Stigma Ebola di Amerika
3 November 2014Perawat Kaci Hickox (33) yang sebelumnya bertugas menangani pasien ebola di Sierra Leone, dan terbukti negatif dalam tes virus maut itu. Setelah kembali ke Amerika Serikat, ia menjalani kehidupan seperti biasa: bersepeda, mengambil pesanan pizza dan nonton film bersama pacarnya.
Bagi pemerintah negara bagian Maine, tindakan perawat ini dianggap pelanggaran hukum. Gubernuh Paul LePage sebelumnya meminta agar perawat yang bertugas untuk organisasi humaniter Doctors Without Borders itu menjalani karantina selama 21 hari, sesuai masa inkubasi virus ebola. Tapi Hickox menolak, dengan alasan, haknya dilanggar karena dia bukan ancaman bagi orang lain. Perawat bersangkutan tidak menunjukan gejala infeksi ebola.
Kritik dan protes
Menanggapi stigma dan kewajiban karantina terhadap para relawan medis yang kembali dari tugas di kawasan wabah di Afrika Barat itu, organisasi bantuan humaniter mencemaskan efek buruk pada tugas Doctors Without Borders di kawasan epidemi.
"Para dokter dan perawat yang sukarela bertugas di kawasan wabah di Afrika Barat kini cemas dan bingung menanggapi apa yang akan mereka hadapi jika pulang ke Amerika," ujar Sophie Delaunay direktur eksekutif Doctors Without Borders Amerika Serikat.
Sementara organisasi perawat di California mengumumkan akan menggelar aksi protes, terkait kurangnya perlindungan bagi tenaga paramedis yang bertugas merawat pasien yang terinfeksi virus mematikan ebola.
Presiden Barack Obama juga sudah melontarkan kritiknya, terkait perintah karantina di sejumlah negara bagian terhadap para petugas medis yang kembali dari kawasan wabah.
as/yf (ap,rtr,dpa)