Tewasnya Pebisnis Inggris Picu Skandal Politik Cina
17 April 2012Lima bulan setelah tewasnya pebisnis Inggris Neil Heywood yang memiliki hubungan erat dengan mantan ketua partai komunis Cina di Chongqing, istri Bo Xilai dituduh sebagai pelaku pembunuhan. Pengusaha Neil Heywood (41) tanggal 15 November 2011, diduga tewas akibat minuman yang diracun di sebuah hotel di kota Chongqing. Demikian laporan dua informan mengutip hasil penyidikan dari polisi, Senin (16/04).
Dalam darah pria Inggris berusia 41 tahun itu disebutkan ditemukan alkohol dalam dosis tinggi, dan jenazahnya dikremasi dengan cepat. Yang mengejutkan dalam kasus ini, istri Bo Xilai, kader pimpinan partai komunis Cina yang populer tapi sudah dicopot dari jabatannya, dituduh melakukan pembunuhan tersebut.
Pelarian uang ke luar negeri
Kedua informan yang menolak disebut namanya itu juga untuk pertama kalinya menyebutkan kemungkinan motif pembunuhan. Istri Bo, Gu Kailai, menurut mereka, dengan bantuan Heywood ingin menggelapkan uang ke luar negeri. Di situ terjadi perselisihan dan Heywood mengancam akan membuka kasus tersebut. Gu takut, jika kasusnya dibongkar, itu akan berarti akhir dari karir suaminya Bo Xilai, yang dulu disebut-sebut akan menduduki posisi tertinggi dalam Partai Komunis. Juga balas dendam atas sakit hati tampaknya ikut berperan.
Gu akhir tahun lalu meminta Heywood untuk membawa uang dalam jumlah besar ke luar negeri. Dikatakan sang informan lebih lanjut, dalam sengketa berapa besar bagian yang diperoleh Heywood, keduanya terlibat pertengkaran hebat. Setelah ancaman Heywood untuk mengungkap rencana penggelapan uang tersebut, Gu merancang aksi pembunuhan. Ia menuduh Heywood serakah.
Para informan berbicara dengan polisi penyidik di Chongqing, yang memberi tahu rincian penyidikan kasus tersebut. Chongqing adalah kota tempat Heywood terbunuh sekaligus tempat Bo Xilai, suami Gu menjadi populer sebagai pejuang anti korupsi. Gu sendiri kini berada dalam tahanan pemeriksaan. Ia dituduh melakukan pembunuhan atau merancang pembunuhan. Di Cina kasus pembunuhan terancam vonis hukuman mati.
Dyan Kostermans/afp/rtr
Editor : Agus Setiawan