SBY dan Abbott Janji Pererat Hubungan
5 Juni 2014
Dalam pertemuan pertama setelah skandal spionase dan percekcokan seputar manusia perahu, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, mengakui hubungan kedua negara tidak selamanya berjalan mulus.
Yudhoyono menerima kunjungan singkat Abbott di pulau Batam sebelum ia bertolak ke Eropa. Keduanya sepakat, hubungan bilateral yang baik antara dua negara bertetangga adalah penting. Namun isu-isu historis, politis dan kultural yang bersifat sensitif bisa membebani hubungan tersebut, kata Abott.
"Betul, ada beberapa isu di antara kedua negara kita dalam bulan-bulan terakhir. Tapi saya yakin, kita masalah-masalah itu sedang menuju resolusinya," kata Abbott. "Sebuah resolusi yang memuaskan dan sukses."
Isu Penyeludupan Manusia
November silam Indonesia menurunkan derajat hubungan dengan Canberra usai laporan yang menguak aktivitas spionase militer Australia terhadap pembicaraan telepon Yudhoyono, ibu negara Ani dan delapan menteri. Kebijakan pemerintahan Abbott terkait pegungsi juga menambah keretakan.
Sejak berkuasa, Abbott berupaya mengimplementasikan kebijakan keras dengan memaksa perahu yang mengangkut pengungsi untuk memutar arah dan kembali. Selain itu ia juga berniat membeli kapal-kapal nelayan di Indonesia, karena khawatir digunakan oleh penyeludup untuk mengangkut pengungsi.
"Isu penyeludupan manusia juga sedang menuju resolusi karena kapal yang datang ke Australia kini sudah jauh banyak berkurang. Jadi saya yakin isu ini tidak akan mengganggu hubungan kami lagi," kata Abbott. Yudhoyono juga menekankan kedua pihak "tetap ingin menjadi tetangga yang baik."
Kode Etik Aktivitas Intelijen
Sementara tudingan penyadapan telepon yang sempat memicu protes juga ikut dibahas dalam pertemuan tersebut. Sejak skandal bergulir, Indonesia mendesak Australia menyepakati "Kode Etik" dalam aktivitas spionase antara kedua negara.
Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa mengklaim kode etik tersebut masih dibahas. Namun sifatnya tidak akan berubah, "yakni dengan prinsip yang sangat sederhana. Tidak ada lagi penyadapan telepon milik pemerintah kedua negara," ujarnya.
Tudingan penyadapan muncul dari dokumen diplomatik yang bocor melalui bekas agen National Security Agency, Edward Snowden.
rzn/hp (ap,afp)