Trauma Pengungsi Anak-Anak Dari Suriah
30 Agustus 2013"Kalau ada pesawat terbang lewat, anak saya langsung kaget. Kalau melihat laporan perang di televisi, dia menangis dan memegang ibunya. Mereka sering menangis", cerita Mohammad, seorang pengungsi dari Suriah. Delapan bulan lalu, insinyur berusia 47 tahun itu melarikan diri bersama keluarganya dari Suriah. Perang itu terlalu brutal, katanya.
Menurut lembaga bantuan pengungsi PBB UNHCR, ada sekitar dua juta penduduk Suriah yang sekarang mengungsi ke luar negeri. Lebih dari setengahnya adalah anak-anak.
Di sekolah anak-anak pengungsi, banyak gambar-gambar tentang peristiwa perang. Perempuan yang menangis karena suaminya tewas, helikopter tempur, tank, orang-orang yang ditembak mati. Gambar-gambar itu kebanyakan berwarna hitam dan merah.
Gambar-gambar berdarah
Tahun 2012, para ilmuwan dari Turki, Amerika dan Norwegia, meminta anak-anak pengungsi dari Suriah menggambar seseorang. Beberapa anak selalu menggambar air mata, darah atau senjata di gambarnya. "Anak-anak dari Suriah ini besar dengan perasaan takut, tidak percaya, tertipu", tulis tim peneliti Serap Ozer dan Selcuk Sirin di harian New York Times.
Di Pusat Pertemuan dan Pendidikan, BBZ di Kirikhan, Turki, gambar anak-anak sudah berubah. Gambar-gambar itu menunjukkan perempuan dengan jilbab, pria berdasi, orang-orang yang sedang tersenyum.
Anak-anak Mohammad sekarang sekolah di BBZ. Mereka menggambar berwarna-warni tidak hanya di kertas, melainkan juga di dinding sekolah. Banyak juga yang menggambar mukanya sendiri atau muka temannya. Seorang anak perempuan menggambar dua hati di pipinya. Ada anak laki-laki yang menggambar bendera suriah di dahinya.
Daya tahan tinggi
Peter Akman bekerja sebagai psikolog di BBZ. Sebelumnya dia bekerja selama enam tahun di Bulan Sabit Merah Turki. Dia sudah biasa bekerja dengan anak-anak pengungsi. Menurut Akman, pengalaman perang adalah pengalaman sangat traumatis bagi anak-anak. Terutama kalau mereka kehilangan rasa aman. "Mereka mendengar jatuhnya bom, melihat bagaimana rumahnya runtuh, terbakar, melihat orang tewas. Mereka lalu berpikir, orang tua saya tidak bisa melindungi saya lagi."
Tapi anak-anak punya daya tahan yang tinggi, kata Akman. Mereka bahkan sering punya daya tahan lebih kuat daripada orang dewasa. Mereka juga lebih mudah beradaptasi lagi dengan kehidupan biasa, karena mereka belum terlalu menyadari dampak peperangan. "Anak-anak sangat terbuka pada perubahan. Yang penting adalah dukungan keluarga."
Karena itu, BBZ juga menawarkan berbagai kursus untuk pengungsi dewasa. Mohammad sekarang belajar bahasa Turki dan Inggris. Selain itu ada pelatihan sepakbola, kursus teater dan banyak program lain.
Tempat pertemuan
Pusat pendidikan BBZ dikelola oleh organisasi Jerman, DVV International, dibantu oleh LSM Turki. "Di sini orang bisa belajar sesuatu yang berguna bagi masa depannya. Sambil melupakan sedikit pengalaman perang mereka"; kata Erdem Vardar dari DVV International.
BBZ baru dibuka pertengahan Agustus lalu. Tapi sekarang sudah ada 200 orang yang mendaftar. Tempat pertemuan dan pelatihan ini dibiayai oleh Kementerian Bantuan Pembangunan Jerman. "Pendidikan dan konsultasi psikologi perlu waktu lama", kata Vardar. Di sekitar Kirikhan ada banyak LSM yang memberi bantuan makanan dan obat-obatan kepada pengungsi. "Tapi pengungsi juga perlu tempat pertemuan, di mana mereka bisa berbicara dengan yang lain".
Mohammad sekarang merasa lebih tenang. "Saya sudah belajar menenangkan anak lelaki dan perempuan saya. Saya lebih sering memeluk mereka dan harus tetap tenang", katanya sambil tersenyum.