After Hitler: Pameran di Bonn tentang Orang Jerman dan Nazi
27 September 2024Pada 1932, seorang pemahat Hedwig Maria Ley, merupakan seorang simpatisan Nazi. Dia membuat patung resmi pertama dari bakal penguasa dan diktator Jerman, Adolf Hitler.
Partai Nazi menjadikan patung hasil karyanya itu sebagai model untuk menggambarkan sang pemimpin selama masa pemerintahannya yang terkenal kejam. Setelah kematian Hitler dan kekalahan Jerman dalam Perang Dunia ke-II (PD II), Hedwig Maria Ley menguburkan patung itu di kebunnya.
Dua puluh tahun berlalu, seorang kerabat dari tukang kebunnya menggali patung tersebut dan meletakkannya dengan bangga di atas perapian di ruang tamunya, di mana patung itu bertahan hingga tahun 1980-an.
Kekaguman terhadap pemimpin Nazi itu begitu kontras dengan pandangan generasi muda tahun 1970an, yang ingin memisahkan diri dari generasi terdahulu yang bersimpati pada fasisme Jerman.
Perbedaan generasi ini menjadi dasar bagi pameran baru, "After Hitler: Germany's Reckoning with the Nazi Past” atau Setelah Hitler: Penilaian Jerman Terhadap Masa Lalu Nazi, yang kini dipamerkan di museum sejarah Haus der Geschichte di bekas ibu kota Jerman, Bonn.
Kisah patung Hitler karya Hedwig Maria Ley itu adalah salah satu fitur pameran yang menelusuri pergeseran sikap orang Jerman terhadap Nazisme dalam kurun waktu hampir 80 tahun. Hal itu menggambarkan bagaimana sebagian orang Jerman masih mengagumi sang diktator yang menyulut kekejaman Holocaust.
Sementara generasi muda yang populer dissebut "68er” justru menyesalkan dan menolak sikap simpati para orang tua mereka terhadap Nazi. Namun situasi sekarang pun mulai bergeser. Pameran "Setelah Hitler” ini menunjukkan bagaimana partai politik sayap kanan seperti AfD kembali bangkit di Jerman.
Apakah para 'pengikut Nazi' hanya bertindak di bawah perintah?
Setelah PD II, banyak orang Jerman yang ingin menghapus kenangan tentang Hitler, termasuk dengan mengganti nama jalan yang mengenang Hitler, tempat kelahirannya, dan lain sebagainya.
Ketika generasi penyintas sibuk membangun kembali kehidupan mereka di Jerman pascaperang, kebanyakan dari mereka memilih untuk tidak membahas masa lalu di periode gelap tersebut.
Penjajah sekutu yang menyalahkan Nazi atas kejahatan perang itu juga menganggap banyak warga Jerman secara sukarela bekerja untuk rezim Nazi. Namun, karena berbagai alasan, masih banyak penyintas yang tetap berkarir dalam pekerjaan mereka setelah perang berakhir di ibu kota Jerman Barat saat itu, Bonn.
Film-film yang mengungkap kamp konsentrasi dan kekejaman Nazi kemudian menjadi semacam tontonan wajib bagi warga Jerman Barat, tetapi berbeda halnya dengan situasi di Republik Demokratik Jerman, yang lebih dikenal sebagai Jerman Timur. Di sana, Partai Persatuan Sosialis Jerman SED menyebarkan mitos bahwa mantan Nazi hanya ada di Barat. Di Jerman Timur yang sosialis, seakan-akan tidak ada dosa masa lalu itu dan warganya dibebaskan dari rasa bersalah.
Perspektif terhadap para pelaku
Pameran "Setelah Hitler” di Bonn ini juga mengeksplorasi konteks politik dan sosial dari empat generasi di Jerman yang masih mencoba untuk mengelola masa lalu Nazi dengan cara yang berbeda.
Di antara bahan arsip yang dipamerkan, ada rekaman seorang reporter televisi pada 1962 yang bertanya kepada orang-orang di jalan tentang pendapat mereka terhadap orang Yahudi. Beberapa orang secara terbuka mengatakan kepada reporter itu bahwa orang Yahudi seharusnya tidak diizinkan bekerja di pemerintahan federal, atau menyebut "jumlah mereka (orang Yahudi) terlalu banyak,” dan bahkan ada yang mengatakan bahwa "orang Yahudi memang pantas dianiaya.”
Pernyataan-pernyataan rasis ini muncul dari generasi pelaku kekuasaan dan kejahatan Nazi.
