1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Iran Hadapi Kelangkaan Gas, Meski Punya Banyak Cadangan

17 Januari 2023

Menurunnya pasokan gas di Iran, memaksa sekolah dan kantor pemerintah ditutup pada musim dingin ini. Padahal negara itu memiliki cadangan gas terbesar kedua di dunia, bahkan sempat berkeinginan mengekspor ke Eropa.

https://p.dw.com/p/4MEuO
Iran - Teheran
Rabu (11/01), cuaca bersalju di Teheran, warga Iran telah diperingatkan bahwa mereka harus menghemat energi pada musim dingin iniFoto: Rouzbeh Fouladi/ZUMA Press Wire/picture alliance

Pada awal September 2022 lalu, Menteri Perminyakan Iran Javad Owji telah memperingatkan adanya potensi kelangkaan gas pada musim dingin ini. Namun, itu dia tujukan untuk warga Eropa, bukan kepada warga negaranya. "Kalian sedang dikelola (oleh pemerintah) yang buruk," kata Owji dalam sebuah wawancaranya di televisi.

Pernyataannya tersebut merupakan tanggapan Owji terhadap kekhawatiran Eropa atas produksi industri dan rumah tangga beberapa negaranya yang diprediksi akan menderita akibat kekurangan pasokan gas dari Rusia, dampak dari sanksi Barat sebagai tanggapan atas perang Ukraina.

Pada saat itu, Iran menawarkan dirinya sebagai sumber alternatif gas alam dan melihat posisinya diperkuat pada diskusi internasional untuk membatasi program nuklirnya. "Kami memiliki cadangan gas terbesar kedua di dunia dan dapat memasok hingga ke Eropa," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Nasser Kanaani pada awal September 2022 lalu.

Sebelum gagasan itu dapat dilaksanakan, sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran harus terlebih dahulu dicabut. Namun, Iran tidak mau menanggapi tuntutan negosiator untuk bekerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional, dan rencana Teheran pun harus gagal.

Sementara itu, krisis energi di Eropa justru perlahan mulai mereda. Pihak berwenang mengatakan bahwa pasokan gas mulai stabil di Jerman, di mana sebelumnya Jerman sangat bergantung pada gas Rusia sebelum perang di Ukraina dimulai. Justru masalah itu kini muncul di Iran, di mana Teheran tengah menghadapi kelangkaan gas akibat infrastruktur negaranya yang memburuk.

Iran - Teheran
Cuaca dingin di Teheran telah membebani pasokan gas negara ituFoto: Rouzbeh Fouladi/ZUMA Press Wire/picture alliance

'Berpakaian lebih hangat di rumah'

Iran tengah mengalami masalah teknis dengan produksi gasnya, Kementerian Perminyakan negara itu telah mengonfirmasinya. Awal pekan ini, Menteri Perminyakan Iran Javad Owji memperingatkan warganya untuk menghemat pasokan gas rumah tangga.

Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita resmi Shana, Owji menyarankan warga Iran untuk "berpakaian lebih hangat di rumah dan kurangi konsumsi gas. Bagi mereka yang menggunakan terlalu banyak gas, pasokan mereka akan diputus."

"Tidak ada yang bisa mengatakan, 'Saya akan membayar apa yang saya konsumsi,'" tambah Owji. Pada hari Kamis (12/01), otoritas pemerintah di satu provinsi timur laut Iran juga telah menutup semua kantor hingga hari Minggu (15/01), hanya untuk menghemat listrik dan konsumsi gas mereka

"Memalukan!" kata seorang ibu rumah tangga dari Teheran kepada tim DW menanggapi pengumuman tersebut. "Dalam tiga atau empat tahun terakhir, kami melihat pertunjukan teater yang sama setiap kali musim dingin. Setiap hujan salju melumpuhkan negara ini, ketika pihak berwenang dan sekolah-sekolah justru ditutup untuk menghemat energi."

Musim dingin kali ini tidak terkecuali. Sejak pertengahan Desember lalu, kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah di berbagai provinsi di seluruh negeri berpenduduk 84 juta orang ini telah ditutup selama berminggu-minggu untuk menghemat pasokan gas.

Namun, berpakaian hangat di rumah adalah hal yang tidak biasa bagi perempuan berusia 37 tahun itu, seperti halnya bagi kebanyakan warga Iran lainnya. Mereka lebih terbiasa memiliki rumah yang hangat dengan pasokan gas murahnya. Iran mungkin memiliki cadangan energi yang besar, tetapi cenderung menggunakannya secara tidak efisien.

Gambar simbolis ladang minyak di kawasan Teluk Persia, Iran
Masalah teknis di kilang yang sebagian dibangun di ladang gas South Pars pada tahun 2014 ini, telah mengganggu produksi gas IranFoto: Vahid Salemi/AP Photo/picture alliance

"Iran menderita akibat konsumsi gas alam dan sumber energi lainnya yang berlebihan sebagai akibat dari efisiensi energi yang sangat buruk," kata David Jalilvand, pemimpin firma konsultan kebijakan Orient Matters di Berlin. "Subsidi yang dimaksudkan untuk meringankan kesulitan ekonomi penduduk itu merupakan faktor penting di sini," katanya kepada tim DW. "Beberapa upaya untuk memotong subsidi itu gagal karena situasi genting dari banyak rumah tangga di Iran."

Konsumsi industri yang sangat tinggi

Iran juga tengah berjuang menghadapi konsumsi energi mereka yang cukup tinggi di hampir semua sektor industri, terutama industri besi, baja dan semen. Menurut Institut Federal Jerman untuk Geosains dan Sumber Daya Alam, Iran berada di peringkat keempat dalam daftar negara dengan konsumsi gas tertinggi di seluruh dunia pada tahun 2020, dibawah AS, Rusia, dan Cina.

"Selama dua dekade terakhir, Iran mampu memperluas produksi gas alamnya secara signifikan," kata Jalilvand. "Tetapi produksinya tetap terbelakang, jika dilihat dari jumlah cadangan Iran. Kurangnya akses ke teknologi utama akibat sanksi ekonomi AS juga menjadi alasannya. Untuk masa yang akan datang, sepertinya Iran tidak akan memiliki kapasitas yang signifikan untuk meningkatkan ekspor gasnya."

Persaingan atau justru bekerja sama dengan Rusia?

Teheran dan Moskow berencana untuk mempererat kerja sama antarnegara dalam menanggapi sanksi AS yang dihadapi oleh kedua negara. Pada bulan Juli 2022 lalu, perusahaan energi Rusia Gazprom menandatangani perjanjian kerja sama senilai $40 miliar (setara Rp603 triliun) dengan perusahaan minyak Iran NIOC untuk membantunya mengembangkan dua ladang gas dan enam ladang minyak.

Jalilvand memandang skeptis perjanjian tersebut dan berpendapat bahwa "bagaimanapun, Moskow tidak tertarik untuk membangun saingan yang kuat di pasar global, terutama karena pasar penjualan Rusia menjadi jauh lebih kecil akibat sanksi itu."

Rusia juga telah menawarkan minyak dan gasnya dengan harga diskon yang sangat signifikan ke negara-negara seperti Cina, India dan Turki, yang juga merupakan pelanggan tradisional Iran.

Turki, misalnya, sampai saat ini mengimpor gas dari Iran, tetapi kini sedang menegosiasikan diskon harga 25% untuk pasokan gas dari Rusia.Kantor berita Bloomberg juga melaporkan pada bulan Desember lalu bahwa pemerintah Turki ingin mendapatkan diskon retroaktif untuk impor gas pada musim gugur ini yang sudah mereka bayarkan. (kp/hp)