Aktivis Lingkungan Bertaruh Nyawa demi Selamatkan Bumi
18 September 2024Hampir 200 aktivis lingkungan dibunuh sepanjang tahun 2023, dengan jumlah korban yang paling banyak di Amerika Selatan, menurut kelompok hak asasi Global Witness.
Berikut adalah kisah tiga aktivis yang menghadapi kekerasan dan penindasan saat mencoba menghentikan penambangan emas liar di Ekuador, budidaya udang ilegal di Indonesia, dan proyek minyak kontroversial di Uganda.
Daniel Frits Maurits Tangkilisan dari Jakarta pernah diserang, ditangkap, dan dituntut atas aktivismenya melindungi taman nasional, tetapi dia tidak menyerah.
"Kenapa takut? Kenapa mundur? Rumahmu harus dipertahankan," kata pria berusia 51 tahun itu kepada kantor berita AFP di Jakarta. Saat ini, Tangkilisan masih menunggu putusan baru dalam proses hukum terhadapnya.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Lahir dan dibesarkan di Jakarta, ia "jatuh cinta pada pandangan pertama" dengan Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa di lepas pantai Jawa pada kunjungan pertama tahun 2011. Ia kemudian menetap di sana. Daniel mulai menyadari dampak yang semakin besar dari tambak udang ilegal, yang mulai menjamur sekitar 2017.
Limpasan dari tambak tersebut merusak ekosistem rumput laut dan menghilangkan ikan-ikan dari dekat pantai. Hal ini berdampak pada mata pencaharian masyarakat nelayan, katanya. Pada tahun 2022, Daniel ikut memulai gerakan #SaveKarimunjawa, yang mendorong undang-undang zonasi dan melarang tambak udang.
Namun, aktivismenya membuatnya jadi sasaran ancaman, penyerangan, dan penganiayaan. Selain dia, rekan sesama pencinta lingkungan juga menerima ancaman pembunuhan. Ia ditangkap pada bulan Desember 2023 atas tuduhan ujaran kebencian yang berasal dari unggahan di akun Facebooknya yang mengkritik tambak udang ilegal.
Pengadilan setempat menjatuhkan hukuman tujuh bulan penjara kepadanya pada bulan April. Putusan itu dibatalkan setelah banding. Namun jaksa mengajukan kasus itu ke Mahkamah Agung, dan menegaskan bahwa ia tidak boleh diakui sebagai aktivis lingkungan.
"Ini adalah harga yang harus dibayar," kata Daniel. Aktivismenya mulai membuahkan hasil. Adanya inspeksi pemerintah baru-baru ini telah menutup banyak operasi tambak ilegal.
"Kita punya tanggung jawab terhadap anak-anak, cucu, dan generasi mendatang," katanya. "Kalau menyerah... Anda mengucapkan selamat tinggal kepada masa depan."
Politik dan lingkungan saling terkait
Abdulaziz Bweete tumbuh besar di Kawempe, wilayah kumuh di ibu kota Uganda, Kampala. Ia melihat langsung dampak buruk perubahan lingkungan kepada masyarakat miskin.
Saat tumbuh besar, ia terbiasa dengan banjir di sekitarnya dan tidak begitu memikirkan tentang hal ini. Butuh dua hal untuk membangkitkan kesadaran pria berusia 26 tahun itu. Pertama: kuliah, kedua: melihat tanggapan pemerintah Uganda terhadap protes iklim.
Bweete adalah satu dari sekelompok mahasiswa yang melakukan protes di parlemen pada bulan Juli dengan petisi menentang proyek minyak bernilai miliaran dolar.
"Yang bisa saya katakan adalah penjara adalah neraka di Bumi," katanya. "Kita tidak punya kebebasan berunjuk rasa di negara ini," kata Bweete.
Uganda berada di bawah pimpinan tangan besi Presiden Yoweri Museveni selama empat dekade. Di sana, unjuk rasa dan protes sering kali ditanggapi dengan tindakan keras oleh polisi. Bweete mengatakan politik dan perubahan iklim berjalan beriringan.
"Jika kita punya pemimpin yang baik, kita bisa punya kebijakan iklim yang baik. Ini adalah perjuangan yang panjang, tetapi kita bertekad untuk menang," tegasnya.
Ancaman tambang emas ilegal
Alex Lucitante, kepala penduduk pribumi Cofan di perbatasan antara Ekuador dan Kolombia, memenangkan gugatan hukum atas perusahaan pertambangan di Amazon pada tahun 2018. Kemenangan ini bersejarah karena berhasil menghapuskan 52 konsesi tambang emas.
Kemenangan ini membantunya memenangkan Penghargaan Lingkungan Goldman dua tahun lalu. Penghargaan ini sering dianggap sebagai Nobel bagi pembela lingkungan. Namun sayangnya, kemenangan ini tidak lantas menghentikan para penambang emas melanggar wilayah mereka.
"Kerusakan masih terjadi di seluruh tanah kami, dan ancamannya semakin kuat," kata Lucitante tentang penambangan ilegal, penggundulan hutan, dan ancaman dari kelompok bersenjata.
"Saat ini, situasinya sangat kritis di wilayah kami," kata Lucitante. "Semua itu terjadi di depan mata dan dengan sepengetahuan pihak berwenang," yang "terkadang terkait dengan pelaku ilegal yang beroperasi di wilayah tersebut", tambahnya.
Aktivis lingkungan itu mendesak para pemimpin global untuk mendengarkan "suara masyarakat pribumi" dan mendengar permohonan mereka untuk "mempertahankan kehidupan".
ae/hp (AFP)