Bagaimana Serunya Menjadi Mahasiswa Erasmus di Spanyol?
5 Desember 2018Irwan Oyong adalah mahasiswa Universitas AMIKOM Yogyakarta yang kini sedang menjalani program pertukaran mahasiswa di Murcia, Spanyol. Mahasiswa semester 5 jurusan Magister Teknik Informatika ini adalah wakil dari Indonesia dalam program Erasmus+ International Credit Mobility. Bagaimana pengalamannya menjadi bagian dari pertukaran mahasiswa Erasmus di Murcia, Spanyol? Berikut bincang-bincang DW dengan Irwan.
DW: Bisa kamu ceritakan secara singkat tentang program Erasmus+ International Credit Mobility ini?
Irwan: Erasmus+ International Credit Mobility adalah program mobilitas pendidikan tinggi jangka pendek untuk pelajar S1, S2 dan kandidat PhD selama 3 sampai 12 bulan. Program ini juga terbuka untuk staf pengajar dan administrasi, yang bisa mengikuti program ini selama lima hingga 60 hari. Indonesia merupakan salah satu partner countries dan Universitas AMIKOM Yogyakarta adalah salah satu home institution yang ada di Indonesia.
Bagaimana awalnya kamu mengetahui tentang kesempatan menjadi mahasiswa Erasmus di Murcia?
Perjalanan saya dimulai dari informasi yang datang dari salah satu dosen Magister Informatika di Universitas AMIKOM Yogyakarta, yaitu Ibu Dr. Kusrini, M.Kom. Pemanggilan ini merupakan salah satu proses dari seleksi bersama Universitas AMIKOM, yang kemudian dilanjutkan oleh International Relation Office dari Universitas Murcia sebagai tuan rumah dari program Erasmus+ International Credit Mobility ini. Tentunya saya merasa senang dan sekaligus kaget dengan kepercayaan yang diberikan, tetapi saya mencoba mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat baik untuk proses seleksi berikutnya, and here I am!
Apa saja persyaratan yang harus kamu penuhi?
Seleksi yang dilakukan oleh pihak Erasmus+ dari Universitas Murcia merupakan seleksi yang bersifat document-based. Hal ini terlihat lebih mudah dari proses wawancara atau pun tes tertulis, namun juga berarti bahwa pemohon diminta untuk mempersiapkan dokumen dengan sebaik mungkin.
Persyaratan dokumen yang perlu dipenuhi adalah paspor yang masih berlaku, curriculum vitae (CV) dalam format Europass, bukti terdaftar sebagai mahasiswa di home institution, transkrip nilai sementara, transkrip nilai S1 karena kebetulan saya mendaftar untuk program studi S2, Letter of Motivation (LoM), sertifikat TOEFL/kemampuan bahasa Inggris yang memenuhi syarat akademis dari program ini -untuk kasus saya kemarin minimal adalah level B1-, dan sertifikat bersifat akademis atau sertifikat bukti keikutsertaan program mobilitas lainnya. Selain itu, untuk berhak mengikuti program ini, pemohon diharuskan terdaftar di salah satu home institution dan telah menyelesaikan tahun pertama dari studinya.
Dalam proses memenuhi semua persyaratan yang diminta, bagian mana yang paling memakan banyak waktu? Kenapa?
Dari semua persyaratan, mungkin yang paling banyak memakan perhatian itu CV dan LoM ya. Karena saya merasa bahwa prestasi akademis antara satu pemohon dan yang lainnya tidak akan jauh berbeda, sehingga dari kedua persyaratan inilah (CV dan LoM) saya harus bisa lebih menonjol dan meyakinkan mereka bahwa saya layak untuk menerima kesempatan ini. Meskipun menulisnya dapat dilakukan dalam waktu sebentar, tetapi membangun dan menyiapkan CV yang baik dan berkualitas membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Apa tips dan trik yang bisa kamu bagikan untuk sahabat DW yang akan melamar beasiswa terutama agar CV dan LoM bisa berkesan?
Dengan asumsi bahwa selalu ada yang lebih baik di bidang akademik standar, maka diperlukan usaha lebih untuk dapat menonjol dan berbeda dari pemohon lainnya. Selain memiliki transkrip nilai yang baik, berusahalah untuk mengikuti kegiatan atau program di luar akademik standar, seperti pengembangan diri, proyek sosial dan menulis publikasi akademik yang dipresentasikan di konferensi nasional maupun internasional, karena hal-hal tersebut akan menjadi komponen pembangun yang mencolok di CV kita. Meskipun kita tidak pernah tahu kriteria utama yang dipakai oleh penyeleksi di setiap programnya, tetapi mencari pengalaman sebanyak-banyaknya tidak akan pernah sia-sia.
Sekarang mari berbicara tentang pengalamanmu di Spanyol. Ketika sudah sampai di Murcia, apa 'culture shock' yang kamu alami?
Wah banyak! Mulai dari yang sederhana seperti jam makan, terutama makan siang jam 14:00 dan makan malam jam 21:00. Perlu waktu sekitar satu minggu untuk saya bisa menyesuaikan dan mengikuti tempo pengisian perut mereka.
Kemudian satu syok positif yang saya alami adalah sangat didahulukannya pejalan kaki. Karena memang di sini penggunaan kendaraan pribadi bukanlah hal yang umum. Transportasi publik sudah sangat cukup untuk mengantarkan kita ke seluruh pelosok Murcia, sehingga dari situ juga timbullah kebiasaan yang sehat, yaitu jalan kaki ke mana-mana dan hilangnya ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.
