Tangkal Pandemi, Suku Asli India Cari Pengobatan di Hutan
8 Desember 2020Beberapa minggu lalu, Mukteshwar Kalo, seorang anggota suku Kondh berusia 58 tahun yang tinggal di desa Surupa, India, tiba-tiba terserang demam, batuk, dan nyeri. Gejala-gejala tersebut cukup menimbulkan kekhawatiran akan COVID-19. Tetapi Kalo tidak khawatir.
Istrinya merawatnya dengan memberikan obat yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan di hutan, yaitu berupa minuman herbal dari daun melati gandasuli yang dipercaya dapat menghilangkan demam dan nyeri, serta larutan ekstrak patragaja untuk meredakan batuk.
"Daun, akar, dan sumber daya lain yang dikumpulkan dari hutan kami, mampu menyembuhkan saya dalam waktu kurang dari seminggu," kata Kalo.
Direktur Eksekutif Vasundhara, sebuah organisasi nirlaba konservasi yang berbasis di Odisha, Y Giri Rao mengatakan bahwa melestarikan hutan, melindungi satwa liar, dan mengelola sumber daya alam dengan bijak, membantu menjaga kesehatan masyarakat adat.
"Suku-suku di wilayah itu telah melestarikan keanekaragaman hayati asli mereka dari generasi ke generasi melalui praktik yang dipimpin masyarakat," kata Rao.
Dengan lebih dari 9 juta kasus virus corona yang terkonfirmasi, India menjadi negara yang terkena dampak terparah kedua setelah Amerika Serikat (AS). Di negara bagian Odisha sendiri terdapat lebih dari 320.000 kasus COVID-19.
Kepala Badan Pemerintah Daerah untuk Surupa dan belasan desa lainnya, Bhimsen Kisan mengatakan bahwa tidak ada kasus infeksi corona yang berasal dari salah satu desa tersebut.
Dr Debananda Sahoo, asisten profesor kedokteran umum di All India Institute of Medical Sciences di Bhubaneswar, mengatakan pola makan alami penduduk desa adat memperkuat sistem kekebalan mereka, dan kebiasaan itu merupakan kunci menjauhkan virus.
“Berbagai varietas umbi-umbian, buah-buahan liar, daun, akar (dan) jamur yang dikumpulkan dari hutan dan rutin dikonsumsi masyarakat adat, mengandung nutrisi dan antioksidan yang tinggi,” ujarnya.
Solusi antiseptik
Ipsita Behera dari Banaja Banijya Sangha yang merupakan seorang pengepul hasil hutan di Surupa, mengatakan bahwa kebiasaan melestarikan sumber daya alam membuat masyarakat adat mandiri secara ekonomi.
Penduduk desa mengumpulkan tanaman dan buah-buahan sesuai dengan batasan, sehingga mencegah eksploitasi berlebihan, katanya. Menebang pohon untuk diambil kayunya dilarang. Masyarakat mendapatkan semua bahan bakar dari daun dan dahan kering yang sudah berjatuhan di hutan.
Manajemen sumber daya yang hati-hati ini membuat penduduk desa tidak berinteraksi dengan orang luar, sehingga mengurangi kemungkinan mereka terinfeksi virus corona, kata Behera.
Di Desa Surupa, Hirabati Kalo, ibu dari tiga orang anak, menunjuk pohon mahua sebagai contoh sumber daya yang dibutuhkan. Penduduk desa menggunakan bunga mahua untuk membuat larutan dengan kandungan antiseptik dan meminumnya dua sendok setiap hari sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari virus corona, kata Kalo.
Mereka juga menyemprotkan larutan tersebut di sepanjang pintu masuk dan keluar desa dan rumah mereka.
“Kami tidak pernah memetik bunga mahua dari pohonnya, tetapi menunggu sampai rontok setelah matang. Baru setelah itu kami mengumpulkannya dari tanah,” jelas Kalo.
Beberapa desa di negara bagian Chhattisgarh telah menemukan cara lain memanfaatkan bunga mahua untuk menangkal virus, termasuk membuatnya menjadi alkohol untuk pembersih tangan alami, kata Anubhav Shori, seorang aktivis hak adat di desa Mankeshri.
Tradisi dan ilmu pengetahuan
Dr. Rimita Dey, spesialis perawatan kritis yang merawat pasien COVID-19 di Rumah Sakit Peerless Kolkata, mengatakan obat-obatan tradisional dapat membantu para ilmuwan mengembangkan perawatan dan vaksin yang lebih efektif, dengan studi yang tepat.
"Nilai dan kemanjuran sistem dan tanaman tradisional seperti itu telah lama dikenal," katanya. "Tapi kita perlu melakukan penelitian dan uji coba yang lebih kuat ... terutama bahan yang digunakan, dosis dan konsentrasinya yang spesifik - untuk menetapkannya secara ilmiah."
Di Godrapara, sebuah desa di negara bagian Odisha, hingga saat ini nihil kasus COVID-19. Seorang tabib tradisional, Chamara Kisan, meyakini hubungan harmonis komunitasnya dengan alam telah melindungi mereka sejak pandemi corona merebak.
Salah satu pengobatan favoritnya untuk demam, batuk, dan pilek adalah dengan merebus daun tanaman herbal lokal yang disebut bhui neem, atau umumnya dikenal sebagai "raja pahit", untuk membentuk konsentrat yang dapat diminum dua kali sehari.
"Kami menjaga hutan dan hutan menjaga kami - apa yang perlu dikhawatirkan (dengan) COVID?" dia bertanya.
ha/rap (Reuters)