Supreme Court Ijinkan Larangan Perjalanan Trump
5 Desember 2017Mahkamah Agung Amerika Serikat atau Supreme Court memutuskan bahwa Presiden Donald Trump dapat menerapkan aturan larangan perjalanan bagi warga dari enam negara Muslim. Sebelumnya penerapan larangan ini ditunda oleh pengadilan yang lebih rendah. Negara-negara Muslim itu adalah Chad, Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman.
Pemerintahan Trump mengatakan, larangan tersebut sangat penting untuk melindungi keamanan nasional AS dan mencegah serangan teror. Pandangan ini mendapatkan dukungan kuat dari Mahkamah Agung dengan 7 hakim setuju dan 2 tidak setuju. Artinya, aturan itu dapat segera diterapkan, sambil menunggu permohonan banding.
"Kami tidak terkejut dengan keputusan Supreme Court hari ini yang mengizinkan segera penerapan Keputusan Presiden yang membatasi perjalanan warga dari negara-negara yang dengan risiko terorisme yang meningkat," demikian disebutkan dalam sebuah pernyataan dari Gedung Putih.
"Aturan itu baik dan penting untuk melindungi tanah air kita. Kami berharap dapat menyajikan pembelaan yang lebih lengkap atas aturan ini karena kasus-kasus yang tertunda berjalan melalui pengadilan," lebih lanjut dalam pernyataan.
Proses banding masih berlanjut
Dewan Hubungan Amerika-Islam CAIR, organisasi hak-hak sipil dan advokasi Muslim terbesar di AS, mengeritik keputusan tersebut.
"Keputusan ini mengabaikan konsekuensi yang sebenarnya bagi warga Amerika dan keluarga mereka di luar negeri yang dipaksakan oleh larangan Presiden Trump," kata Direktur Litigasi Nasional CAIR Lena Masri.
Supreme Court menyatakan, mengharapkan pengadilan banding yang lebih rendah mempercepat keputusan mereka. Sehingga dengan itu ada kemungkinan kebijakan tersebut dapat kembali diproses ke Mahkamah Agung dalam sebuah gugatan hukum lainnya melawan keputusan Gedung Putih.
Pengadilan San Francisco akan menggelar sidang banding kasus tersebut pada hari Rabu dan pengadilan Richmond pada hari Jumat mendatang.
Selain warga dari enam negara Muslim, larangan perjalanan itu itu juga mencakup warga dari Korea Utara dan sejumlah pejabat senior Venezuela.
Membela tanah air
Setelah keputusan Supreme Court hari Senin, Departemen Keamanan Dalam Negeri menyatakan: "Pembatasan perjalanan pemerintah terhadap negara-negara yang tidak memenuhi standar keamanan dasar dan tidak membagikan informasi penting kepada kami mengenai teroris dan penjahat, dirancang untuk membela tanah air dan menjaga agar warga Amerika tetap aman."
Larangan itu awalnya diberlakukan sementara selama 90 hari. Setelah ada gugatan, larangan tersebut sempat dihentikan tapi akhirnya diizinkan lagi pada bulan Juni lalu. Setelah masa 90 hari berakhir, pemerintag AS bulan September lalu membuat aturan pengganti dengan menambahkan Chad, Korea Utara dan Venezuela sertamenghapus Sudan.
Aktivis imigrasi dan hak-hak sipil menyatakan aturan itu pada dasarnya menargetkan umat Islam secara umum dan hal itu melanggar jaminan hak-hak agama yang berlaku di AS.
"Sangat disayangkan bahwa larangan itu dapat terus berlanjut sampai saat ini, namun aturan ini tidak sesuai dengan klaim kami. Kami akan terus membela kebebasan, kesetaraan, dan berjuang bagi mereka yang secara tidak adil dipisahkan dari orang yang mereka cintai," kata Omar Jadwat dari American Civil Liberties Union.