Hal lain yang masih menjadi salah satu kesulitan saya adalah gap bahasa. Penggunaan bahasa Inggris bukanlah hal yang umum di negara ini, sehingga saya harus cepat belajar dan membiasakan diri menggunakan bahasa Spanyol agar dapat lebih baik berkomunikasi dengan petugas publik maupun masyarakat lokal.
Lalu sulitnya mencari makanan berbahan dasar nasi, berkuah, berbumbu kuat, dan pedas! Untungnya saya membawa beberapa bahan makanan dari Indonesia untuk menemani saya perlahan-lahan membiasakan diri dengan cita rasa makanan Spanyol yang tentunya sangat berbeda dengan makanan Asia terutama Indonesia. Tetapi setelah lidah saya terbiasa dengan makanan Spanyol yang ada, wah, está bueno!
Bagaimana pengalaman dengan teman-teman asing (sesama mahasiswa Erasmus) dan teman-teman mahasiswa lokal?
Sangat menyenangkan, ya. Awal mulanya kita banyak bergaul dengan sesama mahasiswa Erasmus karena punya banyak kepentingan yang sama, mulai dari mengikuti sesi orientasi, mendaftarkan diri di sekretariat kampus hingga membuka rekening bank Spanyol. Kami saling membantu karena sebagian besar belum familiar dengan negara Spanyol, bahkan benua Eropa. Sedangkan untuk mahasiswa lokal, kita punya lebih banyak waktu karena rutin bertemu di kelas. Dari apa yang saya alami, mahasiswa lokal di sini sangatlah baik dan terbuka untuk memberikan bantuan, terutama dari segi bahasa. Mereka bahkan menawarkan diri untuk membantu mengerjakan tugas.
Jika boleh dibandingkan, apa hal yang bisa ditiru Indonesia atau apa yang bisa universitas di Indonesia lakukan lebih baik dalam bidang pendidikan terutama dalam jurusan studi kamu?
Secara umum, menurut saya proses belajar mengajar kurang lebih sama ya. Tetapi yang cukup berbeda dan saya sangat yakin bisa diadaptasi dengan baik adalah penunjang administrasi dan akademiknya. Universitas Murcia memiliki sebuah sistem informasi bernama Aula Virtual, yang mencakup hampir segala sesuatu yang dibutuhkan mahasiswa yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Mulai dari penyebaran berbagai pengumuman, penjadwalan kelas, manajemen dan penyampaian tugas, manajemen dan penyampaian ujian, juga panel percakapan global maupun personal. Hampir dua bulan saya mengikuti perkuliahan, belum ada penggunaan kertas untuk penyampaian tugas karena semuanya dilakukan secara digital. Sistem ini terbagi untuk setiap mata kuliah yang kita ikuti, sehingga saya rasa komunikasi antara dosen dan mahasiswa tidak bisa terjalin lebih baik lagi dari ini. Dengan diterapkannya sistem seperti ini, secara tidak langsung mahasiswa dituntut untuk mandiri dan terus aktif mencari informasi karena yang dapat membantu dirinya dalam hal ini adalah dirinya sendiri.
Dari semua mata kuliah yang kamu ambil di sini, apakah mata kuliah tersebut tidak diajarkan di Indonesia, atau kalau ya, apakah ada perbedaan mencolok?
Di program ini saya mengambil empat mata kuliah, yaitu Semantic Web, Technologies for Developing Ubiquitous System, Principal of Secure Communications dan Mathematical Foundation of Computer Vision and Imaging. Dari yang saya ketahui memang ada beberapa mata kuliah yang berbeda ya antara jurusan Teknik Informatika di Indonesia dan di Spanyol, karena disesuaikan dengan tren dan konsentrasi kurikulum dari setiap universitas. Yang saya alami, fokus utama Universitas Murcia di bidang Informatika adalah mengarahkan pembelajaran kepada penerapan di bidang Biomedicine/Medical Informatic. Dan bagi saya itu sangat lah keren!
Apa yang akan kamu bawa/bagikan ke Indonesia atau khususnya ke AMIKOM jika nanti kamu menyelesaikan program ini dan kembali ke Indonesia? Apakah ada rencana konkret?
Tentunya saya akan berusaha mengumpulkan segala sesuatu yang saya dapati lebih baik di sini, baik itu hal akademik maupun administratif yang saya rasakan sebagai mahasiswa. Seperti tren penerapan studi ke dunia nyata, penunjang proses belajar mengajar antara dosen dan mahasiswa, proses administrasi yang saya dapati lebih efektif dan hal lainnya yang akan saya temui nanti. Agar semuanya ini dapat menjadi masukan untuk Indonesia dan Universitas AMIKOM Yogyakarta khususnya dalam meningkatkan kualitas pendidikan tingginya, yang mana hal ini juga menjadi salah satu tujuan dari diadakannya program Erasmus+ International Credit Mobility ini.
Selain itu selama masa studi di sini saya juga akan berusaha mengumpulkan informasi tentang kerja sama yang bisa ditingkatkan antara Indonesia, Universitas AMIKOM Yogyakarta, Universitas Murcia dan Erasmus+ agar ke depannya lebih banyak lagi mahasiswa yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan apa yang sudah saya dapatkan. Karena saya yakin perjalanan ini akan menjadi salah satu semester terpenting dalam kehidupan saya dan besar harapan agar lebih banyak teman-teman lain yang beruntung untuk bisa mendapatkannya!
(na/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.