Dilema India Menampung Mantan PM Bangladesh Sheikh Hasina
16 Agustus 2024Sejak mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina melarikan diri dari Dhaka dengan helikopter militer dan mendarat di pangkalan angkatan udara India dekat New Delhi pada 5 Agustus, muncul berbagai spekulasi bahwa dia akan mencari suaka di negara lain.
Namun, rencana untuk mencari suaka di Eropa atau Timur Tengah sejauh ini belum berhasil, menurut laporan media India. Sementara di Bangladesh, pemerintahan sementara yang baru telah terbentuk, dipimpin oleh peraih Nobel, Muhammad Yunus.
Pemerintah India di bawah Perdana Menteri Narendra Modi sedang mempertimbangkan apa yang harus mereka lakukan, dan bagaimana berinteraksi dengan pemerintahan sementara yang baru di Bangladesh.
India berbagi perbatasan sepanjang 4.100 kilometer dengan Bangladesh. New Delhi telah lama prihatin dengan perdagangan manusia, infiltrasi, dan aktivitas teroris di sepanjang perbatasan, terutama karena Bangladesh berbatasan dengan negara bagian Benggala Barat, Assam, Meghalaya, Tripura, dan Mizoram di India, yang rentan terhadap pemberontakan dengan kekerasan.
'Dilema pelik bagi India'
India selama ini dapat mengandalkan pemerintahan Sheikh Hasina untuk memastikan risiko keamanan tetap terkendali. Namun, penggulingannya telah memberikan tantangan baru bagi New Delhi. Kekhawatiran lain bagi India adalah nasib kelompok agama minoritas di Bangladesh, di mana umat Hindu berjumlah sekitar 8% dari 170 juta penduduk negara tersebut.
Para ahli mengatakan, India ingin menjaga hubungan bilateral yang baik dengan Bangladesh dan tidak ingin kehadiran Sheikh Hasina di negaranya memicu ketegangan.
Ajay Bisaria, mantan komisaris tinggi India untuk Pakistan, mengatakan kepada DW bahwa "kehadiran Sheikh Hasina menimbulkan dilema yang pelik bagi India."
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
"Meskipun India ingin memberikan keramahtamahan kepada teman-temannya, bahkan kepada mereka yang digulingkan melalui kudeta, jika Hasina terus tinggal di India, ini bisa berisiko memicu tuntutan ekstradisi dari pemerintah sementara Bangladesh, atas dugaan kejahatan kemanusiaan,” katanya.
Ajay Bisaria mengatakan, kehadiran Hasina dapat menghambat upaya India untuk membangun hubungan dengan pemerintahan sementara yang baru di Bangladesh.
"Demi keselamatan pribadinya, dan agar tidak mempermalukan tuan rumahnya, Syekh Hasina memilih untuk menjadi tamu sementara di India, sebelum dia mendapatkan perlindungan permanen di Inggris, atau negara Barat lainnya,” kata Bisaria. Dia menambahkan, India tidak akan mendukung "pemerintahan di pengasingan" di wilayahnya, "yang akan sangat menentang pemerintahan baru Bangladesh."
Menjalin hubungan dengan pemerintahan Yunus
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, penasihat urusan luar negeri pemerintah sementara Bangladesh, Md Touhid Hossain, mengatakan tinggalnya Hasina di India tidak akan berdampak pada hubungan bilateral kedua negara. Namun demikian, ia menekankan bahwa Kementerian Hukum yang harus memulai upaya untuk membawanya kembali ke Bangladesh.
"Apa yang saya ketahui adalah, dia (Hasina) mengundurkan diri dan surat pengunduran dirinya ada pada presiden. Ini sudah dikonfirmasi. Jika kementerian hukum meminta kami menulis surat untuk membawanya kembali, saya akan melakukannya," kata Hossain kepada media Channel 24.
Pinak Ranjan Chakravarty, mantan komisaris tinggi untuk Bangladesh, yang telah mengikuti perkembangan peristiwa tersebut dengan cermat, mengatakan kepada DW bahwa akan sulit untuk menentukan jangka waktu bagi Hasina untuk tinggal di India, dan hal ini akan bergantung pada situasi politik di Bangladesh.
"Terakhir kali ayahnya Sheikh Mujibur Rahman dan anggota keluarga lainnya dibunuh pada tahun 1975, dia berlindung di India dan kembali ke negaranya pada tahun 1981,” kata Chakravarty.
Di bawah pemerintahan Sheikh Hasina selama 15 tahun, Dhaka dan New Delhi menikmati hubungan diplomatik dan perdagangan yang kuat. Bangladesh adalah mitra dagang terbesar India di Asia Selatan, dengan neraca perdagangan bilateral diperkirakan mencapai USD15,9 miliar pada tahun fiskal 2022-23, menurut data pemerintah India. Kedua belah pihak juga berencana memulai pembicaraan untuk kesepakatan perdagangan bebas.
Sanjay Bhardwaj dari Pusat Studi Asia Selatan di Universitas Jawaharlal Nehru berpendapat, tidak ada gunanya bagi pemerintah mana pun di Bangladesh untuk menjauhkan diri dari India.
"Kedekatan India dengan Bangladesh menghasilkan keuntungan perdagangan yang alami. Perbatasan darat yang sama dan jaringan transportasi yang baik memfasilitasi pergerakan barang, seringkali dengan biaya lebih rendah dibandingkan dengan impor dari lokasi yang lebih jauh seperti Cina,” tambahnya.
"Sektor manufaktur garmen Bangladesh, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonominya, sangat bergantung pada bahan mentah dan barang setengah jadi dari India,” tambah Sanjay Bhardwaj.
Untuk saat ini, India masih belum menyatakan secara resmi, berapa lama mereka akan menampung Sheikh Hasina.
(hp/as)