Bisnis Menggiurkan Anak Istri Petinggi Militer di Myanmar
10 April 2021Di Myanmar, melawan kudeta militer adalah urusan yang berbahaya. Aktivis harus terus-menerus berpindah dari satu tempat aman ke tempat lain. Di kegelapan malam, saat internet diputus oleh junta, tentara menyerbu masuk rumah, menculik aktivis, jurnalis, dan siapa pun yang dicurigai melawan. Sejak saat itu, ratusan warga dilaporkan tewas.
Namun cara warga menentang kudeta bukan hanya berdemonstrasi di jalan-jalan. Warga juga melawan kudeta dengan cara lain. Kini ada aplikasi telepon yang mulai berkembang di Myanmar, seperti yang disebut Way Way Nay, yang berarti "pergi." Para pengunjuk rasa menggunakan aplikasi ini untuk mengidentifikasi bisnis mana saja yang berhubungan dengan militer, dan memboikotnya.
Karena Tatmadaw, demikian sebutan untuk tentara di sana, telah membangun gurita kerajaan bisnis raksasa. Ini terdiri dari dua kepemilikan utama, dan segudang anak perusahaan yang saling terkait. Usaha patungan dan perusahaan kecil juga memperkaya tentara dan jenderal.
Tentunya, anak dan istri para personel militer juga merupakan bagian integral dari jaringan yang dioperasikan dalam bayang-bayang ini, menurut penyelidikan DW.
Gurita dua bisnis besar
Tidak mungkin untuk memahami tingkat dan kedalaman kekuatan ekonomi Tatmadaw tanpa terlebih dahulu mempelajari dua kepemilikan bisnis militer yakni: Myanma Economic Holding Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC).
Keduanya didirikan pada era 1990-an ketika negara itu diperintah oleh junta militer dari era sebelumnya. Bisnis ini kemudian tetap dijalankan oleh personel militer aktif dan pensiunan, beroperasi dalam gelap dan tanpa pengawasan independen.
Kepentingan bisnis mereka meliputi produksi dan pertambangan permata, ekstraksi minyak dan gas, perbankan, pariwisata, dan telekomunikasi. Puluhan perusahaan di berbagai sektor ekonomi di Myanmar pun dimiliki oleh dua bisnis tersebut. Jika bukan kepunyaan keduanya, banyak perusahaan lain berafiliasi dengan MEHL dan MEC.
Tim Pencari Fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2019 mengidentifikasi lebih dari 100 bisnis yang sepenuhnya dimiliki oleh MEHL atau MEC. Namun tim juga mencatat bahwa mereka meyakini belum berhasil mengidentifikasi semua anak perusahaan.
Kerajaan milik keluarga panglima tertinggi
Anak-anak dan pasangan dari banyak pemimpin militer memiliki dan menjalankan berbagai usaha. Dalam beberapa kasus, mereka diberikan kontrak dan usaha patungan yang menguntungkan dengan MEHL, MEC, dan anak-anak perusahaannya.
Ambil contoh, panglima militer Min Aung Hlaing, yang pada akhir Maret dengan serius memperingatkan para pengunjuk rasa: "Kalian harus belajar dari tragedi kematian yang buruk sebelumnya bahwa kalian bisa terancam tertembak di kepala dan punggung." Dia telah menjadi sasaran sanksi oleh Uni Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) atas pelanggaran serius hak asasi manusia yang dilakukan oleh militer Myanmar menyusul kudeta dan atas tindakan keras terhadap minoritas muslim Rohingya di Myanmar.
Departemen Keuangan AS pada 10 Maret 2021 juga menargetkan sanksi kepada putra panglima itu, Aung Pyae Sone, dan putrinya, Khin Thiri Thet Mon. Alasannya, menurut pernyataan Departemen Keuangan, adalah kendali mereka atas "berbagai kepemilikan bisnis, yang secara langsung diuntungkan dari posisi dan pengaruh buruk ayah mereka."
Departemen Keuangan mencantumkan enam bisnis yang dijalankan oleh dua anak Min Aung Hlaing, yang keduanya berusia 30-an. Portofolio bisnis mereka cukup beragam, termasuk di bidang bisnis impor medis, restoran, galeri seni, rantai pusat kebugaran, dan bisnis hiburan TV.
Perusahaan milik putri panglima militer terlibat pemadaman internet?
Dengan menelusuri data pendaftaran perusahaan, DW berhasil mengidentifikasi tiga perusahaan tambahan yang dikendalikan oleh putra atau putri panglima militer, yakni Pinnacle Asia Company Limited, Photo City Company Limited, dan Attractive Myanmar Company Limited. Pinnacle Asia Company Limited dikendalikan oleh putri panglima militer, sedangkan dua perusahaan lainnya dipegang putranya.
