Stadion Bongkar-Pasang Qatar bagi Piala Dunia Berkelanjutan
27 November 2021Di Montreal, Kanada, stadion utama Olimpiade Musim Panas 1976 dulu dikenal dengan sebutan penuh kekaguman, The Big O. Namun stadion itu kini lebih dikenal sebagai The Big Owe atau Si Utang Besar, karena dana yang terus-menerus mengalir, dicurahkan untuk pemeliharaannya.
Si Utang Besar ini butuh waktu 30 tahun untuk melunasinya. Atap terbaru untuk tempat tersebut diperkirakan menelan biaya ratusan juta dolar. Sebuah film dokumenter dari CBC baru-baru ini bercerita tentang struktur yang sekarang berusia 45 tahun itu. CBC bahkan memberi judul The Big Woe, atau Si Celaka Besar.
Ini adalah salah satu dari banyak stadion yang pembiayaannya diserahkan kepada pembayar pajak dan pemerintah di seluruh dunia untuk acara besar seperti Piala Dunia dan Olimpiade. Tempat-tempat ini sekarang jarang digunakan, para klub sepak bola cenderung bermain di kota masing-masing di hadapan sejumlah kecil penggemar.
Stadion kelas dunia adalah struktur megah dan spektakuler yang dimaksudkan untuk menginspirasi, memicu kekaguman, menyambut penggemar, dan menyediakan tempat untuk kompetisi atau hiburan.
Namun jelas bahwa stadion dimaksudkan untuk berdiri dan kosong begitu saja dalam waktu lama. Jika dibiarkan, stadion ini akan menyedot uang pembayar pajak untuk biaya pemeliharaan. Stadion juga akan bertambah tua, sering kali tampilannya memburuk.
Selamat datang di Stadion 974
Di Qatar, ada sebuah stadion yang disebut-sebut bisa dibongkar-pasang. Nama stadion untuk Piala Dunia FIFA 2022 di Qatar ini diambil dari nomor panggilan telepon untuk negara tersebut. Selain itu, nama juga terinspirasi dari jumlah kontainer pengiriman material pembangunan stadion itu. Qatar menyebut Stadion 974 sebagai sebuah terobosan untuk penyelenggaraan acara besar yang berkelanjutan.
Stadion 974 akan menjadi salah satu dari delapan stadion Piala Dunia yang menampung 32 tim nasional dari total 64 pertandingan antara hari pembukaan pada 21 November dan final kejuaraan pada 18 Desember 2022.
Stadion baru ini digadang telah dibangun dari bahan daur ulang atau dapat didaur ulang, serta bisa dibongkar dan dipindahkan setelah Piala Dunia 2022 berakhir pada bulan Desember, ketika stadion ini tidak lagi dibutuhkan.
"Jika Anda melihat segala kritik atas semua stadion besar yang dibuat di seluruh dunia, dan tidak lagi digunakan, ini, ya, ini berguna," kata Zeina Khalil Hajj, juru kampanye dan ahli Timur Tengah dari 350, sebuah organisasi global yang berfokus pada krisis iklim.
Hajj mengatakan bahwa Stadion 974 Qatar layak mendapat penghargaan karena berpotensi dibongkar dan dibangun kembali. Namun ia juga menyebutnya sebagai langkah kampanye kehumasan yang cerdas dari negara yang terkenal sebagai penghasil CO2 per kapita terbesar per orang di dunia. "Yang mereka lakukan hanyalah 'mesin kehumasan' ini," ujar Hajj.
Sedangkan Bodour Al-Meer, kepala bidang keberlanjutan untuk komite penyelenggara lokal di Qatar, mengatakan negara itu berusaha untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan.
Komite Tertinggi Qatar, sejalan dengan organisasi sepak bola dunia FIFA, mengatakan bahwa Piala Dunia 2022 akan menjadi acara netral karbon. Dokumen strategi keberlanjutan acara itu berfokus pada mitigasi emisi, stadion hemat energi, rendahnya biaya transportasi - sebagian karena semua stadion berada sangat dekat dengan pusat kota Doha - dan praktik pengelolaan limbah berkelanjutan.
Keberlanjutan atau greenwashing?
Semua tujuan ini bisa dipuji, kata Phillipp Sommer, direktur ekonomi sirkular untuk organisasi Environmental Action Germany yang dikenal di Jerman sebagai Umwelthilfe.
Tapi menurutnya, mengimbangi "emisi yang tidak dapat dihindari" dengan menanam satu juta pohon seperti yang dijanjikan Qatar - alih-alih menggunakan tenaga surya atau energi angin untuk menerangi dan mendinginkan tujuh dari delapan stadion - tidaklah bersifat berkelanjutan.
"Ini seperti greenwashing hanya untuk mengkompensasi," kata Sommer dalam sebuah wawancara DW.
Piala Dunia 2022 telah diundur selama lima bulan untuk menghindari sengatan musim panas. Namun Qatar masih diperkirakan akan menggunakan AC bertenaga bahan bakar fosil di stadion terbuka pada November dan Desember tahun depan. Ini pula yang mereka lakukan di pusat perbelanjaan luar ruangan, pasar, dan di sepanjang trotoar yang sibuk.
Mengapa tidak gunakan stadion yang ada?
Sommer percaya pada saat isu perubahan iklim menjadi perhatian utama, masih terus ada desakan bagi negara-negara tuan rumah untuk membangun struktur bangunan baru yang megah untuk acara besar seperti Piala Dunia dan Olimpiade.
"Pertama saya akan mengajukan pertanyaan, apakah benar-benar perlu membangun stadion hanya untuk satu tujuan," kata Sommer.
"Jadi mereka berencana untuk membongkarnya nanti… Tapi tidak bisakah pertandingan ini dimainkan di stadion yang sudah ada? Membangun stadion baru hanya untuk acara ini dan sudah merencanakan itu tidak akan digunakan lagi, karena Anda tidak membutuhkannya lagi, ya, itu bukan hal yang benar-benar berkelanjutan."
Namun insinyur asal Qatar, Bodour Al-Meer, menegaskan bahwa saat ini negaranya berada di jalur menuju keberlanjutan. "Kami memiliki rencana peninggalan (legacy) yang terperinci untuk setiap gedung baru yang kami bangun, termasuk stadion-stadion kami," ujar Bodour Al-Meer.
"Saya pikir strategi legacy bagi negara tuan rumah acara-acara besar akan menjadi lebih penting di masa depan sebagai dampak dari Qatar 2022." (ae/yp)