1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikInggris

Siapa Humza Yousaf, Perdana Menteri Baru Skotlandia?

30 Maret 2023

Humza Yousaf adalah warga kulit berwarna pertama dan muslim pertama yang jadi Perdana Menteri Skotlandia. Dia berjanji hidupkan kembali upaya kemerdekaan Skotlandia. Apa tantangannya?

https://p.dw.com/p/4PS3H
Humza Yousaf, Perdana Menteri Skotlandia, menggantikan Nicola Sturgeon
Humza Yousaf, Perdana Menteri Skotlandia, menggantikan Nicola SturgeonFoto: Jane Barlow/REUTERS

Humza Yousaf telah mendobrak tirai pembatas terbesar di Skotlandia. Terpilih sebagai perdana menteri baru, pria berusia 37 tahun itu menjadi warga kulit berwarna pertama dan muslim pertama yang menduduki jabatan puncak di pemerintahan Skotlandia.

"Kakek-nenek saya melakukan perjalanan dari Punjab ke Skotlandia lebih dari 60 tahun yang lalu. Sebagai imigran di negara ini, yang nyaris tidak bisa berbahasa Inggris, mereka tidak bisa membayangkan dalam mimpi terliar sekalipun bahwa cucu mereka suatu hari akan menjadi perdana menteri," kata Yousaf dalam pidatonya pada hari Senin (27/03) setelah mengamankan suara mayoritas untuk menggantikan Nicola Sturgeon sebagai pemimpin Partai Nasional Skotlandia (SNP).

Politisi perempuan Inggris bernama Zara Mohammed mengatakan terpilihnya Yousaf adalah "kesempatan penting, tidak hanya bagi Skotlandia, tetapi bagi muslim di seluruh Inggris." Mohammed sendiri juga adalah seorang muslimah pendobrak.  Ia menjadi orang Skotlandia pertama, perempuan pertama dan orang termuda yang pernah mengepalai Dewan Muslim Inggris.

Kemenangan Yousaf kirimkan "pesan lantang"

"(Kemenangan) ini mengirimkan pesan yang lantang mengenai politik kita, tentang siapa yang bisa menjadi perdana menteri dan siapa yang bisa memimpin bangsa," ujar Zara Mohammed kepada DW. "Kita sangat terbiasa dengan adanya stereotip dan berita utama bernada negatif, utamanya seputar muslim."

Pada tahun 2016, Yousaf menarik perhatian dunia saat dia mengucapkan sumpah parlemen dalam bahasa Urdu sambil mengenakan kilt, pakaian tradisional Skotlandia.

Zara Mohammed
Zara Mohammed menjadi orang Skotlandia pertama, perempuan pertama dan orang termuda yang pernah mengepalai Dewan Muslim Inggris.Foto: Privat

Dengan terpilihnya Yousaf, ini berarti pemerintahan di Skotlandia, Inggris secara keseluruhan, dan negara tetangganya yakni Irlandia, kini semuanya dipimpin oleh laki-laki keturunan Asia. Rishi Sunak adalah Perdana Menteri Inggris, sedangkan Leo Varadkar adalah Taoiseach atau Perdana Menteri Irlandia.

Zara Mohammed mengatakan bahwa dalam konteks Inggris, mereka yang telah bermigrasi beberapa dekade lalu dan melawan rasisme dan diskriminasi, harus diberi ucapan terima kasih. "Ini bukti kerja keras dan ketekunan mereka untuk tidak menyerah," kata Mohammed. "Butuh beberapa generasi untuk sampai ke titik ini dan tekad yang besar untuk bisa mewujudkannya."

Yousaf dikritik saat menjabat Menteri kesehatan Skotlandia

Yousaf telah menjabat sebagai anggota Parlemen Skotlandia sejak 2011 dan pernah menghadapi kritik di masa lalu. Sebelum menjadi perdana menteri, dia pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan Skotlandia saat National Health Service tengah dalam krisis. Skotlandia telah lama memiliki tingkat kematian akibat narkoba tertinggi di Eropa dan harapan hidup paling rendah di Eropa Barat.

