Ambiguitas Jokowi di Papua
21 Oktober 2016Pada Papua Joko Widodo ingin mengukur derajat keberhasilan pemerintahannya. Selama dua tahun berkuasa, presiden sudah lima kali menyambangi pulau di ufuk timur Indonesia itu.
Terakhir Jokowi datang buat meresmikan sebuah bandara di Yahukimo dan enam infrastruktur kelistrikan yang bisa menghemat penggunaan bahan bakar oleh PLN senilai 161 milyar Rupiah per tahun.
Saat ini PLN baru mampu mengalirkan listrik untuk sekitar 560.000 pelanggan di Papua. Untuk mengubahnya Jakarta mengklaim akan mengucurkan dana investasi senilai tujuh trilyun Rupiah. Presiden ingin PLN tidak bertele-tele agar bisa memproduksi listrik untuk semua penduduk Papua selambatnya dalam waktu tiga tahun.
"Insya Allah Papua dan Papua Barat tidak lagi gelap di tahun 2019," tulis Jokowi di akun Twitternya, Senin (17/10).
Penyeragaman harga BBM dan Kodam baru
Jokowi juga memerintahkan Pertamina agar mengucurkan subsidi senilai 800 milyar Rupiah supaya harga bahan bakar di Papua tidak ada bedanya dengan di bagian lain Indonesia. Kendati pemerintah berupaya menurunkan angka subsidi bahan bakar di tingkat nasional, "keadilan buat rakyat" adalah lebih penting, tegasnya seperti dikutip Jakarta Post.
Namun energi bukan satu-satunya bingkisan yang dibawa presiden ke pulau sarat konflik tersebut. Kado yang lainnya adalah pembentukan komando militer XVII/Kasuari di ibukota Papua Barat, Manokwari. Langkah itu terkesan janggal mengingat klaim Komnas HAM tentang sembilan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua pada era Jokowi.
Sebayak 5.000 personil Tentara Nasional Indonesia akan ditempatkan di distrik militer teranyar itu. Tapi berbeda dengan Kodam XVII/Cenderawasih yang sarat pelanggaran HAM dan tidak pernah dipimpin perwira lokal sejak 15 tahun silam, distrik Kasuari akan dipegang oleh Mayor Jenderal TNI Joppye Onesimus Wayangkau.
Penempatan Wayangkau boleh jadi sinyal Jokowi untuk mengubah pendekatan keamanan di Papua. Perwira bintang dua itu sebelumnya menjabat Pati Sahli bidang Hak Azasi Manusia. Wayangkau berulangkali menegaskan ia bakal mengutamakan dialog dan komunikasi untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayahnya.
Kepada BBC peneliti LIPI Adriana Elisabeth mengritik masih tingginya kecurigaan Jakarta terhadap Papua. Menurutnya tanpa pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan rakyat lokal, dialog tidak akan berbuah banyak. "Kata merdeka itu adalah cara menarik perhatian pemerintah. Jadi tidak hanya sekedar ideologi," katanya.
rzn/as (dari berbagai sumber)