Turki Siap Angkat Senjata Melawan IS
25 September 2014
Turki cuma berada sejengkal dari neraka yang tengah berkecamuk di Suriah dan Irak. Negeri dua benua itu pun nyaris melibatkan diri secara militer ketika 46 anggota korps diplomatiknya disandera oleh Islamic State. Namun tidak jelas kenapa Ankara justru tidak terlibat dalam operasi militer AS terbaru.
Amerika Serikat menggalang koalisi militer yang melibatkan negara-negara teluk untuk memerangi kelompok teror pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu. Sebaliknya Turki, yang notabene anggota NATO, malah absen.
Beberapa bulan silam Ankara masih menolak terlibat dalam operasi militer di negeri jiran Suriah. Namun kini, setelah serangan udara AS, Turki mengubah nada. "Kami secara serius mempertimbangkan kerjasama militer dengan AS untuk memerangi IS," kata pejabat senior Turki kepada kantor berita Reuters.
Turki Bersedia Terlibat
Hal serupa diungkapkan oleh Presiden Recep Tayyib Erdogan beberapa saat setelah serangan udara AS, "kami akan memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk operasi. Dukungan itu bisa dalam bentuk militer atau logistik."
Untuk pertama kalinya pejabat tinggi Turki mengutarakan dukungan terbuka dan kesediaan untuk berkontribusi secara milter dalam misi yang dipimpin Amerika Serikat itu.
Sikap diam Turki bisa dipahami lantaran Ankara tidak ingin melakukan manuver yang bisa mengancam keselamatan 46 sandera yang ditahan ISIS. Turki diyakini melakukan pertukaran tahanan untuk membebaskan para sandera (Baca: Turki Sepakati Pertukaran Tahanan dengan IS?)
Tekanan Terhadap Turki
Langkah Amerika Serikat menggalang koalisi enam negara menambah tekanan terhadap pemerintah di Ankara. Turki dinilai strategis karena memiliki kedekatan geografis dengan Suriah dan Irak.
"Jika negara terpenting, yang bertetanggaan dengan IS tidak terlibat, kesan yang muncul sangat buruk," kata Henry Barkely, bekas pejabat Kementrian Luar Negeri AS yang kini mengajar di Lehigh University.
"Buat saya belum jelas seberapa jauh Erdogan siap terlibat." Dalam pidatonya di hadapan sidang umum PBB, Rabu (24/9), sang presiden sama sekali tidak menyinggung peran negaranya dalam perang melawan IS.
rzn/ab (rtr,ap)