Iklim: Tahun 2023 Catatkan Rekor Ekstrem bagi Eropa
24 April 2024Dampak perubahan iklim semakin terasa di Eropa. Menurut laporan Layanan Perubahan Iklim Copernicus, C3S, dan Badan Meteorologi Dunia, WMO, Eropa membukukan rekor tahun terpanas dalam sejarah pencatatan cuaca selama tiga kali sejak 2020, dan sepuluh kali sejak 2007.
Suhu rata-rata di tahun 2023 juga menyamai rekor tahun 2020, yakni tahun terpanas di Eropa dengan sekitar satu derajat di atas periode referensi tahun 1991 hingga 2020. "Secara keseluruhan, tahun 2023 merupakan tahun yang kompleks," kata direktur Copernicus Carlo Buontempo.
"Pada tahun 2023, Eropa mengalami kebakaran hutan terbesar dalam sejarah, salah satu tahun terbasah, gelombang panas laut yang parah, dan banjir besar yang menghancurkan," ujarnya.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Kerugian senilai 11 miliar Euro akibat banjir
Secara keseluruhan, terjadi peningkatan curah hujan sekitar tujuh persen di atas rata-rata normal pada tahun 2023. Akibatnya, sepertiga sungai di Eropa meluap dan menciptakan bencana banjir.
Menurut perkiraan awal dari Bank Data Bencana Internasional, sekitar 1,6 juta orang terkena dampak banjir di Eropa dan setidaknya 40 orang kehilangan nyawa. Sebanyak 63 orang tewas akibat badai dan 44 orang tewas dalam kebakaran hutan. Jumlah kerugian yang disebabkan oleh cuaca ekstrem selama tahun 2023 mencapai 13,4 miliar euro, dengan lebih dari 80 persennya disebabkan oleh banjir.
"Krisis iklim adalah tantangan terbesar yang dihadapi generasi kita. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mewujudkan solusi iklim mungkin awalnya terlihat mahal. Tapi kerugiannya akan jauh lebih besar jika tidak melakukan tindakan nyata,” kata Celeste Saulo, Sekretaris Jenderal WMO.
Marak gelombang panas
Bahaya kesehatan akibat cuaca ekstrem di Eropa juga dilaporkan semakin meningkat. Menurut riset, jumlah orang yang meninggal akibat gelombang panas meningkat sekitar 30 persen dalam 20 tahun terakhir. Di seluruh Eropa, tahun 2023 memecahkan rekor jumlah hari dengan suhu panas ekstrem.
Pada puncak gelombang panas pada bulan Juli lalu, 41 persen wilayah selatan Eropa mencatatkan suhu panas yang parah hingga ke level ekstrem.
Hasilnya, risiko manusia mengalami stres panas juga meningkat. Kondisi ini terjadi akibat pengaruh suhu tinggi yang dikombinasikan dengan faktor lain seperti kelembapan udara dan kecepatan angin, radiasi matahari terhadap tubuh manusia.
Cairnya Alpen dan punahnya hutan
Suhu panas ekstrem di Eropa dilaporkan memicu pencairan gletser secara masif pada tahun 2023. Situasi paling dramatis ditemukan di Pegunungan Alpen, pemicu fenomena ini antara lain akibat minimnya salju di musim dingin. Dalam dua tahun terakhir, tutupan gletser Alpen telah kehilangan sekitar 10 persen, menurut laporan Copernicus.
Karena rendahnya tutupan salju, volume air di sungai Alpine Po berkisart di bawah rata-rata tahunan. Akibatnya, wilayah Italia Utara mengalami kekeringan.
Di sepanjang tahun, Eropa mencatatkan kebakaran hutan seluas gabungan antara kota London, Paris dan Berlin. Kebakaran terbesar terjadi di Yunani yang luasnya mencapai dua kali lipat luas kota Athena.
Kenapa suhu di Eropa memanas?
Eropa adalah benua yang mengalami pemanasan tercepat, dengan kenaikan suhu sekitar dua kali lebih cepat dari rata-rata dunia. Menurut Wakil Direktur Copernicus Samantha Burgess, hal ini sebagian disebabkan oleh kedekatan Eropa dengan kawasan Kutub Utara. Di sana, suhu memanas sekitar empat kali lebih cepat dibandingkan wilayah lain di dunia.
Ironisnya, berkurangnya polusi udara di Eropa juga berkontribusi terhadap pemanasan. Menurut Burgess, perbaikan kualitas udara berarti terdapat lebih sedikit partikel di udara yang mampu memantulkan sinar matahari dan membantu pendinginan.
Catatan positif: rekor energi terbarukan
Namun, tahun 2023 menandakan rekor kapasitas produksi listrik hijau dari energi terbarukan di Eropa. Secara keseluruhan, energi terbarukan menyumbang 43 persen pada produksi listrik. Sebagai perbandingan, pada tahun 2022 jumlahnya hanya sebesar 36 persen.
Salah satu penyebabnya adalah badai musim gugur dan musim dingin yang menghasilkan energi angin dalam jumlah di atas rata-rata dan naiknya debit aliran sungai yang menambah daya pembangkit tenaga air.
Artinya, untuk kedua kalinya Eropa memproduksi lebih banyak listrik hijau dalam setahun, ketimbang dengan bahan bakar fosil.
Namun begitu, Copernicus memperingatkan penambahan emisi gas rumah kaca, yang bertanggung jawab atas pemanasan global, juga tetap meningkat pada tahun 2023.
Proyeksi tahun 2024
Dalam hal ini, kata direktur Copernicus Buontempo, Eropa akan terus menghadapi dampak perubahan iklim, setidaknya dalam waktu dekat. "Rekor suhu panas akan masih dicatat sampai tercapainya target nol emisi," timpal Samantha Burgess.
Menurutnya, Eropa kemungkinan besar tidak akan mencatatkan rekor temperatur pada musim panas mendatang. Hal ini disebabkan melemahnya efek El Niño yang diprediksi akan segera berakhir tahun ini.
rzn/as