"Amarah" Ridwan Kamil Yang Mengubah Wajah Bandung
21 September 2018Di pintu masuk ruang Command Centre di Bandung yang futuristik, para pegawai terbiasa melepas sepatu sebelum memulai kerja agar tak mengotori karpet.
Di dalamnya operator memastikan sekitar 300 aplikasi ponsel yang dikelola pemerintah kota bekerja maksimal dan seluruh kanal media sosial dipantau buat menjaring keluhan penduduk. "Hewan liar masuk ke rumah sejauh ini aduan yang paling aneh," kata operator medsos, Dyar Dwiqi. "Ular, tawon dan bajing. Kami hubungi dinas pemadam kebakaran biar mereka yang menanganinya."
"Hal-hal seperti ini membuat pekerjaan saya lebih menarik," imbuhnya kepada Reuters.
Bandung Command Centre yang beroperasi selama 24 jam termasuk ke dalam kebijakan lima tahun pemerintah kota untuk mengurangi emisi Karbondioksida dan membuat kota terbesar ketiga di Indonesia itu lebih ramah lingkungan dan nyaman untuk ditinggali.
Kota-kota lain di tanah air sebenarnya juga sudah bereksperimen dengan proyek ramah lingkungan. Tapi kecepatan implementasi pemerintah kota Bandung dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup warga dinilai satu-satunya di Indonesia.
Baca Juga: Membangun Kota Kreatif, Bonn di Jerman Bisa Belajar Dari Bandung
Command Centre di Bandung misalnya dikelola oleh 27 operator yang antara lain bisa mengakses kamera lalulintas untuk mendeteksi titik kemacetan sejak dini. "Saya menikmati pekerjaan ini," kata Dwiqi. "Pekerjaan saya penting karena membantu warga mengakses layanan pemerintah."
Bandung menjelma jadi sebuah kota di era kolonialisme. Saat itu Belanda hanya merancang tata kota untuk menampung 300.000 penduduk. Namun populasi Bandung saat ini mencapai 2,4 juta manusia. Sekitar 1,4 juta kendaraan menyemuti jalan-jalan kota setiap harinya.
Akibatnya kota yang dikenal dengan sebutan Paris van Java itu tidak hanya berkutat dengan buruknya infrastruktur, tetapi juga moda transportasi publik yang terbatas dan banjir yang berulangkali melanda.
Kedekatan dengan ibukota dan jumlah lembaga pendidikan yang tergolong tinggi membuat Bandung menjadi salah satu kota studi paling digemari di Indonesia. Saat ini 60% populasi kota berusia di bawah 40 tahun. Sebab itu Bandung dianggap berpotensi menjaring investasi dan menjadi pusat inovasi di tanah air.
Baca Juga: Ilmuwan: Bandung dan Jakarta Bisa Selamatkan 1 Juta Anak Dari Kematian Dini
"Karena kotanya sangat menarik, orang-orang mengalir ke pusat kota," kata Tadashi Matsumoto, Koordinator Kebijakan Urban di Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Eropa (OECD). Keberadaan universitas berkelas berarti "kota ini memenuhi persyaratan dasar potensi ekonomi," imbuhnya lagi.
Salah satu faktor terbesar di balik transformasi Bandung adalah Ridwan Kami yang terpilih sebagai walikota 2013 silam dan kini menjabat gubernur Jawa Barat, klaim sejumlah pakar tata kota. Sebelum memangku jabatan publik, dia bekerja sebagai arsitek seusai menyelesaikan studi di University of California di Berkeley.
"Alasan utama kenapa saya terjun ke politik adalah karena saya marah sebagai warga," katanya. "Semua berada dalam kondisi buruk, banyak korupsi dan dan semua anak ingin pergi ke mall untuk bersenang-senang."
Untuk mengubah Bandung, Kamil memangkas birokrasi dan menciptakan kultur kerja yang inovatif dan berorientasi kinerja. Sejak 2013 dia meluncurkan 30 kebijakan baru yang kebanyakan diniatkan untuk mengurangi emisi Karbondioksida.
Baca Juga: Orangutan Merokok, Kebun Binatang Bandung Kembali Menjadi Sorotan Dunia
Salah satu Peraturan Daerah (Perda) yang digagas kang Emil mewajibkan pengembang membangun gedung yang efisien dalam penggunaan air dan energi, serta dilengkapi dengan fasilitas pemilah sampah untuk daur ulang dan mengelola ruang terbuka hijau untuk menyerap air ke dalam tanah.
Pemkot juga memastikan uji emisi terhadap kendaraan publik dan pribadi digelar setiap tiga bulan, kata Hery Antasari, Kepala Badan Perencanaan, Pembangunan dan Penelitian kota Bandung. Penduduk yang memiliki kendaraan berkadar emisi rendah mendapat stiker khusus agar diprioritaskan di semua area parkir.
Sebanyak 30 taman dan ruang terbuka hijau yang kini tersebar di Bandung juga ikut menyumbang pada kualitas hidup penduduk, terutama keluarga. Warga juga didorong untuk bergotong royong membersihkan jalanan dari sampah, membangun taman kecil di lingkungan tinggalnya dan membuka pertanian urban di halaman belakang atau di atap rumah.
Pemkot juga menyediakan bus sekolah gratis dan mulai memperlebar trotoar, serta memberlakukan hari bebas kendaraan. Adapun pedagang makanan kini dilarang menggunakan kemasan styrofoam dan supermarket secara perlahan diminta mengurangi plastik sekali pakai.
Baca Juga: Bagaimana Industri Tekstil Membunuh Sungai Citarum
Atas terobosan tersebut Bandung mendapat penghargaan Clean Tourist City Award dari Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Januari silam.
"Saat saya kecil, setiap hari saya melihat tetes embun di atas daun. Sekarang tidak ada lagi," kenang kang Emil. "Jejak karbon yang rendah adalah tujuan yang logis dan mulia," imbuhnya.
Siapapun yang menggantikannya memimpin Bandung, Ridwan Kamil berjanji akan membawa kebijakan hijau yang ia terapkan ke level yang lebih tinggi. "Semua kualitas terbaik di Bandung akan saya implementasikan sebagai standar untuk satu provinsi."
rzn/hp (Reuters)