Tutup Perbatasan, Presiden Belarus Siagakan Militer
18 September 2020Presiden Belarus Alexander Lukashenko pada Kamis (17/09) mengerahkan pasukan militernya untuk ditugaskan menjaga wilayah perbatasan dengan negara-negara Uni Eropa.
"Kami terpaksa menarik pasukan dari jalan-jalan, memerintahkan setengah tentara kami untuk berjaga dan menutup perbatasan negara dengan Barat, terutama dengan Lituania dan Polandia," kata Lukashenko.
Lukashenko juga mengatakan akan memperkuat perbatasan Belarus dengan Ukraina.
Namun, pejabat Polandia mengatakan situasi di perbatasan belum berubah.
"Kami menganggap tindakan tersebut sebagai elemen lain dari propaganda, permainan psikologis yang bertujuan untuk menciptakan rasa ancaman dari luar," kata Wakil Menteri Luar Negeri Polandia Pawel Jablonski kepada kantor berita Reuters.
Otoritas perbatasan Lituania juga mengonfirmasi bahwa situasi di perbatasan tetap normal, dan mengatakan mereka menunggu untuk melihat ada tidaknya perubahan yang Belarusia terapkan.
Desakan mengundurkan diri
Sejak Lukashenko mengumumkan kemenangan dalam pemilihan presiden yang kontroversial pada bulan lalu, bekas Republik Soviet itu telah dikepung oleh aksi protes massal hingga enam minggu lamanya, menentang pemerintahan Lukashenko yang telah berjalan selama 26 tahun.
"Rakyat tidak akan mundur, mereka menginginkan Belarus baru," kata mantan calon presiden dan pemimpin oposisi Svetlana Tikhanovskaya kepada DW bulan lalu.
"Orang yang harus mundur adalah Tuan Lukashenko," tambahnya.
Otoritas Belarus telah menindak pengunjuk rasa anti-pemerintah dan menargetkan tokoh-tokoh oposisi, termasuk kelompok oposisi terkemuka, Dewan Koordinasi, yang menuduh rezim Lukashenko dengan "secara terbuka menggunakan metode teror.”
Negara-negara Barat mengancam akan mengambil tindakan disipliner terhadap Belarus, termasuk memberlakukan sanksi.
Pemadaman jaringan internet
Pada hari Jumat (18/09), hampir 30 negara mengeluarkan pernyataan bersama yang menyerukan pihak berwenang Belarus untuk mengakhiri pemadaman internet, sebuah taktik yang sering digunakan oleh pemerintah yang represif untuk menghentikan pengorganisasian oposisi.
"Penutupan dan pemblokiran atau pembatasan layanan internet secara tidak adil membatasi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat dan berekspresi, terutama ketika mereka tidak memiliki keadilan prosedural dan transparansi," kata pernyataan itu.
Sementara itu, 17 anggota Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) menggelar penyelidikan atas pelanggaran hak setelah pemilihan presiden pada 9 Agustus lalu, dan mengatakan: "Misinya adalah untuk meminta pertanggungjawaban pihak berwenang Belarus."
ha/rap (Reuters, dpa, ap)