Aktivis Anti Korupsi Rusia: Pemerintah Takut Gerakan Protes
25 Januari 2021"Mereka benar-benar takut," kata Vladimir Ashurkov, direktur Yayasan Anti-Korupsi nirlaba, merujuk pada banyaknya polisi yang dikerahkan menghadapi aksi protes besar hari Sabtu (23/1) dan penangkapan lebih dari 3.000 orang.
Pemerintahan Rusia benar-benar terguncang oleh besarnya protes di berbagai kota yang menuntut pembebasan Alexei Navalny, katanya kepada DW hari Minggu (24/1). Ditanya mengapa begitu banyak orang siap mengambil risiko ditangkap, Vladimir Ashurkov mengatakan: pertama, karena penangkapan Navalny "tidak sah", kedua munculnya "video yang mengekspos Putin dan korupsinya dalam bentuk rumah bernilai miliaran euro di selatan Rusia." Dia menambahkan, banyak warga Rusia "memrotes penahanan Navalny, tetapi juga korupsi yang merajalela di Rusia."
Salah satu spanduk dalam aksi protes itu bertuliskan: "Presiden ini terlalu mahal bagi kami", jelasnya dan meramalkan bahwa" rezim otokratis "yang dipimpin oleh Vladimir Putin dan kroninya, "pasti akan berakhir."
Reaksi mendua Kremlin terhadap gerakan protes
Menanggapi aksi protes di berbagai tempat, juru bicara pemerintah Rusia Dmitry Peskov mengatakan kepada televisi Rusia hari Minggu, yang hadir pada aksi protes "hanya sedikit orang". Di lain pihak, ribuan orang telah ditangkap dengan tuduhan terlibat aksi protes.
Dmitry Peskov juga menuduh Kedutaan Besar AS di Moskow secara tidak langsung mencampuri "urusan dalam negeri kami", setelah pejabat AS mengeluarkan peringatan keselamatan kepada warga Amerika yang berada di Rusia menjelang aksi demonstrasi.
"Tentu saja, publikasi ini tidak pantas," katanya dan menegaskan, Kementerian Luar Negeri Rusia akan memanggil Dubes AS untuk "menjelaskan maksud mereka". Sebelumnya, Kedutaan Besar Rusia di London juga menuduh negara-negara Barat mencampuri urusan dalam negerinya.
Portal hak-hak sipil Rusia OVD-Info mengatakan, sekitar 3.400 orang yang ditangkap selama demonstrasi di 100 kota, setidaknya 1.360 di antaranya ditangkap di Moskow, 523 penahanan terjadi di St. Petersburg. Sebuah video yang menunjukkan seorang petugas polisi menendang seorang wanita di St. Petersburg memicu kemarahan di jejaring sosial.
Prancis dan Jerman prihatin dengan perkembangan di Rusia
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan kepada media Prancis hari Minggu (24/1), penangkapan massal itu mengkhawatirkan. "Ini pengabaian supremasi hukum… penangkapan kolektif dan preventif ini tidak dapat ditoleransi."
"Saya menemukan kemerosotan ke arah otoritarianisme, dan ini sangat mengkhawatirkan," kata Yves Le Drian, seraya menambahkan bahwa dialog yang sedang berlangsung antara Prancis dan Rusia "tetap perlu".
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas sebelumnya sudah mengecam penangkapan Alexei Navalny yang kembali dari perawatan di Jerman. Dia mengatakan bahwa Navalny memilih untuk kembali ke Rusia "karena di sanalah dia merasakan berada di rumahnya" dan ingin melaksanakan kiprah politiknya. "Bahwa dia ditahan pada saat kedatangannya oleh otoritas Rusia, itu sama sekali tidak bisa dipahami," kata Heiko Maas kepada televisi Jerman.
Tim Alexei Navalny mengatakan, di Moskow saja sekitar 40.000 orang berpartisipasi dalam aksi portes. Sementara kepolisian mengatakan yang ikut protes "jauh lebih sedikit". Aksi protes di Rusia hari Sabtu (23/1) digelar di lebih 100 kota, dari Siberia sampai St. Petersburg.
hp/pkp (dwnews, dpa, afp, rtr)