Varietas Padi Tahan Banjir
23 September 2009Sebetulnya tanaman padi tergolong tahan genangan air. Selama daunnya masih tetap bisa bernafas di atas permukaan air, padi biasanya tidak akan mati. Tapi jika terjadi genangan air cukup tinggi akibat banjir misalnya, varietas padi yang tidak tahan terendam air akan mati. Kini tim peneliti di pusat bioteknologi dan biosains Universitas Nagoya Jepang, pimpinan Prof. Motoyuki Ashikari berhasil menemukan gen yang membuat varietas padi tahan genangan air cukup tinggi. Tim peneliti dari Jepang itu menemukan dua gen yang diberi nama SNORKEL-1 dan SNORKEL-2 yang berfungsi memicu pertumbuhan tanaman padi, jika terjadi genangan air cukup tinggi. Dengan begitu daun-daunnya akan tetap berada di atas permukaan air dan tidak membusuk akibat terendam air.
Sebetulnya gen padi tahan air semacam itu sudah ditemukan keberadannya sekitar 30 tahun lalu. Saat itu David Mackill yang saat ini mempimpin divisi genetika dan bioteknologi di Institut Riset Padi Internasional IRRI di Filipina, bersama mahasiswanya Xu Kenong menemukan gen yang diberi nama Sub-1A, yang disebutkan sebagai salah satu gen yang membuat tanaman padi varietas India tahan banjir. Hanya saja, gen itu berumur pendek, karena hanya menyebabkan varietas padi India tahan rendamam air selama dua minggu. Setelah lebih dari dua minggu, gen itu tidak bereaksi lagi dan padi kebanyakan mati terendam air.
Penemuan Prof. Motoyuki Ashikari membangkitkan harapan terutama di kalang petani negara-negara Asia kawasan langganan banjir monsun seperti India, Vietnam, Bangladesh atau Thailand. Jika dapat dikembangkan varietas padi yang mampu bertahan di genangan banjir, gagal panen tidak lagi menjadi masalah yang harus memusingkan para petani. Gen Snorkel yang dimiliki varietas padi unggul ini, diketahui akan memicu secara permanen pertumbuhan tanaman padi, segera setelah batang dan daunnya terendam air cukup dalam.
“Padi tahan air ini dapat tumbuh sampai beberapa meter, tergantung kedalaman airnya. Batang yang tumbuh cepat itu memiliki struktur berrongga, yang digunakan untuk pertukaran gas. Dengan begitu tanaman padi dapat menghirup oksigen dari atas permukaan air. Fungsinya mirip snorkel untuk menyelam,“ jelas Prof Motoyuki Ashikari.
Padi unggul tahan rendaman air itu, mampu tumbuh hingga 25 sentimeter per hari. Sebuah kemampuan tumbuh yang luar biasa. Prof Ashikari selama bertahun-tahun meneliti perilaku varietas padi yang disebut varietas air dalam itu, untuk mengetahui bagaimana dalam proses evolusinya padi ini melakukan adaptasi terhadap banjir. Dari tanaman padi jenis air dalam itu, tim peneliti di pusat bioteknologi dan biosains Universitas Nagoya mengisolasi beberapa gen yang mengendalikan pertumbuhan amat cepat jika tanamannya terendam air.
Sejauh ini para peneliti memang belum mengetahui seluruh mekanisme yang memicu reaksi pertumbuhan secara cepat itu. Pakar eko-fisiologi tanaman dari Universitas Utrecht di Belanda, Prof. Laurentius Voeseneck mengatakan, pemicu pertumbuhan tanaman biasanya berupa gas Ethylen yang gampang menguap, yang dijuluki hormonnya tanaman.
“Segera setelah tanamannya tergenang air, difusi gas berlangsung lebih lambat dibanding di udara bebas. Gasnya terjebak di dalam tanaman. Karena produksi gas berlanjut, konsentrasi gas Ethilen meningkat dan memberi sinyal kepada tanamannya bahwa ia terendam air dan ada masalah maka harus melakukan sesuatu,“ ungkap Voeseneck.
Penemuan tim peneliti dari Jepang membuktikan bahwa teori tersebut memang benar. Gen Snorkel ini diduga keras akan diaktifkan oleh timbunan gas Ethylen yang terjadi akibat terendamnya batang tanaman oleh air. Sebagai reaksinya, gen Snorkel akan memicu produksi unsur pertumbuhan pada batang tanaman padi.
Dengan memanfaatkan sifat gen SNORKEL yang ditemukan tim peneliti Universitas Nagoya itu, para ahli dapat merekayasa varietas padi yang tidak tahan genangan banjir menjadi padi tahan banjir. Bila dilakukan persilangan dengan varietas padi unggul dengan hasil panen tinggi, diharapkan dapat muncul varietas baru padi unggul tahan banjir. Dengan begitu para petani di kawasan yang setiap tahunnya menjadi langganan banjir monsun, akan memiliki perspektif baru. Karena selama ini, varietas padi tahan banjir yang mereka tanam memang tahan genangan air. Namun hasil panennya relatif kecil, rata-rata hanya satu ton padi per hektarnya. Sementara varietas padi unggul dapat memberikan hasil panen rata-rata lima ton per hektarnya. Masalah itu dalam waktu dekat pasti dapat diatasi, demikian kata peneliti dari Universitas Utrecht, Laurentius Voesenek dengan optimis.
Kini para peneliti Jepang sudah mulai melakukan persilangannya, dengan memanfaatkan varietas padi unggul Japonica. Penelitian di laboratorium menunjukkan, padi unggul baru itu tahan banjir dan menghasilkan panen cukup tinggi. Dengan cara persilangan secara alami, para peneliti bioteknologi dan biosains dari Universitas Nagoya mengharapkan, dalam waktu tiga sampai empat tahun mendatang sudah dapat menciptakan varietas padi unggul baru itu secara massal. Ujicobanya diarahkan di sejumlah negara Asia Tenggara yang menjadi langganan banjir monsun, yakni di Vietnam, Myanmar dan Kamboja.
Temuan gen padi tahan banjir itu menjadi amat penting, menimbang ancaman krisis pangan yang kini melanda kawasan dunia, yang mana beras merupakan makanan utama pendduduknya. Prakiraan organisasi pangan dunia menyebutkan, hingga tahun 2050 mendatang, produktifitas padi harus ditingkatkan menjadi dua kali lipat dari saat ini, untuk memenuhi kebutuhan milyaran warga di Asia dan Afrika. Permasalahan yang dihadapi saat ini, sekitar 30 persen lahan persawahan di Asia dan 40 persen lahan persawahan di Afrika, tergolong kawasan dataran rendah yang menjadi langganan banjir monsun. Artinya, penemuan varietas baru padi unggul tahan banjir menjadi harapan para petani di kawasan itu agar dapat meningkatkan hasil panennya, juga disaat musim banjir monsun.
Philipp Graf/Agus Setiawan
Editor: Yuniman Farid