Kekuatan Kebebasan Berkata-kata
24 April 2012Toko buku kecil di Berlin Timur penuh oleh pengunjung. Bei Ling membaca dari laptopnya: "Di batas eksil terluar/Aku selalu dalam pelarian/Di peta kampung halamanku".
"Hak asasi manusia" adalah kata-kata tak terdengar
"Ausgewiesen-über China" atau "Diusir lewat Cina" adalah buku kedua Bei Ling yang pada awalnya hanya diterbitkan dalam bahasa Jerman. 1,5 tahun yang lalu, ia menulis biografi penerima Nobel Perdamaian Liu Xiaobo. Kisah hidup Bei Ling sebenarnya akan dicetak oleh penerbit di Taiwan. Namun, batal. "Penerbit itu punya hubungan baik dengan Cina", kata Bei Ling, "kontrak telah ditandatangani, tetapi setelah mereka membaca isi bukunya, mereka memutuskan untuk tidak mencetaknya.
Buku ini sebuah otobiografi. Seusai dengan judulnya, buku tentang Cina. Atau lebih tepat lagi, tentang kebebasan berpendapat dan sensor di Cina. Ini buku tentang kekuatan kata-kata dalam kebebasan. Bei Ling menggambarkan, bagaimana ia menemukan "tembok demokrasi" di Xidan saat masih menjadi mahasiswa di Beijing. Disana selama beberapa bulan tahun 1979, suara oposisi didiskusikan dalam bentuk poster-poster yang ditempelkan ke tembok tersebut. Ia memaparkan kekagumannya akan kata "hak asasi manusia" yang tidak terdengar dan bagaimana melalui kalangan oposisi ia menjadi sastrawan dan bergabung dengan gerakan bawah tanah Beijing.
Bei mendapat beasiswa ke Amerika Serikat. Ia berangkat setahun sebelum aksi protes di lapangan Tiananmen. Gerakan demokrasi ia amati dari kejauhan. Sebenarnya ia ingin terlibat dalam demonstrasi yang berlangsung. Namun, 4 Juni 1989 sejumlah peserta demonstrasi damai ditembak oleh tentara pembebasan rakyat. Bei memilih untuk tinggal di Amerika.
Hilangnya kemungkinan berekspresi
Kini hidup dalam eksil dimulai. Universitas kecil di AS menerimanya. Bei bermasalah dengan bahasa Inggris, ia merasa kesepian dan terjatuh dalam depresi. "Saya hanya pengungsi yang gagap dan tidak bisa melakukan apa-apa tanpa bantuan. Saya bukan penulis." Kisah itu tertera dalam bukunya. Pengalaman eksil seorang penulis yang kehilangan kemampuan untuk berekspresi.
Sebagian besar masa dewasanya, ia habiskan di eksil. Akhir tahun 90an ia mencoba kembali ke Cina untuk menerbitkan majalah "bawah tanah". Ia ditangkap dan dideportasi ke AS. Sejak itu, ia tidak bisa lagi kembali ke Beijing. "Di Cina saya merasa tidak bebas, tetapi nyaman. Di barat saya merasa bebas, tetapi tidak nyaman", ujar Bei Ling.
Hubungan barat dan "dinas sensor"
2009, Bei Ling menjadi sorotan di Jerman. Saat itu, Cina adalah negara tamu pameran buku internasional di Frankfurt. Bei Ling, penyair Dai Qing dan delegasi resmi diundang untuk menghadiri simposium tentang sastra Cina. Atas tekanan pemerintah Cina, undangan baginya ditarik kembali. Setelah media dan publik memprotes hal tersebut, ia kembali diundang. Namun, delegasi pemerintah Cina meninggalkan ruangan, saat Bei Ling menaiki panggung. Aksi ini semakin memperjelas perdebatan tentang seberapa jauh peran Cina dan sensor di negara-negara demokrasi.
Di bukunya, Bei Ling mengingat kembali insiden itu. Di Berlin, ia bercerita bahwa ia baru datang dari London. Di pameran buku London, negara tamu tahun ini adalah Cina. Sepertinya, penyelenggara pameran belajar dari kasus di Frankfurt. Mereka tidak mengundang sama sekali penulis Cina yang berada di eksil atau sastrawan "tidak resmi". Bei Ling tetap berangkat untuk memprotes dan turut serta dalam acara tandingan. Disana ia bertemu kembali dengan seorang teman baik dari masa gerakan bawah tanah di Beijing. Namun, situasinya sekarang sudah berubah. Temannya, kini adalah bagian dari delegasi resmi pemerintah Cina. Bei berkata, "Siapa yang dulu sebagai penulis tidak meninggalkan Cina, maka ia kini telah dibeli oleh pemerintah."
Mathias Bölinger / Vidi Legowo-Zipperer
Editor : Dyan Kostermans