Oleh beberapa orang, Yousaf dituduh rawan menimbulkan blunder. Selama kampanyenya, Yousaf pernah bertanya "Mana kaum laki-lakinya?" kepada sekelompok perempuan pengungsi dari Ukraina yang terpisah dari suami mereka akibat perang.

Dosen politik Paul Anderson mengatakan Humza Yousaf akan punya banyak tantangan setelah kemenangannya. "Dia harus mencoba dan menyatukan partainya, yang tampaknya telah terpecah dan tercabik-cabik selama kampanye ini," menurut Anderson.

Anderson juga berpendapat bahwa pemimpin baru ini mengisi jabatan tokoh sebelumnya yang sulit tergantikan. Nicola Sturgeon sebelumnya telah menjabat sebagai Perdana Menteri Skotlandia selama delapan tahun sebelum mengundurkan diri secara mengejutkan pada bulan lalu.

"Apa pun pendapat Anda tentang dia (Sturgeon), dia adalah orator ulung," kata Anderson kepada DW. "Dia pembicara publik yang sangat baik, populer bahkan di wilayah lain di Kerajaan Inggris. Jadi, gaya kepemimpinan seperti itu menurut saya sangat penting dan ini yang akan hilang dalam politik Skotlandia dan SNP."

Nasib kemerdekaan Skotlandia di bawah Yousaf

Sejumlah pihak berpendapat bahwa pengunduran diri Sturgeon dapat memundurkan gerakan kemerdekaan Skotlandia. Sejak tahun 1990-an, pemerintah Skotlandia di Edinburgh punya kekuasaan untuk mengambil keputusan di berbagai bidang, termasuk pendidikan dan kesehatan.

Perdebatan tentang apakah Skotlandia merdeka secara politik dari Inggris, Wales, dan Irlandia Utara pernah mencapai puncaknya pada tahun 2014. Saat itu, warga Skotlandia punya kesempatan memilih dalam referendum untuk memerdekakan diri. Namun 55% memilih untuk tetap di bersatu dengan Kerajaan Inggris. Yousaf telah berjanji untuk kembali meningkatkan aktivitas di sekitar isu ini.

Lucy Beattie menjalankan pertanian di utara Skotlandia. Dia ingin melihat kemerdekaan dalam hidupnya dan mengatakan terpilihnya Yousaf tidak memupuskan harapannya. Beattie berpikir bahwa keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa pada tahun 2016 berarti adanya perubahan bagi warga Skotlandia, yang sebagian besar memilih untuk tetap berada di dalam UE. Menurut Beattie, pemungutan suara harus kembali diadakan. "Menurut saya, semangat orang untuk hal ini tidak akan pernah mati," katanya kepada DW. 

Dituding "kaset baru lagu lama"

Namun tetap saja tidak ada jalur hukum yang jelas menuju kemerdekaan Skotlandia dan sekitar setengah dari populasi Skotlandia ingin tetap bergabung dengan Kerajaan Inggris. Mahkamah Agung Inggris baru-baru ini memutuskan Skotlandia tidak bisa mengadakan referendum baru tanpa adanya persetujuan dari pemerintah di London.

Masalah lain yang juga muncul seputar isu kemerdekaan adalah lawan politik Yousaf menuduhnya membuang-buang waktu dan modal politik yang berharga untuk masalah yang dianggap telah diselesaikan bertahun-tahun lalu.

"Alih-alih menetapkan platform untuk fokus pada prioritas nyata Skotlandia, Humza Yousaf mengonfirmasi bahwa dia ingin melanjutkan konflik konstitusional dengan pemerintah Inggris," kata Douglas Ross, pemimpin partai oposisi Skotlandia kepada anggota parlemen di Edinburgh pada hari Selasa (28/03). "Kasetnya baru, tetapi lagunya tetap sama," ujarnya. ae/hp

Finlay Duncan turut berkontribusi dalam artikel ini.