Kabul Tidak se-Konservatif Kota-Kota Pakistan
17 Oktober 2012Kabul bukanlah sebuah tempat yang suram dan membuat depresi sebagaimana yang selama ini dipikirkan oleh hampir semua orang di dunia. Orang-orang Afghanistan lucu dan menyenangkan, dan mereka suka pesta. Ada puluhan gedung pernikahan di ibukota, yang kelihatannya secara bisnis menguntungkan. Pesta perkawinan di Kabul lebih meriah daripada pesta serupa di India atau Pakistan. Keluarga Afghanistan dari kelas atas dan menengah rela merogoh kocek hingga ribuan dollar Amerika untuk sebuah pesta perkawinan.
Kabul bisa dengan mudah disebut sebagai ibukota anak muda. Anda bisa melihat perempuan dan laki-laki muda di kantor pemerintahan atau lembaga lainnya. Anak-anak muda berusia 30 tahun yang cemerlang menempati berbagai posisi terkemuka di Kabul. Mereka tidak tertarik dengan Taliban dan tidak ingin kelompok ekstrimis itu kembali berkuasa. Para anak muda ini juga sangat energik. Mereka bekerja dan belajar pada saat bersamaan. Beberapa di antaranya menjalankan organisasi non pemerintah.
Kabul bahkan tidak terlihat seperti sebuah tempat yang konservatif. Anda tidak mendengar panggilan sholat atau adzan sebanyak seperti di Pakistan, atau bahkan Turki. Ada banyak perempuan di jalan, sebagian besar hanya menutup kepala mereka dengan syal longgar dan masih memperlihatkan rambut mereka. Burka adalah sebuah pengecualian. Anda akan bisa melihat lebih banyak perempuan bercadar di kota-kota Pakistan seperti Peshawar ketimbang Kabul.
Meski tentara dan diplomat barat sering cemas akan adanya serangan, tapi hampir semua wilayah di Kabul sebenarnya cukup aman bahkan untuk warga barat, yang bisa berjalan dengan bebas dan berbelanja. Kabul lebih aman disbanding kota-kota lain di Afghanistan.
Masih ada beberapa orang komunis lama di kota ini, yang memuji bekas Presiden Afghanistan Mohammad Najibullah, yang tinggal di apartemennya yang sederhana, karena dia tidak korup seperti Presiden Hamid Karzai yang kini berkuasa.
Saya mengunjungi sebuah bar underground yang dijalankan oleh seorang komunis yang sering dikunjungi oleh orang Afghanistan, termasuk para anggota pasukan khusus anti teror yang dilatih oleh Amerika Serikat.
Kebanyakan orang Afghanistan menyalahkan Pakistan yang dianggap mengintervensi urusan dalam negeri mereka. Jika anda menyalakan televisi, anda akan melihat bahwa orang selalu berdiskusi tentang negara tetangga mereka itu. Namun penduduk Kabul secara rutin mengunjungi Peshawar dan kota-kota lain di Pakistan, dan sebaliknya warga Pashtun Pakistan bisa bepergian ke Afghanistan dan bekerja di Kabul tanpa memerlukan dokumen, dan tidak terlalu peduli dengan “Durand Line” perbatasan internasional yang membelah wilayah Pashtun di Afghanistan dan Pakistan.
Kebanyakan orang Kabul bisa bicara dalam dua bahasa Afghanistan, yakni Dari dan Pashto. Kelompok suku tidak hidup terpisah, persahabatan dan perkawinan antar etnis adalah hal biasa. Meski ada pertumpahan darah, semua orang Afghanistan yang saya jumpai sangat nasionalis. Mereka menentang pemisahan negara itu berdasarkan suku.
Kabul adalah kota yang cukup hijau dengan banyak taman. Kota itu juga berdebu. Jalan-jalan kondisinya buruk. Kementerian Luar Negeri Afghanistan mempekerjakan puluhan tukang kebun dan bahkan mengelola rumah kaca, yang bertanggung jawab untuk memasok bunga ke semua kantor dan ruang pertemuan.
Orang Afghanistan suka sepakbola. Saya melihat pertandingan yang sangat bagus dalam pembukaan Liga Utama Afghanistan, yang disponsori oleh perusahaan telekomunikasi Afghanistan dan saluran televisi terkenal Tolo TV.
Ada banyak bus Jerman di jalan-jalan Kabul, yang dijual dari tangan kedua oleh orang Afghanistan dari Jerman.
Afghanistan menghadapi banyak tantangan tapi jangan lupa bahwa orang Afghanistan itu tangguh. Lubang peluru perang sipil telah menghilang dari dinding-dinding Kabul dan gedung-gedung baru sedang dibangun di mana-mana.
Di sebuah bukit di pinggiran barat, reruntuhan istana Darul Aman yang dibangun pada 1920 an oleh bekas Raja Afghanistan Amanullah, berfungsi sebagai pengingat dari masa lalu.