Urusan identitas diri ternyata bukan hanya soal jenis kelamin saja, laki-laki atau perempuan. Identitas seseorang rupanya juga menyangkut pikiran dan perasaan orang tersebut. Anda bukan pria jika pikiran dan perasaan Anda lebih condong sebagai perempuan.
Kesadaran bahwa jenis kelamin yang melekat pada tubuh seseorang tidak dapat menentukan identitas seksual orang itulah yang menjadi norma baru di dunia.
Perbedaan perilaku jenis kelamin
Seorang perempuan misalnya dianggap akan berpikir atau bertindak sebagaimana umumnya seorang perempuan, demikian pula dengan laki-laki. Studi awal perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin dilakukan oleh dua psikolog Eleanor E. Maccoby dan Carol N. Jacklin seperti yang ditulis dalam "Reader's Digest A-Z of the Human Body” terbitan tahun 1987.
Kedua psikolog itu menganalisis lebih dari 2.000 hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti berbeda dan sampai pada kesimpulan ada empat perilaku yang menonjol antara pria dan perempuan, yaitu laki-laki lebih agresif daripada perempuan, laki-laki lebih baik dalam matematika dan kemampuan spasial visual seperti membaca peta, radar. Sementara perempuan lebih mampu dalam hal verbal sehingga lebih mampu berbicara dengan lancar, perempuan mudah memahami materi yang sulit daripada laki-laki. Tentu saja kita perlu menyadari ini adalah kesimpulan dari hasil penelitian yang bisa saja berubah.
Proses pembelajaran menjadi perempuan dan laki-laki sejak dini dan faktor lingkungan dianggap memainkan peranan penting dalam membentuk perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin. Tetapi faktor gen turut membentuk perbedaan perilaku antara perempuan dan laki-laki. "Reader's Digest A-Z of the Human Body” memberi contoh foto ketika bermain sepak bola bersama-sama, secara alamiah seorang anak perempuan akan menghindar ketika ada bola yang datang ke arah tubuhnya, sementara anak laki-laki akan menendang bola tersebut.
Jenis kelamin alternatif dan gender ketiga
Sejak dari janin, dokter kandungan dapat menentukan jenis kelamin berdasarkan kromosom seks yang diuji dari cairan ketuban (amniotik). Namun bagi orang-orang tertentu, lahir dengan penis bisa jadi justru tidak membuatnya berperilaku sebagaimana pria. Memiliki payudara yang molek bisa jadi justru menjadi beban bagi perempuan yang tidak merasa dirinya adalah perempuan. Seseorang yang memiliki jenis organ kelamin yang jelas sejak lahir tetapi tidak merasa jati dirinya sesuai dengan jenis kelaminnya, kini bisa menentukan sebagai jenis kelamin Mx, yang dibaca mix atau campuran.
Dalam konstruksi sosial, karekteristik pria dan perempuan, peran dan norma membentuk gender yang terdiri dari maskulin dan feminim. Bagi yang tidak merasa cocok dengan kedua gender tersebut, kini sudah bisa memilih gender yang baru yakni netral.
Inilah yang terjadi di Nepal. Sebagai sebuah negara berkembang, Nepal justru lebih dulu melonggarkan aturan identitas gender. Pada tahun 2007, Mahkamah Agung Nepal memutuskan warga negara bisa memilih identitas gender menurut perasaan pribadi mereka sendiri. Dokumen resmi seperti paspor bisa mencantumkan jenis kelamin O atau other (yang lain) sebagai pilihan.
Amerika Serikat di bawah pemerintahan Joe Biden juga sudah mengizinkan mencantumkan Mx sebagai salah satu pilihan selain Mr, Mrs dan Ms. Bahkan di masa Presiden Barack Obama, militer Amerika Serikat meniadakan sekat biologis pria dan perempuan dengan menggunakan ideologi gender yang lebih cair.
Berbeda dengan Amerika Serikat, sejak tahun 2019 di Jerman juga memberlakukan jenis kelamin ketiga yang disebut "beragam” bagi orang yang tidak merasa sebagai laki-laki atau perempuan. Tetapi untuk meresmikan status "beragam” tersebut, butuh surat keterangan medis. Dengan demikian alasan perubahan status tidak sekadar karena perasaan belaka. Amerika Serikat di masa Presiden Donald Trump juga mensyaratkan pengujian genetik bagi orang yang ingin mengubah jenis kelamin yang diterima saat lahir.
Menyelesaikan atau membuat masalah?
Orang dengan kasus seperti Aprilia Manganang yang mengalami kelainan bentuk kelamin saat dilahirkan (hipospadia), tentu membutuhkan penanganan medis agar organ kelaminnya jelas. Perubahan jenis kelamin Aprilia Manganang dari perempuan menjadi pria tentu menyelesaikan masalah yang bersangkutan dan tidak membuat norma baru di masyarakat. Berbeda halnya dengan Mx, O atau X dan gender netral yang keberadaannya akan membentuk norma baru dalam masyarakat.
