Korea Utara Antara Corona dan Tes Rudal
8 April 2020Seperti biasanya, tidak ada data-data yang bisa dikonfirmasi dari Korea Utara, sehingga yang beredar hanya propaganda, dugaan-dugaan dan spekulasi. Tapi pada bulan Januari, harian nasional Rodong Sinmum sudah menulis tentang virus corona, dan menyebutkan bahwa perjuangan melawan virus ini adalah pertaruhan "keberlangsungan bangsa”.
Pemerintah Korea Utara melaporkan kepada WHO tanggal 13 Maret lalu, di negara itu tidak ada satu pun kasus Covid-19. Saat itu negara tetangganya, Cina, sudah melaporkan ada lebih dari 800.000 kasus Covid-19, sedangkan di Korea Selatan sekitar 8.000 kasus.
Di Korea Utara sendiri sudah diberlakukan karantina dan pembatasan sejak awal tahun sampai sekarang. Penerbangan dan kereta api berhenti beroperasi, sekolah dan universitas diliburkan, warga asing yang ada di wilayahnya diwajibkan melakukan karantina 30 hari, termasuk para diplomat. Jerman sudah menarik pulang para diplomatnya akhir Februari lalu.
Yang penting tes rudal, bukan ancaman virus corona
Seperti ingin membuktikan bahwa corona sama sekali bukan masalah, Korea Utara bulan Maret melakukan empat uji coba rudal balistik. Ketika itu, hampir seluruh negara dunia sedang sibuk menghadapi penyebaran Covid-19 yang sangat cepat.
Penguasa Korea Utara Kim Jong Un memang sudah mengumumkan sejak awal tahun, bahwa negaranya tidak terikat lagi kepada kesepakatan menghentikan ujicoba atom, dan akan kembali melakukan tes rudal balistik, sekalipun itu berarti melanggar sanksi PBB.
"Sangat tidak mungkin” tidak ada kasus infeksi corona di Korea Utara, kata Andray Abrahamian, dosen di Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas George Mason di Incheon, Korea Selatan. Pakar politik asal Inggris itu dalam 15 tahun terakhir sudah beberapa kali berkunjung ke Korea Utara.
Tapi sekarang makin sedikit informasi, karena makin sedikit orang yang bisa melakukan perjalanan ke Korea Utara, katanya.
Propaganda dan infrastruktur kesehatan yang buruk
Memang sulit dibayangkan bahwa virus corona berhenti di perbatasan ke Korea Utara, apalagi mengingat bahwa negara itu memiliki perbatasan darat yang panjang dengan Cina, sekitar 1400 kilometer. Tanpa bantuan dan hubungan dagang dengan Cina, Korea Utara sulit bertahan secara ekonomi.
Menurut berbagai laporan media, Korea Utara sejak akhir Januari sudah menutup hubungan lalu lintas di perbatasan ke Cina, baik lalu lintas manusia maupun lalu lintas barang. Hanya ada satu lintasan perbatasan yang masih terbuka, dengan aturan karantina yang sangat ketat.
Tidak berarti bahwa media pemerintah di Korea Utara tidak memberitakan tentang virus corona. Bahkan sebaliknya, harian Rodong Sinmun dan kantor berita pemerintah KCNA sangat sering menurunkan berita tentang pandemi Covid-19. Tetapi yang kebanyakan diberitakan adalah gawatnya situasi di luar negeri, terutama di Korea Selatan.
Sabun jadi barang langka
Korea Utara memiliki sekitar 25 juta penduduk dengan sistem pelayanan kesehatan yang buruk, kata Jean H. Lee yang pernah bekerja sebagai koresponden di Korea Utara, terakhir kali tahun 2017. Dia sendiri beberapa kali berkunjung ke rumah sakit untuk melakukan investigasi.
”Penduduknya banyak yang mengalami kekurangan gizi kronis", dan sangat mudah diserang penyakit, katanya. ”Perlengkapan rumah sakit sangat tidak memadai, untuk menghadapi epidemi seluas ini," lanjut Jean H. Lee. Bahkan hal-hal yang paling sederhana pun sulit didapat.
”Salah satu langkah pencegahan terpenting adalah mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Padahal keduanya adalah barang langka di Korea Utara”, pungkas Lee. (hp/as)