Memang tidak ada musim dingin di Indonesia. Namun ucapan "Winter is coming” mendadak populer di Indonesia setelah Presiden Joko Widodo mengutipnya dalam pidato penutupan Pertemuan Tahuan IMF-Bank Dunia berdasarkan moto House Stark dari film Game of Thrones.
Musim dingin adalah musim terberat di belahan utara. Kini "musim terberat” menyasar Indonesia untuk menggambarkan hubungan Israel dan Indonesia.
Dalam pembukaan Christian Media Summit 14 Oktober 2018 di Yerusalem, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menegaskan pentingnya Indonesia bagi Israel. "Indonesia sangat, sangat penting bagi Israel,” ujar Netanyahu di depan 180 orang wartawan dan pekerja media dari 40 negara saat menjawab pertanyaan saya sebagai undangan acara tersebut sebagai satu-satunya peserta dari Indonesia. Melalui pernyataannya ini, Netanyahu sudah "melempar bola” ke pangkuan pemimpin Indonesia.
Pasang surut hubungan Indonesia-Israel
Akankah pemerintah Indonesia bersedia menyambut pernyataan Netanyahu tersebut dengan langkah positif atau mengabaikan "pesan damai” itu dan terus menerus tidak berhubungan dengan Israel yang sangat potensial sebagai mitra Indonesia dalam hal inovasi teknologi pertanian, irigasi tetes, konservasi air, telekomunikasi dan medis.
Tentu saja termasuk saat bencana alam terjadi, Israel yang sering membantu korban bencana alam di banyak negara, akan dengan mudah masuk Indonesia.
Terkait hubungan formal antara Indonesia dan Israel, pemerintah Indonesia terus-menerus menyatakan mendukung kemerdekaan Palestina. Karena Palestina belum merdeka maka Indonesia tidak bisa mengakui eksistensi Israel.
Faktanya, Palestina sudah mendeklarasikan kemerdekaannya pada 15 November 1988 di Aljazair saat Liga Arab berlangsung di sana. Hal ini dimuat dalam situs resmi Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun entah mengapa, kemerdekaan yang seharusnya dirayakan dengan kebanggaan tersebut tidak pernah dirayakan oleh pemerintah Indonesia ataupun Palestina.
Apa yang penting dari hubungan Israel-Indonesia?
Dalam hal ini, saya berharap akan adanya hubungan resmi antara Indonesia dan Israel dalam hal turisme, pendidikan, tanggap bencana dan alih teknologi (pertanian terutama).
Kedua negara dapat memulai dari hubungan "people to people” atau antara orang per orang lebih dulu tanpa menyentuh urusan politik. Indonesia melalui Peraturan Presiden Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan sudah memberikan bebas visa kepada 169 negara, termasuk negara di Timur Tengah dan Afrika, namun tidak untuk Israel.
Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu dalam pidato sambutannya semalam di Yerusalem bahkan berjanji mempertimbangkan kemungkinan warga negara Indonesia masuk Israel.
Katanya, "Saya akan melihat apa yang saya bisa lakukan dengan visa.” Kritik saya terhadap Israel adalah pernah menutup pintu bagi turis religi dari Indonesia. Ini sebuah tindakan yang tdak bisa diterima sebab Israel adalah "tanah suci” umat Kristen.
Buka akses "tanah suci”
Sejauh ini Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik tetapi ada hubungan terkait turis religi dan bisnis antara perusahaan Indonesia dan Israel yang biasanya melalui negara ketiga. Setiap turis religi dari Indonesia yang ingin ke Israel harus berada dalam grup minimal lima orang, tidak bisa datang secara individu. Padahal Israel adalah negara yang sangat memungkinkan untuk para turis beransel di dunia termasuk backpackers asal Indonesia.
Turis individual hanya bisa datang dengan undangan dan harus mengurus pengajuan visa di Kedutaan Besar Israel di Singapura.
Demikian juga sebaliknya. Turis Israel bisa berlibur ke Indonesia dengan pengurusan izin yang panjang (harus ke KBRI terdekat, biasanya ke Singapura) dan lama (dua minggu hingga sebulan) serta mahal.
Biaya visa ke Indonesia bisa mencapai 1000 dolar Amerika sedangkan visa ke Israel hanya 32 dolar Singapura. Untuk bisnis membutuhkan "jaminan” atau "katabelece” pejabat Indonesia untuk bisa masuk Indonesia.
Meniup angin perdamaian
Kini beban "Winter is Coming” berada di atas pundak pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Joko Widodo sebagai orang nomor satu di republik ini.
Jika kita menengok ke belakang dalam perjalanan Indonesia dan Israel, langkah berani pernah diambil oleh Jusuf Kalla pada tahun 2000 saat menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan kabinet Megawati Soekarnoputri.
Jusuf Kalla mencabut larangan hubungan dagang langsung antara perusahaan swasta Indonesia dan Israel (surat bernomor 26/MPP/Kep/11/2000). Setelah itu sebuah perusahaan asuransi plat merah Indonesia membuka kantor perwakilan di Israel.
Keputusan tersebut tidak mempengaruhi karier politik Jusuf Kalla. Bahkan beliau menjadi wakil presiden dua kali untuk dua presiden, masing-masing satu periode.
Tentu tidak perlu ada kecemasan berlebih jika Presiden Joko Widodo merespons pernyataan Netanyahu itu dengan sebuah kehangatan meski kemungkinan akan berhadapan dengan kejamnya "musim dingin” menjelang pemilihan umum tahun 2019.
Joko Widodo bisa jadi akan dikenang sebagai seorang "Pembawa Damai” yang dapat menjadi mediator perdamaian antara Israel dan Palestina.
Bagaimana bisa mendukung Palestina jika kita tidak mau merangkul "musuh Palestina”, bukan? Selamat menyambut musim dingin.
@monique_rijkers adalah wartawan independen, IVLP Alumni, pendiri Hadassah of Indonesia, inisiator Tolerance Film Festival dan inisiator #IAMBRAVEINDONESIA.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
*Bagi komentar Anda dalam kolom di bawah ini.