Jerman Debatkan Fenomena Kriminalitas Warga Asing
14 Agustus 2024Jerman mencatat kenaikan jumlah kejahatan dengan unsur kekerasan, pemerkosaan, pencurian, dan pembobolan rumah. Tahun lalu, angka tindak kriminal mencapai rekor tertinggi. Tingkat kejahatan meningkat secara signifikan, terutama di kalangan warga asing yang sebesar 13,5 persen.
Situasi tersebut memicu perdebatan politik, antara lain, apakah polisi harus selalu menyebutkan kewarganegaraan tersangka, yang dikhawatirkan bisa digunakan kaum populis kanan untuk menghasut sentimen xenofobia.
Penyebutan latar belakang etnis atau negara seorang tersangka harus dilakukan, desak Sekretaris Jenderal Partai Liberal Demokrat, FDP, yang merupakan bagian dari koalisi pemerintah di Berlin. Kepada surat kabar Bild am Sonntag, Bijan Djir-Sarai meminta "pihak berwenang harus selalu menyebutkan kewarganegaraan para tersangka ketika memberikan informasi tentang kejahatan untuk menciptakan transparansi yang diperlukan. Seharusnya tidak timbul kesan bahwa informasinya ingin disembunyikan."
Simpang siur politik migrasi
Atas inisiatifnya, Djir-Sarai mendapat dukungan partai oposisi konservatif CDU/CSU. Fakta bahwa otoritas penegak hukum di seluruh negeri harus menyebutkan kewarganegaraan tersangka pelaku adalah untuk memastikan "transparansi dan kredibilitas,” kata kaum konservatif.
Namun, proposal tersebut tidak cukup bagi partai populis sayap kanan, Alternative für Deutschland, AfD. Menurut mereka, laporan polisi juga harus menjelaskan apakah tersangka adalah migran, yaitu orang dengan paspor Jerman, tetapi berasal dari luar negeri. SPD dan Partai Hijau dengan tegas menentang usulan Djir-Sarai. Kedua partai koalisi kiri-tengah itu ingin tetap berpegang pada peraturan yang sudah ada.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Perdebatan di Jerman tidak mengejutkan ahli kriminologi di Universitas Münster, Christian Walburg. Dia mengatakan kepada DW, betapa "para aktor sayap kanan telah lama menyadari bahwa mereka dapat menggunakan topik ini untuk mendulang dukungan elektoral. Kejahatan lebih mungkin terjadi dibandingkan topik lainnya untuk membangkitkan kebencian, ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, dan kebencian. "
Polisi dan otoritas kehakiman di 16 negara bagian bertanggung jawab untuk memutuskan dalam kasus apa mereka akan membocorkan kewarganegaraan tersangka: "Bahkan sekarang, kewarganegaraan sering disebutkan dalam insiden dan kejahatan yang lebih serius. Dan jika ada hubungan dengan pengungsi, seluruh Jerman akan membahasnya."
Hal ini misalnya terjadi pada akhir tahun 2015, ketika perempuan menjadi korban pelecehan seksual di dekat stasiun kereta di kota Köln. Setelah awalnya enggan, media akhirnya memberitakan kewarganegaraan para tersangka. Banyak dari mereka berasal dari Afrika Utara dan bukan warga negara Jerman.
Kode etik pers sebagai pedoman
Sebagian besar biro pers di lembaga kehakiman dan kepolisian Jerman berpatokan kepada kode etik Dewan Pers Jerman. Di sana dinyatakan bahwa kewarganegaraan pada umumnya tidak berperan dalam pemberitaan. Pengecualian hanya diberikan jika ada "kepentingan publik yang dapat dibenarkan" mengenai asal usul tersangka. Menyebutkan kewarganegaraan tidak boleh mengarah pada "generalisasi kesalahan individu."
Organisasi inisiatif pengungsi, Amnesty International dan asosiasi jurnalis khawatir bahwa penyebutan kewarganegaraan dalam semua kasus kejahatan akan memperkuat prasangka, menimbulkan ketakutan dan mendorong rasisme.
Polisi "harus menjadi otoritas yang memutuskan apa yang boleh disebutkan atau tidak," kata Henrik Zörner dari Asosiasi Jurnalis Jerman kepada DW. "Kami sama sekali tidak percaya pada inisiatif ini. Ada risiko bahwa penyebutan nama negara atau asal etnis penjahat akan menjadi lebih umum dan perlindungan terhadap kelompok minoritas yang tercantum dalam Kode Pers Jerman akan dilanggar."
Perubahan di negara bagian
Beberapa negara bagian di Jerman telah melazimkan pemberian informasi mengenai kewarganegaraan tersangka pelaku kriminal, misalnya Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, dan Sachsen. Negara bagian federal yang paling padat penduduknya, Nordrhein-Westfalen, juga ingin menerapkan kebijakan tersebut di masa depan. Kementerian Dalam Negeri menjelaskan bahwa mereka ingin menciptakan transparansi.
Kriminolog Christian Walburg mengkhawatirkan adanya "efek samping diskriminatif", tetapi juga menyebutkan keuntungannya: "Ini berarti suatu kelegaan bagi otoritas kepolisian jika mereka harus menyebutkan kewarganegaraan dalam setiap siaran pers."
Di beberapa negara bagian federal lainnya, praktik yang sebelumnya agak tertutup sehubungan dengan penyebutan kewarganegaraan kini sedang ditinjau. Masih harus dilihat apakah peraturan baru dari NRW dan usulan dari politisi FDP Djir-Sarai akan menjadi preseden. Setiap negara bagian berwenang memutuskan hal ini secara independen.
(rzn/hp)