Debat Bisnis Prostitusi Cina
21 Februari 2014Dengan kamera tersembunyi, para wartawan jaringan televisi terbesar di Cina, China Central TV, mengunjungi sejumlah rumah bordil di kota Dongguan yang terkenal dengan julukan kota "metropolis seks". Reportase TV ini disiarkan pertengahan Februari lalu dan mengkritik kemerosotan moral kota Dongguan. "Polisi tak mau bertindak", demikian celaan dalam tayangan itu. Untuk membuktikan ketidakbenaran celaan tersebut, beberapa jam kemudian polisi melakukan razia dengan mengerahkan 7000 orang personil. Dalam razia tersebut polisi menangkap 67 orang.
Hukuman berat bagi para pelacur
Prostitusi memang dilarang di Cina, meski demikian prostitusi ada dimana-mana. Di bar-bar karaoke, hotel-hotel mewah dan di rumah-rumah pemandian, laki-laki juga terkadang perempuan membayar untuk mendapat layanan seks. Secara resmi tak diketahui pasti berapa jumlah bisnis prostitusi di Cina. Diperkirakan ada sekitar empat sampai enam juta pekerja seks di Cina.
Bisnis prostitusi mengakar kuat dalam masyarakat. Untuk bisa mendapatkan proyek yang menguntungkan, para pebisnis memberikan undangan mengunjungi tempat karaoke dengan fasilitas perempuan penghibur. Menariknya, adalah fakta bahwa para pejabat yang menerima suap berupa layanan seks menganggap hal tersebut sebagai wujud tanda perhatian. Musim panas tahun lalu ada lima orang hakim yang kepergok sedang bersama pelacur dan akhirnya mendapat skors dinas. Namun, sering pula sejumlah anggota partai dibebaskan setelah diketahui menggunakan jasa pelacuran.
Profesi sebagai pelacur punya resiko tinggi selain harus berhati-hati terhadap ancaman penyakit kelamin dan AIDS, para pekerja seks juga harus berhati-hati terhadap polisi. Jika tertangkap, para pelacur tersebut harus menjalani hukuman kerja paksa di sebuah tempat penahanan. Organisasi kemanusiaan di New York mengkritik bentuk hukuman ini, karena berbeda dari sebagian besar tahanan, para pelacur tersebut harus membayar sendiri biaya selama masa tahanan.
Perdebatan terkait prostitusi
Tayangan dalam TV tersebut telah memicu terjadinya sejumlah perdebatan sengit terkait pelacuran di Cina. Ai Xiaoming, seorang feminis Cina mengatakan: "Televisi pemerintah mencela prostitusi sebagai kemerosotoan moral. Akan tetapi banyak pejabat Cina yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Dan bahkan menggunakan uang negara untuk itu." Menurut Ai, prostitusi lebih merupakan masalah penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi ketimbang masalah moralitas dan seksual.
Tak hanya perdebatan sengit, diskusi panas juga terjadi di jejaring sosial Cina. Para pengguna internet memandang tayangan tersebut sebagai khotbah moral pemerintah, sementara pengguna internet lainnya berpendapat tayangan tersebut dilatarbelakangi pertarungan kekuasaan internal partai politik. Segera setelah acara tersebut disiarkan, sejumlah anggota partai lokal dikenai skorsing.
Legalisasi prostitusi
Di sisi lain, banyak pula suara yang menuntut dilegalkannya prostitusi secara bertahap. "Jika pekerjaan otak dan tangan bisa dijual, mengapa tidak untuk pekerjaan seks ?" tanya Li Yinhe, peneliti seks di portal berita iFeng. "Memang legalisasi penuh bisa bermasalah. Hal tersebut bisa menyebabkan gelombang protes di kawasan sekitar yang terkena dampak. Tapi, langkah pertama harusnya adalah pelegalan prostitusi," lanjutnya.
Menurut Ai, seorang aktivis perempuan Cina, cara pemberantasan prostitusi seperti yang diterapkan di Swedia - dengan memberikan hukuman hanya pada para pengguna jasa seks tapi tidak pada para pelacur - adalah cara yang salah. Ia berpendapat, sebuah cara yang sesuai dengan Cina harus ditemukan, meski belum tahu secara nyata cara apa, dengan pasti ia mengatakan, semua orang yang terlibat harus mau ikut serta mencari solusi - termasuk perwakilan dari bisnis prostitusi. Sehingga razia seperti yang terjadi di Dongguang tak lagi dibutuhkan.
Meski demikian, sepertinya Cina lebih memilih jalan lain. Senin tanggal 17 Februari lalu, kementerian keamanan publik membuat pengumuman lewat website bahwa pemerintah Cina ingin meningkatkan perang melawan prostitusi, perjudian, dan obat-obatan di seluruh negara itu.