Sejauh ini, tidak satu pun dari perusahaan tersebut yang menjadi sasaran sanksi internasional. Dalam sebuah pernyataan kepada DW, juru bicara Departemen Luar Negeri AS tidak secara langsung membahas apakah akan ada perusahaan tambahan yang dikenai sanksi. Namun departemen itu menekankan akan "terus mengambil tindakan lebih lanjut untuk menanggapi kekerasan brutal yang dilakukan atau dimungkinkan oleh para pemimpin militer Burma."
Data tersebut diambil dari daftar perusahaan DICA (Direktorat Investasi dan Administrasi Perusahaan Myanmar) dan dibuka untuk umum oleh DDoSecrets, sebuah grup yang berbasis di AS yang menerbitkan informasi dari para pelapor dan aktivis. Data ini juga mencakup perjanjian pinjaman dan dokumen bisnis lainnya. Data tersebut menunjukkan, Pinnacle Asia terdaftar pada November 2016 dan mencantumkan aktivitas bisnis utamanya di bidang telekomunikasi.
Pada Mei 2020, dokumen lain menunjukkan bahwa perusahaan ini dianugerahi pinjaman oleh sebuah bank Myanmar untuk membangun 17 menara telepon seluler di seluruh Myanmar untuk Mytel. Mytel adalah salah satu dari empat penyedia telekomunikasi di negara ini dan didirikan sebagai usaha patungan oleh militer Myanmar dan Vietnam. Sesuai perjanjian pinjaman di bank, Pinnacle Asia telah mendirikan 60 menara di berbagai wilayah.
Sejak kudeta, keempat penyedia layanan telekomunikasi di Myanmar telah diperintahkan untuk sangat membatasi akses ke internet.
Saat ini, satu-satunya cara untuk mengakses internet adalah melalui kabel serat optik, yang berarti Wi-Fi dan data ponsel telah terputus sama sekali untuk sebagian besar pengguna internet. Aktivis juga takut kalau-kalau Mytel dapat digunakan untuk melacak telepon pengunjuk rasa.
Akankah sanksi membawa dampak yang diinginkan?
Selain itu, ada pula usaha yang bernama Attractive Myanmar dan Photo City. Photo City Company Limited terdaftar pada Januari 2021 - tetapi tidak mencantumkan aktivitas bisnis apa pun dalam dokumen pendaftarannya. DW tidak menemukan jejak online apa pun untuk perusahaan tersebut.
Bidang bisnis Attractive Myanmar juga tidak begitu jelas. Catatan perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan ini terdaftar pada akhir 2019 sebagai penyedia layanan di hampir 30 bisnis berbeda, mulai dari akuntansi, periklanan, hingga layanan perjalanan. Sebuah laman internet yang terdaftar pada data perusahaan menunjukkan foto-foto tujuan wisata yang mengilap di Myanmar, tetapi tidak ada informasi tentang kegiatan perusahaan yang sebenarnya.
Bukan hal yang aneh bagi perusahaan yang terkait dan dimiliki militer untuk mencakupi begitu banyak kegiatan bisnis, menurut organisasi hak asasi Justice for Myanmar.
Kedutaan Besar Myanmar di Jerman tidak menanggapi permintaan DW untuk berkomentar terkait hubungan bisnis rezim yang melibatkan Min Aung Hlaing dan kedua anaknya.
Sejumlah perusahaan asing juga menjalin hubungan dengan usaha militer di Myanmar. Para aktivis bergegas menyusun sebuah daftar untuk menekan perusahaan tersebut agar memutuskan semua ikatan dan menarik investasi mereka.
Langkah ini mulai berdampak. Kirin Holdings, sebuah perusahaan minuman asal Jepang, mengumumkan akan mengakhiri kemitraannya dengan MEHL segera setelah kudeta di negara itu. Baik Inggris maupun AS juga telah menargetkan pemberian sanksi ekonomi kepada MEC dan MEHL dalam beberapa pekan terakhir, termasuk pembekuan semua aset di kedua negara itu.
Tapi masih belum jelas apakah gerakan ini bisa menggulingkan junta. Sementara para pengamat mencatatkan bahwa boikot dan pemogokan yang sedang berlangsung oleh orang-orang Myanmar mungkin memiliki efek destabilisasi. Tapi di sisi lain, banyak dari kepentingan bisnis Tatmadaw bersifat domestik. Ini berarti bisnis tersebut berpotensi tidak akan terlalu terpengaruh oleh sanksi internasional apa pun.
ae/yp