Pada 1965, beberapa kuburan di pemakaman Yahudi di kota Bamberg, negara bagian Bayern, mengalami perusakan. Lima tahun kemudian, sebuah serangan mengakibatkan sebuah rumah jompo milik komunitas Yahudi di München terbakar dan menewaskan tujuh orang penyintas Holocaust yang tinggal di sana. Ini adalah salah satu dari ratusan serangan antisemitisme pada masa itu.
Salah satu bagian dari pameran di Bonn ini menggambarkan kehidupan sosial para generasi anak-anak di tahun 1960-an dan secara kritis mempertanyakan perang orang tua mereka pada masa kekuasaan Hitler dan Nazi.
Pencarian kebenaran tentang era Nazi kemudian menjadi bagian dari budaya populer. Pada 1979, dua puluh juta orang Jerman berusia empat belas tahun ke atas menonton film miniseri buatan Amerika Serikat (AS) "Holocaust”. Setelah film yang memenangkan beberapa penghargaan itu disiarkan, puluhan ribu orang menghubungi stasiun siaran dan mengatakan bahwa film itu telah membuka mata dan mengubah pandangan mereka.
Banyak di antara para penonton film tersebut adalah bagian dari generasi berikutnya, cucu-cucu dari generasi "Nationalsozialismus" yang tumbuh pada era 1980-an dan 1990-an.
Menceritakan kisah para korban
Pameran "Setelah Hitler” ini juga memberikan ruang signifikan bagi kisah-kisah pascaperang dari mereka yang menderita di bawah Nazisme.
Di antara sekitar 500 benda yang dipamerkan, terdapat sebuah tiket transportasi umum berwarna cokelat yang terlihat biasa saja. Tiket itu adalah milik Erna Meintrup, penyintas ghetto Theresienstadt, kamp transit sebelum berakhir di kamp konsentrasi Nazi. Tiket itu adalah bukti kepulangan Meintrup ke kampung halamannya di Münster.
Namun, seperti kebanyakan korban yang menyimpoan trauma, Erna Meintrup tidak berbicara banyak tentang masa penahanannya.
Sebuah sepeda milik seorang anak laki-laki Yahudi yang diberikan kepada seorang teman untuk disimpan, juga turut dipamerkan. Tahun 2007, teman yang sudah lanjut usia itu memberikan sepeda itersebut ke sebuah toko buku antik, setelah ia menghabiskan beberapa dekade dengan sia-sia menunggu teman Yahudinya kembali untuk mengambil sepeda itu.
Di samping sepeda itersebut, ada sebuah koper yang penuh dengan dokumen dan barang-barang yang penuh kenangan. Hanya itu yang tersisa dari sebuah keluarga Yahudi yang dikirim ke kamp konsentrasi Regensburg di negara bagian Bayern. Seorang karyawan dari keluarga itu menyimpan koper tersebut dan di dalamnya terdapat surat-surat yang ditulis oleh di kamp Nazi sebelum mereka dibunuh.
Pendekatan pada topik ini tidak terlalu banyak menyentuh cara pandang politik, tetapi lebih banyak melalui "benda-benda yang menceritakan kisah pribadi,” kata Hanno Sowade, kurator pameran.
Ideologi sayap kanan tetap hidup
Anggota generasi keempat yang harus hidup berdampingan dengan era Nazi lahir setelah reunifikasi Jerman pada 1990. Banyak di antara mereka yang berasal dari keluarga imigran juga tidak memiliki hubungan dengan tema Nazi. Namun kaum muda semakin "memahami sejarah Nationalsozialismus sebagai peringatan untuk masa kini,” kata penyelenggara pameran. "Mereka berdemonstrasi menentang populis sayap kanan dan mengenang para korban kekerasan ekstremis sayap kanan.”
Meski demikian, banyak anak muda yang terlibat dengan ideologi sayap kanan dan neo-Nazi, terutama melalui media sosial. Pertengahan 2023, seorang ekstremis sayap kanan membakar sebuah kotak telepon yang telah dikonversi dan berisi buku-buku tentang Nationalsozialisme, sekaligus perangkat audio dengan kutipan dari buku harian korban Holocaust Anne Frank.
Kotak telepon itu terletak di dekat tugu peringatan "Gleis 17” di distrik Grunewald, Berlin barat, sebuah peron kereta api tempat ribuan orang Yahudi dideportasi ke kamp-kamp Nazi untuk dibunuh.
Hampir 80 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia ke-II, pameran di Bonn ini menggambarkan konfrontasi orang Jerman dengan masa lalu gelap eraNazi, di tengah kebangkitan ekstremis sayap kanan seperti AfD. Hitler mungkin telah tiada, tetapi warisan fasisnya masih tetap hidup.
Pameran "After Hitler” akan berlangsung hingga 26 Januari 2025 di museum sejarah Haus der Geschichte di Bonn.
Artikel ini diadaptasi dari artikel DW bahasa Polandia