarang banyak diminati.
Indonesia adalah negara pertama di Asean yang berkomitmen terhadap Glasgow Declaration dan akan mengurangi emisi karbon dari sektor pariwisata 50% di tahun 2035. Kita akan menjadi nett zero di 2045 dengan beberapa kegiatan utama, seperti tadi kegiatan produk wisata untuk meng-offset karbon dengan digitalisasi, memastikan penggunaan energi baru dan terbarukan, penggunaan kendaraan berbasis listrik, dan pengelolaan sampah dan konservasi wilayah serta pengelolaan air yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Di atas kertas begitu bagus dan cantik, pengawasannya sendiri seperti apa?
Tantangannya adalah enforcement. Tantangannya adalah bagaimana kita bisa menerapkannya di destinasi-destinasi. Ini butuh kolaborasi, butuh kerja bareng.
Soal digital nomad, sejauh apa kesiapan kita menghadapi fenomena ini?
Canggu telah terpilih menjadi salah satu top digital nomad destinations. Indonesia memiliki banyak sekali destinasi yang sangat layak dan ideal untuk remote working. Dari segi regulasi dengan Pak Dirjen yang baru kami terus sosialisasikan Visa Kunjungan sosial B 211 di mana visa ini bisa digunakan untuk kegiatan remote working, bisa digunakan untuk tinggal sampai dengan 6 bulan. Seandainya diperlukan tinggal yang lebih lama maka akan banyak opsi untuk para digital nomad menggunakan visa kunjungannya.
Yang ke-2 adalah jaringan infrastruktur. Dari segi digitalisasinya, dari segi jaringan telekomunikasinya, ini akan terus kita tingkatkan ke arah 5G.
Yang ketiga ekosistem. Bagaimana ekosistem digital nomad ini juga mampu untuk memberdayakan ekonomi lokal dan SDM-SDM kita. Baik itu dari segi pelayanannya maupun kelengkapan dan kehandalan dari ekosistem pendukung. Saya sudah mendapat permintaan dari beberapa perusahaan besar yang ingin memfasilitasi karyawan untuk bekerja dari lokasi-lokasi di Indonesia. Ini akan kita fasilitasi.
Memang yang terdengar itu 'kan yang negatif-negatif, sementara yang mayoritas justru yang lebih positif dampaknya terhadap perekonomian. Kita harapkan nanti setelah tinggal 6 bulan, mereka mulai melihat peluang usaha, berinvestasi, membuka lapangan kerja, melakukan teknologi transfer dan setelah berinvestasi usaha ini akan menambah signifikan terhadap output perekonomian kita.
Daerah mana yang diminati untuk para digital nomad?
Ada beberapa lokasi yang sangat populer ya, tentunya Bali di Canggu, Ubud, tapi sekarang sudah mengarah ke Tabanan dan ke Bali barat, Bali utara, dan Bali timur. Setelah itu ada permintaan untuk Yogyakarta dan sekitarnya, Bandung dan sekitarnya, tentunya Lombok. (ae/as)
Wawancara untuk DW Indonesia oleh Arti Ekawati dan telah diedit sesuai konteks.
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.