1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTurki

Turki Berupaya Menindak Kejahatan Terorganisir

26 Desember 2023

Penegakan hukum yang lemah, praktek pencucian uang, dan akses mudah terhadap kewarganegaraan membuat Turki semakin menarik bagi jaringan kriminal internasional.

https://p.dw.com/p/4aYjq
Foto ilustrasi Turki
Foto ilustrasi TurkiFoto: OZAN KOSE/AFP/Getty Images

"Hari ini kami menangkap tiga bos geng yang diburu secara internasional di Alanya dan Istanbul,” kata Menteri Dalam Negeri Turki Ali Yerlikaya di media sosial minggu lalu. Dia menyatakan siap berperang melawan kejahatan terorganisir. "Tidak peduli seberapa kuat geng-geng ini atau surat perintah penangkapan apa pun yang mereka terima, kami akan mencekik mereka."

Sejak Ali Yerlikaya menjabat pada bulan Juni lalu, hampir tidak ada satu hari pun berlalu tanpa penangkapan penjahat, termasuk pengedar narkoba, rentenir, penyelundup manusia, penipu, dan pencuri, serta para bos geng internasional besar yang telah terjun ke Turki dalam beberapa tahun terakhir.

Sekitar sebulan yang lalu, Yerlikaya mengumumkan bahwa polisi Turki telah berhasil melumpuhkan seluruh tingkat kepemimpinan geng motor bersenjata "Comanchero" yang aktif secara global. Di antara mereka yang ditangkap adalah beberapa orang yang diduga anggota dari Australia dan Selandia Baru, yang sedang diburu Interpol. Ali Yerlikaya bahkan memposting video penangkapan tersebut.

Menteri Dalam Negeri Turki, Ali Yerlikaya
Menteri Dalam Negeri Turki, Ali YerlikayaFoto: Ali Unal/AP Photo/picture alliance

Mengapa Turki?

Selama beberapa tahun terakhir, ada indikasi bahwa jaringan internasional telah membuat terobosan di Turki: penembakan, pembunuhan, termasuk beberapa jurnalis investigatif. Sebelum Ali Yerlikaya menjabat, hampir tidak ada penyelidikan atau tuntutan besar terhadap berbagai kasus ini.

Mendagri sebelumnya, Suleyman Soylu, dituduh memiliki hubungan dekat dengan anggota geng. Ketika Soylu menjabat, tokoh-tokoh geng terkemuka Turki dibebaskan dari penjara sehingga Turki berkembang menjadi surga bagi para penjahat internasional, khususnya dari Serbia, Albania, Azerbaijan, Rusia, dan Montenegro.

Para pemimpin geng ini juga membawa konflik mereka ke Turki, seperti yang ditunjukkan oleh pembunuhan Jovan Vukotic, tersangka raja narkoba geng Skaljari di Balkan, di Istanbul pada 8 September 2022. Penyelidik menyimpulkan bahwa geng lokal di Istanbul membunuh Vukotic untuk mengumpulkan hadiah uang sebesar €1,5 juta ($1,65 juta). Menurut polisi, perintah itu datang dari geng saingannya, Kavac.

Kavac dan Skaljari, dua geng narkoba dari kota pesisir Kotor di Montenegro, telah berperang satu sama lain di seluruh Eropa selama hampir 10 tahun. Bentrokan berdarah di beberapa negara sejauh ini telah menewaskan sekitar 50 orang. Pada tahun 2022, Kantor Polisi Kriminal Federal Jerman mengatakan kepada DW, Turki telah lama menjadi surga bagi jaringan kriminal dari Balkan barat.

Penegakan hukum lemah dan kemudahan mendapat paspor Turki

Menurut para ahli, ada beberapa alasan mengapa Turki menjadi rumah kedua bagi banyak penjahat. Pertama, negara ini mempunyai undang-undang yang lemah mengenai pencucian uang. Kedua, pemerintah hampir setiap tahun mengeluarkan amnesti bagi pelaku kejahatan ekonomi. Ketiga, warga dari banyak negara bisa memasuki Turki tanpa visa, dan keempat, orang kaya bisa dengan mudah mendapatkan paspor Turki.

Siapa pun yang berinvestasi senilai 500.000 dolar AS atau menyimpannya di rekening bank di Turki atau siapa pun yang membeli properti senilai 400.000 dolar AS, bisa mendapatkan kewarganegaraan Turki. Kristin Surak, peneliti dari London School of Economics yang telah menulis buku tentang apa yang disebut "paspor emas", mengatakan lebih dari 50.000 orang mendapatkan kewarganegaraan dengan cara ini setiap tahunnya di seluruh dunia, sekitar setengahnya diberikan oleh Turki.

Sistem pajak juga memungkinkan orang atau badan hukum untuk melaporkan aset mereka yang tidak terdaftar dari luar negeri atau dalam negeri kepada otoritas pajak, terkadang tanpa harus membayar pajak atas aset tersebut. Dengan cara ini, uang yang tidak diketahui asal usulnya akhirnya beredar di perekonomian legal. "Penjahat biasanya membayar 15 hingga 20% dari nilai pencucian uang,” kata Ozan Bingol, pakar hukum perpajakan.

Tawaran opsi bebas pajak oleh pemerintah Turki, menurut Bingol, membuka pintu bagi para pelaku kejahatan. Dia juga mengkritik kurangnya kewenangan polisi dalam memerangi pencucian uang. Selain itu, ada banyak celah dalam undang-undang investasi kripto, yang menurut pakar pajak menarik banyak jaringan kriminal internasional ke Turki.

Menteri Keuangan Mehmet Simsek, yang mengambil alih kepemimpinan setelah pemilu bulan Mei lalu, sedang mencoba untuk menarik investor internasional kembali ke Turki sekaligus mencoba membangun kepercayaan baru. Karena itulah yang sangat dibutuhkan Turki saat ini.

(hp/as)

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!