Virus Corona di Inggris Alami Mutasi Menyebar Makin Cepat
17 Desember 2020Adanya virus corona yang mengalami mutasi dan menyebar lebih cepat dari variasi Covid-19 yang ada sebelumnya di selatan Inggris, dikonfirmasi menteri kesehatan Matt Hancock. Laporan aktual menyebutkan, tercatat sedikitnya 1.000 kasus infeksi dengan virus yang mengalami mutasi.
"Walau begitu, tidak berarti varian virus mutasi ini lebih berbahaya", tegas Hancock. Menteri kesehatan Inggris ini hanya menduga, kenaikan kasus infeksi terbaru memang berkaitan dengan varian baru virus corona tersebut.
Temuan mutasi virus corona bukan hal luar biasa. Di Cina misalnya, yang merupakan negara asal virus yag memicu pandemi Covid-19, sejak setengah tahun lalu sudah merebak varian baru virus corona SARS-CoV-2. Di Spanyol pada musim panas lalu juga muncul varian baru virus corona, yang kemudian menyebar dengan cepat di Eropa. Virus corona terus menerus melakukan mutasi, dan hingga kini kebanyakan mutasinya tidak atau hanya minimal memicu dampak negatif.
Mengapa terjadi mutasi virus?
Mutasi pada virus adalah mekanisme alami untuk mempertahankan diri. Jika tubuh manusia membentuk antibodi untuk melawan virus, dan dengan itu mencegah pecahnya gejala penyakit, virus harus mengubah lapisan paling luarnya, agar tidak dikenali oleh sel kekebalan tubuh. Jadi untuk tetap hidup, virus terus menerus mengubah lapisan protein paling luar dan mengembangkan varian baru.
Untuk berkembang biak, virus perlu sel inang. Setelah menyisipkan informasi genetiknya ke dalam sel yang diserang, virus melakukan reproduksi jutaan kali di dalam sel. Tapi dalam setiapkali reproduksi, virus sengaja membuat kesalahan copy, yang mengubah genetika virus. Dengan itu virus melakukan mutasi.
Virus SARS-CoV-2 yang memicu Covid-19 seperti virus corona yang lainnya, adalah virus RNA. Kecepatan rata-rata mutasinya adalah satu kali mutasi per bulan.
Varian baru yang diregistrasi di Inggris menunjukan mutasi pada protein "duri" virus corona. Mutasi dilakukan dengan menghapus gen, dalam hal ini dua asam amino. Dengan begitu kemungkinan virus bisa menyebar dengan lebih cepat.
Mutasi virus corona dengan cara menghapus gen, juga diamati terjadi musim panas lau di kawasan Asia Timur. Variasi SARS-Cov-2 yang mengalami mutasi itu hanya memicu infeksi ringan, karena diduga virusnya menjadi lebih lemah.
Apakah vaksin baru tetap ampuh?
Untungnya, Inggris adalah negara Eropa pertama yang mulai melakukan vaksinasi massal. Terlihat, mutasi virus terbaru di negara itu tidak membuat vaksin baru menjadi tidak ampuh. Virus buatan BioNTech/Pfizer itu juga dikonstruksi sedemikian rupa, hingga dapat melakukan kodifikasi informasi duri virus corona, dan tetap memicu stimulasi sistem kekebalan tubuh yang sesuai, walau virusnya melakukan mutasi.
Namun juga sudah diketahui sejak lama, virus bisa melakukan mutasi sangat cepat, seperti virus influenza misalnya. Akibatnya, setiap musim infuenza harus dikembangkan vaksin baru yang sesuai, agar tetap ampuh.
Begitu juga dengan vaksin virus corona, nantinya akan harus terus menerus disesuaikan. Basisnya nanti adalah informasi yang dihimpun selama krisis di masa pandemi, hingga di masa depan kapasitas produksi bisa digenjot dan menjamin pasokan vaksin dengan harga terjangkau.
Bagaimana reaksi tubuh?
Normalnya tubuh manusia punya kemampuan untuk melawan virus dengan memproduksi atibodi. Dengan itu sistem kekebalan tubuh bisa melakukan perlawanan dan kebal virus. Tapi jika virus sudah bermutasi, sistem kekebalan tubuh berkurang keampuhannya, karena antibodi hanya menyerang virus strain lama. Itu sebabnya, kita tetap mengalami gejala flu, walau tahun sebelumnya sudah divaksinasi.
Namun para ilmuwan menyatakan, tidak ada alasan untuk panik menghadapi mutasi virus corona di Inggris. Karena mutasi virus tidak harus berarti virusnya makin mematikan, bahkan bisa sebaliknya. Karena mutasi semacamitu, justru makin menjinakkan virusnya agar bisa menyebar cepat dan berkembang biak lebih banyak.
Alexander Freund (as/hp)