Bagaimana Budaya Korea Selatan Bisa Mendunia
15 Oktober 2024Namanya tidak tercantum di antara para favorit, tetapi penulis Korea Selatan Han Kang ternyata mendapat penghargaaan Nobel Sastra 2024. Kemenangannya menambah daftar pengakuan internasional untuk Korea Selatan dalam bidang budaya.
Terobosan internasional bagi Han Kang datang tahun 2016 dengan Penghargaan Internasional Man Booker untuk novelnya "The Vegetarian," yang pertama kali diterbitkan dalam bahasa Korea pada tahun 2007.
Penghargaan juga dibagikan kepada penerjemah novel itu, Deborah Smith, yang kemudian secara langsung berkontribusi dalam menerjemahkan lebih banyak buku sastra Korea ke dalam bahasa Inggris.
Menyusul keberhasilan "The Vegetarian," Smith mendirikan Tilted Axis Press, sebuah penerbit nirlaba Inggris yang mengkhususkan diri dalam penerbitan sastra Asia kontemporer.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Setelah memenangkan Booker Prize, Han Kang juga memenangkan sejumlah penghargaan bergengsi Eropa lainnya, termasuk Prix Medicis 2023 Prancis untuk novel terbarunya, "We Do Not Part," yang akan diterbitkan dalam bahasa Inggris tahun 2025.
K-pop awalnya menyebar di Asia
Ekspor budaya pop Korea Selatan yang paling menonjol di Barat adalah serial populer Netflix "Squid Game," grup K-pop seperti BTS dan Blackpink, dan film pemenang Oscar tahun 2019 "Parasite" karya Bong Joon-ho.
Keberhasilan budaya pop Korea Selatan menyebar ke negara lain sudah dirintis beberapa dekade sebelumnya. Istilah Cina "Hallyu," yang secara harfiah berarti "Gelombang Korea" diciptakan pertengahan 1990-an.
Meningkatnya media satelit selama dekade itu memungkinkan drama dan sinema Korea menyebar ke seluruh Asia Timur dan sebagian Asia Tenggara, lalu dengan cepat melompat ke bagian lain dunia.
"Hallyu dengan cepat menguasai pasar Cina, tetapi industri ini terutama mengincar pasar AS, di mana mereka awalnya menghadapi banyak kegagalan," kata Michael Fuhr, direktur divisi Musik Dunia di Institut Musik dan Musikologi di Universitas Hildesheim, Jerman. Pada 2008, ekspor budaya Korea Selatan telah melampaui nilai ekonomi impor budayanya, katanya kepada DW.
Namun, terobosan besar bagi musik Korea Selatan di Barat terjadi pada tahun 2012, dengan hit global "Gangnam Style" oleh rapper Psy. Video YouTube-nya diklik lebih dari satu miliar kali dalam beberapa bulan, dan sampai hari ini videonya mencatat lebih dari 4,2 miliar penayangan.
Agensi yang membentuk grup K-pop secara sadar memilih anggota band dengan ciri-ciri karakter yang berbeda, tujuannya untuk memastikan bahwa sebanyak mungkin anak muda dapat mengidentifikasi diri dengan mereka.
"Grup-grup musik itu juga diharuskan memiliki kehadiran yang aktif di media sosial, untuk memungkinkan penggemar merasakan bahwa mereka adalah bagian dari kehidupan idola mereka," jelas Michael Fuhr. "Itu adalah paket yang dijual."
"Squid Game," yang kembali untuk sequel kedua pada akhir tahun 2024 setelah serial pertamanya menjadi sensasi global pada tahun 2021, juga memperbarui gaya visual yang sudah mapan. Estetika warna-warni dari Netflix terasa familiar bagi audiens yang lebih muda yang terbiasa dengan video-game.
Kisah-kisah kesenjangan sosial
Di luar dunia fiksi, cerita-cerita yang diangkat juga banyak menunjukkan masalah sosial di Korea Selatan. Ada orang-orang yang hidup dalam kondisi kemiskinan, sering kali tanpa listrik dan air atau di ruang bawah tanah, seperti keluarga miskin dalam film "Parasite", yang berusaha keras untuk masuk ke dalam lingkupan kehidupan orang kaya.
Menurut organisasi kerja sama pembangunan OECD, sekitar 15% dari 52 juta penduduk Korea Selatan memiliki pendapatan di bawah rata-rata. Kemiskinan di usia tua di Korea Sleatan diperkirakan sekitar 40%.
Pada saat yang sama, orang-orang yang kurang mampu di Korea Selatan umumnya dipandang rendah. "Masyarakatnya sangat dibentuk oleh nilai-nilai kapitalis," kata Michael Fuhr. Di sana ada "mentalitas kerja yang kuat dan di beberapa bagian ada hierarki nilai neo-Konfusianisme."
Gaya novel-novel karya Han Kang tentu saja lain dari gaya "Squid Game" atau bintang-bintang K-pop. Cerita-ceritanya cenderung mengungkap masalah sosial di tengah masyarakat.
Penindasan patriarki tampak jelas dalam "The Vegetarian," di mana seorang perempuan yang dihantui oleh mimpi-mimpi penuh darah, mengadopsi kehidupan seperti tumbuhan sebagai bentuk perlawanan terhadap kekerasan gender.
Kesedihan, rasa bersalah, kebrutalan, dan ketidakadilan juga dieksplorasi dalam "Human Acts" yang mengambil dampak brutal dari Pemberontakan Gwangju tahun 1980 sebagai titik awalnya.
Han Kang melihat novel-novelnya sebagai bentuk perlawanan terhadap kekerasan. Dalam sebuah pidato tahun 2023 dia mengatakan "meneliti sejarah kekerasan adalah mempertanyakan sifat manusia. Bahkan jika adegan-adegan kekerasan digambarkan, itu bukan demi kekerasan. Itu adalah upaya untuk berdiri di pihak lain."
Artikel ini diadaptasi dari bahasa Jerman