Zona Euro dalam Jebakan Utang
25 Oktober 2012Sebuah rumah tangga sebaiknya tidak mengeluarkan lebih banyak uang daripada pemasukan yang diterima. Lain halnya dengan sebuah negara. Berutang boleh-boleh saja jika ada manfaatnya, misalnya bila itu untuk investasi jangka panjang. Pasalnya, generasi mendatang juga akan mengambil keuntungan dari pembangunan jalan bebas hambatan atau sekolah baru.
Sayangnya terlalu banyak politisi melihat berutang sebagai sebuah prinsip dan mendanai hadiah-hadiah kampanye yang jumlahnya tak terhitung, dengan utang. Akibatnya, utang Jerman membengkak dari sekitar 20 miliar DW (10 miliar Euro) pada tahun 1950 menjadi dua triliun Euro tahun lalu. Sejak 1997 utang negara di zona Euro meningkat lebih dari dua kali lipat. Karena semua negara zona Euro bertahun-tahun dapat meminjam uang dengan bunga yang rendah, utang dibuat tanpa berpikir dua kali, sampai timbulnya krisis di Yunani.
Pemotongan utang tidak menolong
Kemudian disepakati dua paket penyelamatan senilai 240 miliar Euro. Investor pribadi kehilangan 100 miliar. Yunani melakukan penghematan besar-besaran. Meskipun demikian situasi keuangan negeri itu masih belum juga pulih. Relasi utang negara dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) bergerak menuju 160 persen. Angka itu pernah dicapai sebelum Yunani menerima pemotongan utang.
Ini disebabkan karena perekonomian Yunani menciut 20 persen sejak 2008. Bila mengaitkannya dengan PDB, kuota utang otomatis naik, meskipun jumlah utang keseluruhan secara konstan tetap.
Utang tidak akan berkurang
Resesi juga menghancurkan upaya penghematan di negara-negara krisis lainnya. 11 dari 17 negara pengguna Euro melewati batas defisit yang diizinkan, yaitu sejumlah 3 persen dari PDB. Kuota utang di zona Euro kini bergerak ke arah 90 persen dari kinerja ekonominya. Batas 60 persen yang ditargetkan secara sukarela tampaknya semakin sirna.
Apakah ini bukti kegagalan politik? Tidak, ujar Achim Wambach, direktur Lembaga bagi Kebijakan Ekonomi di Universitas Köln. Untuk menangani utang, "proses penurunan harus terjadi. Proses ini otomatis membawa perselisihan." Dan situasi masih akan memburuk: "Kita akan melihat banyak masalah di perbankan. Masalahnya belum teratasi secara tuntas. Pemerintah di sini juga harus mengintervensi," ujar Wambach kepada DW.
"Apakah bank itu harus diselamatkan atau tidak, pemerintah bagaimana pun juga harus mengeluarkan dana untuk itu. Karena itu Wambach berasumsi bahwa zona Euro harus memikul utang yang menumpuk untuk waktu yang cukup lama." Pertanyaannya adalah, mampukah kita menggalakkan langkah-langkah ekonomi sektor riil, tambah Achim Wambach. Sebagai contoh disebutnya, fleksibilisasi pasar kerja dan pembukaan sektor jasa. Dalam hal ini keberhasilan-keberhasilan pertama di negara seperti Irlandia, Portugal dan juga di Yunani sudah dapat dilihat.
Italia sulit menjalankan reformasi
"Di Italia peraturan pasar kerja sangat ketat. Perusahaan sulit untuk bertindak fleksibel, kata Hanns Abele, profesor ekonomi di Universitas Wina. Di sana setiap pemecatan dapat diproses di pengadilan. Jika penuntut menang, ia harus dipekerjakan lagi. Bila ia secara sukarela mencari pekerjaan lain, ia akan mendapat pesangon 15 bulan gaji dari majikannya. Perdana Menteri Mario Monti tidak berhasil melonggarkan perlindungan pemecatan akibat perlawanan kuat serikat kerja.
Kuota utang negara ketiga terkuat ekonominya di zona Euro itu masih tetap 120 persen, sementara perekonomiannya semakin terjerumus ke dalam resesi. Abele mengatakan kepada DW, meskipun sulit, tapi Italia harus mengupayakan untuk tidak membuat utang baru.
Jerman bukan contoh yang baik
Jerman yang dianggap sebagai panutan, karena berhasil mencatat rekor pendapatan pajak lebih dari 600 miliar Euro pada tahun ini, hanya berhasil mencatat neraca 0 pada anggarannya. Kemudian muncul pertanyaan apakah zona Euro suatu saat akan terancam pemotongan utang, jika di negara di zona Euro yang punya kemampuan finansial terkuat ini utang tidak bisa lagi dikendalikan.
"Ini tentu dikhawatirkan", kata Achim Wambach dari Universitas Köln. Ada komentator yang berpendapat bahwa bagaimanapun juga Euro akan ambruk, karena tidak terkendalikan. "Karena itu penting bahwa Uni Eropa memiliki instrumen untuk mengintervensi kebijakan keuangan. Setidaknya mengontrolnya."
Yang dimaksudkannya itu adalah pakta keuangan yang akan mulai berlaku tahun 2013. Abele juga berharap bahwa pakta itu akan memperlambat utang baru yang berlebihan dari negara tertentu. Namun "berdasarkan pengalaman-pengalaman dengan yang disebut Kriteria Maastricht terakhir, misalnya kesepakatan Maastricht, harapan sebenarnya sedikit sekali," demikian Abele.
Kriteria Maastricht hingga kini lebih 80 kali dilanggar oleh negara-negara Euro.
Henrik Böhme/Christa Saloh-Foerster
Editor: Carissa Paramita