Contoh paling sederhana norma baru yang berubah adalah sebutan untuk mereka yang memilih masuk dalam gender ketiga. Apakah akan disapa dengan Bapak untuk seorang yang merasa sebagai perempuan atau panggilan Ibu untuk seorang yang merasa pria? Bagaimana dengan Mx, O atau X apakah kelak akan ada kata baru untuk jenis kelamin ketiga itu?
Seorang advokat Skotlandia memilih penyebutan "they/their” sebagai kata ganti pria (he) untuk dirinya yang berstatus Mx. Pada tahun 2019, Kamus Merriam-Webster mengubah definisi kata "they” (mereka) yang bermakna jamak sehingga "they” dapat digunakan untuk satu orang yang identitas gendernya bukan pria atau perempuan. Perubahan ini tentu sangat signifikan bagi mereka yang bingung dengan identitas diri mereka. Tetapi akan cukup membingungkan bagi masyarakat sebab butuh penyesuaian norma-norma baru dalam hubungan sosial yang lebih jauh mengubah konstruksi moral dalam masyarakat.
Tahun 2019 perusahaan Mattel memproduksi boneka Barbie gender netral yang bisa berganti pakaian dan model rambut pria dan perempuan sesuka hati. Ekspresi gender bisa diwujudkan dengan gaya rambut dan gaya busana. Perempuan pun bisa berambut pendek dan bercelana panjang, namun pria belum tentu bisa memakai rok dan bergincu.
Boneka gender netral ini tentu saja bukan mainan yang mendidik sebab gender adalah persoalan serius yang tidak bisa diganti dan diubah sesuka hati. Jika seorang anak sudah diajarkan tentang gender netral sejak dini, kita kelak akan memiliki generasi bingungan. Norma-norma baru inilah yang perlu diperhatikan dengan saksama agar tidak meniadakan norma umum yang sudah membentuk kesadaran moral masyarakat.
Sebuah organisasi masyarakat pendukung hak-hak keberagaman gender dan orientasi seksual di Amerika Serikat, Trevor Project, mengklaim 28% dari 40.000 LGBT berusia antara 13 hingga 24 tahun ingin bunuh diri karena tidak bisa menggunakan pilihan Mx atau gender netral. Mencantumkan Mx di depan nama seseorang atau bergender netral belum tentu meredakan keinginan bunuh diri. Karena itu, solusi terbaik untuk mengakomodasi kebutuhan mereka yang ingin bunuh diri adalah konseling psikologi dan psikiater sebagai langkah awal. Magnus Hirschfeld, seorang dokter Jerman berdarah Yahudi, pendiri Institut untuk Penelitian Seksual di Berlin tahun 1919, berpendapat memahami problem seksualitas dan gender secara ilmiah akan mendorong penerimaan terhadap minoritas seksual.
Kata kuncinya adalah pemahaman secara ilmiah sehingga perubahan identitas jenis kelamin dan orientasi seksual bukan sekadar karena merasa atau berpikir, tetapi ada dasar rujukan ilmiah (medis dan psikologi) guna menentukan identitas jenis kelamin dan menyelesaikan kebingungan gender seseorang.
Apakah Indonesia perlu menerapkan jenis kelamin Mx dan gender netral dalam norma masyarakat? Saat ini di Indonesia, peran perempuan sudah meluas namun masih ada ketidakadilan karena latar belakang masyarakat yang mengutamakan pria. Dalam masyarakat, perempuan dan anak sering sekali menjadi korban kekerasan seksual.
Masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai. Alih-alih memperjuangkan penerimaan Mx atau gender netral, solusi yang lebih tepat dan berkontribusi positif bagi masyarakat dalam skala yang lebih luas adalah membuka pusat konseling, penyediaan layanan terapi bagi mereka yang merasa terjebak dalam tubuh yang salah, membangun pusat pendidikan seks dan gender sejak dini, melatih orang tua dan para guru serta pengajar sebagai panutan yang bisa membentuk jati diri sesuai jenis kelamin saat lahir. Para tokoh agama diberikan pemahaman seksualitas dan hak asasi manusia agar bisa merangkul Mx dan gender netral. Menerima seseorang apa adanya, termasuk dengan persoalan gender yang dihadapi, justru dapat membangun kesadaran akan identitasnya.
@monique_rijkers adalah wartawan independen, IVLP Alumni, pendiri Hadassah of Indonesia, inisiator Tolerance Film Festival dan inisiator #IAMBRAVEINDONESIA.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
*Bagi komentar Anda dalam kolom di bawah ini.