Jerman Menang Sidang Kejahatan Perang Nazi
3 Februari 2012Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan bahwa Italia melanggar kedaulatan nasional Jerman dengan mengizinkan pengadilan mereka menangani klaim penggantian kerugian atas kejahatan perang Nazi. Di tahun 2008, Mahkamah Agung Italia memutuskan seorang warga Italia, Luigi Ferrini, berhak atas ganti rugi karena dideportasi dari Jerman tahun 1944 saat kerja paksa bagi industri persenjataan.
15 hakim dari badan hukum tertinggi PBB melalui suara 12-3 menyatakan bahwa kasus di Italia melanggar hak Jerman di bawah hukum internasional. Keputusan ICJ adalah final dan mengikat. "Sidang menetapkan bahwa tindakan pengadilan Italia yang tidak mengindahkan imunitas negara merupakan pelanggaran kewajiban terhadap Jerman," tegas seorang hakim ICJ, Hisashi Owada, di Den Haag.
Sistem ganti rugi
Jerman mengajukan kasus melawan Italia ke ICJ tahun 2008 lalu dengan dalih memiliki kekebalan atas tuntutan di pengadilan nasional. Berlin berargumentasi bahwa keputusan sidang Italia merusak sistem penggantian kerugian yang telah berlaku, sehingga berpotensi membuka arus klaim ganti rugi dari banyak individu di berbagai penjuru dunia.
Berlin menghindari skenario semacam ini antara lain dengan negosiasi perjanjian ganti rugi bilateral dengan Israel dan negara-negara lainnya yang diduduki semasa perang. Pemerintah Jerman menandatangani perjanjian ganti rugi dengan Italia di tahun 1961 yang berujung pada restitusi sebesar 40 juta Mark Jerman atau 20 juta Euro bagi warga Italia yang menjadi korban penyiksaan atas dasar ras, agama dan pandangan.
Meski tokoh fasis Italia, Benito Mussolini, adalah sekutu Hitler, tentara Nazi menduduki dan mengambil alih Italia di tahun 1943. Italia beralasan bahwa penyiksaan yang dilakukan tentara Nazi termasuk ke dalam kejahatan internasional sehingga menggugurkan imunitas yang dimiliki Jerman.
"Kami tidak kecewa," ujar Paolo Pucci di Benisichi, perwakilan Italia dalam kasus ini. "Tentu saja saya akan lebih memilih keputusan yang lebih dekat dengan pembelaan kami."
Carissa Paramita/dw
Editor: Christa Saloh-Foerster