India dan Cina Evakuasi Warganya secara Bertahap
2 Maret 2022Sejauh ini India berusaha untuk tidak memihak, bahkan ketika Rusia mendapati dirinya semakin terisolasi dari dunia luar karena melancarkan operasi militer terhadap Ukraina. Namun, konflik yang sedang berlangsung berdampak pada ribuan warga India. Lebih dari 20.000 siswa dari negara Asia Selatan itu berada di Ukraina untuk belajar kedokteran atau teknik, terhitung sekitar 24% dari total siswa internasional di sana.
Meski mendapat tekanan dari Barat, pejabat India dan pakar kebijakan luar negeri percaya bahwa New Delhi harus menempuh jalur pragmatis dan menghindari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa. Untuk saat ini, prioritas India adalah evakuasi segera warga negaranya dari zona perang, penghentian permusuhan, dan pemulihan dialog antara kedua belah pihak.
India telah mengevakuasi 1.377 warga dari Ukraina yang dilanda perang dalam 24 jam terakhir, kata Menteri Luar Negeri S Jaishankar, Rabu (02/03).
"Enam penerbangan kini telah berangkat ke India dalam 24 jam terakhir, termasuk penerbangan pertama dari Polandia. Membawa kembali 1.377 lebih warga negara India dari Ukraina, ”kata Jaishankar dalam sebuah cuitan.
Operasi Ganga diluncurkan untuk mengevakuasi warga di Ukraina. India akan mengerahkan lebih dari 26 penerbangan dalam tiga hari ke depan. Dengan ditutupnya wilayah udara Ukraina, bandara di Rumania, Hungaria, Polandia, dan Republik Slovakia digunakan untuk menerbangkan orang India.
Angkatan Udara India juga membantu evakuasi orang India dari Ukraina. Wakil Kepala IAF Marsekal Udara Sandeep Singh mengatakan tiga pesawat C-17 telah berangkat untuk mengevakuasi warga yang terdampar. Singh menambahkan bahwa operasi evakuasi akan berjalan sepanjang waktu sampai semua orang India dibawa kembali.
Pada Selasa (01/03), Menteri Luar Negeri Harsh Vardhan Shringla mengatakan kepada wartawan bahwa tidak ada orang India yang tersisa di ibu kota Ukraina, Kiev.
Cina evakuasi warganya dari Ukraina
Sekitar 600 mahasiswa Cina menyelamatkan diri dari Kiev dan kota pelabuhan selatan Odessa pada hari Senin (28/02), surat kabar Global Times yang dikelola pemerintah melaporkan, mengutip kedutaan Cina di ibu kota Ukraina.
Mereka melakukan perjalanan dengan bus ke negara tetangga Moldova di bawah pengawalan kedutaan dan perlindungan polisi setempat. Seorang pengungsi mengatakan perjalanan selama enam jam itu "aman dan lancar." Sementara itu, 1.000 warga negara Cina lainnya meninggalkan Ukraina pada Selasa (01/03) menuju Polandia dan Slovakia.
Cina mengatakan sekitar 6.000 warganya berada di Ukraina untuk bekerja atau belajar. Kedutaan Besar Cina di Kiev awalnya mendesak mereka yang berencana pergi untuk memasang bendera Cina di kendaraan mereka, tetapi tidak jadi dilakukan setelah muncul kabar di media sosial tentang meningkatnya permusuhan terhadap warga negara Cina.
Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan pada hari Selasa (01/03) bahwa pihaknya membantu warga untuk meninggalkan negara itu, tetapi tidak memberikan rincian.
"Kementerian Luar Negeri Cina dan Konsulat Cina di Ukraina telah mengirimkan semua sumber daya dan melakukan semua upaya untuk memberikan dukungan dan bantuan," kata juru bicara Kementerian Wang Wenbin.
"Tuduhan rasisme dibesar-besarkan"
Tiga mahasiswa Nigeria, Joseph, Eric, dan Francis, termasuk di antara puluhan ribu orang yang menyeberang dari Ukraina ke Polandia pada Senin (28/02). Berbicara kepada koresponden DW di kota perbatasan Polandia, Korczowa, ketiganya mengatakan perjalanan mereka melalui Ukraina menjadi lebih sulit karena warna kulit mereka.
"Ada banyak diskriminasi yang terjadi di sana," Joseph, seorang mahasiswa teknik komputer mengatakan kepada DW. "Kami sebenarnya harus memohon kepada orang-orang untuk membawa kami ke perbatasan sehingga kami dapat menemukan cara untuk melarikan diri."
Sejumlah orang Afrika yang mencoba melarikan diri dari Ukraina setelah Rusia menginvasi pada pekan lalu juga mengatakan mereka mengalami masalah dalam mendapatkan bus atau kereta api ke perbatasan Ukraina karena mereka berkulit hitam.
Namun, dengan begitu banyak pengungsi yang membanjiri penyeberangan perbatasan Ukraina, Serge Nyangi, yang membantu siswa Kongo mengakses beasiswa untuk belajar di Ukraina, mengatakan kepada DW bahwa dia yakin tuduhan rasisme dibesar-besarkan.
"Ada orang yang mencoba memanjat pembatas, ada yang berkelahi dengan penjaga. Jika Anda melihat apa yang terjadi di sana, Anda akan tahu bahwa penjaga tidak mungkin memilih siapa yang harus dilewati," katanya dalam wawancara telepon dari Ukraina. .
Manuel Assuncao, seorang mahasiswa Angola di Ukraina, mengatakan dia yakin sebagian dari masalahnya adalah kekacauan umum di dalam negeri, dengan begitu banyak orang menyelamatkan diri.
"Kami melihat tank lewat dan bom jatuh. Wajar jika orang-orang tegang," katanya kepada DW, Senin (28/02).
ha/hp (DW, AFP, NDTV)