Kemitraan Unik Jerman dengan Turki
30 Oktober 2012PM Turki Erdogan akan meresmikan kompleks kedutaan besar Turki yang baru di Berlin, yang akan menjadi kedutaan besar Turki terbesar di dunia. Sebagai lambang perkembangan aktivitas politik internasional Turki demikian pula sebagai pertanda meningkatnya minat Turki dalam mempererat kemitraan dan memperbesar pengaruh terhadap diaspora Turki.
“Bangunan ini adalah ekspresi betapa pentingnya pendekatan kami dengan Jerman, penting dan memiliki nilai besar terhadap penduduk Turki yang tinggal di sini.” Demikian dikatakan Dubes Turki di Berlin, Huseyin Ayni Karslioglu. “Kami akan memiliki kedutaan besar yang megah, dimana warga kami dapat bangga karenanya,” ujar Karslioglu kepada pers Turki.
Turki dan Jerman menikmati hubungan yang dekat dan luas sejak berabad-abad. Dua negara anggota NATO itu telah mengembangkan kemitraan yang unik, yang didukung sekitar 2,5 juta warga Turki yang hidup di Jerman, dimana kebanyakan dari mereka datang Sebagai „pekerja tamu“ pada tahun 1960-an. Karena isu dan masalah terkait diaspora Turki telah lama mendominasi hubungan bilateral antara Turki dan Jerman, lebih dari masalah ekonomi dan perdagangan, demikian pula kerjasama erat dalam politik internasional, hal itu menjadi faktor menentukan dalam agenda bilateral.
Hubungan Ekonomi Jadi Prioritas
Saat ini Jerman adalah mitra dagang terbesar Turki. Perdagangan bilateral mencapai rekor baru pada tahun 2011 yakni mencapai 31,4 miliar Euro, meskipun adanya krisis ekonomi dan keuangan di Eropa.
Jerman juga merupakan investor asing terbesar di Turki. Jumlah perusahaan Jerman dan perusahaan-perusahaan Turki dengan modal Jerman diperkirakan mencapai sekitar 4.800 perusajaan. Jerman juga merupakan sumber pendapatan pariwisata terbesar bagi Turki, dengan sekitar 4,8 juta wisatawan Jerman yang berkunjung ke Turki setiap tahunnya.
Booming ekonomi Turki selama beberapa dekade yang membawa negara itu masuk kelompok 15 negara ekonomi terbesar dunia, tampaknya merupakan tanda transformasi hubungan ekonominya dengan Jerman.
Sebagai hasil dari perkembangan dinamis Turki, tahun ini Jerman menandai 50 tahun program bantuan pembangunan bagi negara di Selat Bosporus tersebut. Kementerian untuk Kerjasama dan Pembangunan Jerman mengumumkan September lalu bahwa Turki sekarang “merupakan mitra ekonomi yang sejajar.”
Kebijakan Luar Negeri Baru Turki
Bagi banyak analis, kesuksesan Turki yang secara signifikan makin kuat dalam perdagangannya dengan negara-negara tetangga dan kawasannya dalam dekade terakhir, berkaitan erat dengan aktivitas politik luar negerinya yang baru. Kebijakan “nol problem” Turki dengan negara-negara tetangganya dan tujuan Ankara dalam menciptakan zona ekonomi umum di kawasan sekitarnya dihargai oleh pemerintah Jerman.
“Angka ekonominya mengagumkan. Saya agak sulit menyebutkan nama negara lain yang dapat mencapai prestasi luar biasa seperti Turki dalam perdagangan luar negerinya dalam kurang dari 10 tahun,“ dikatakan Nikolaus Graf Lambsdorff, utusan khusus kementerian luar negeri Jerman untuk Eropa Tenggara baru-baru ini dalam konferensi internasional di Berlin.
“Bagi banyak orang di kawasan-kawasan musim semi Arab, Turki menjadi sumber inspirasi, jika bukan dikatakan sebagai panutan,” ditambakan Lambsdorff, “Turki telah mengalami perubahan mengesankan. Turki menjadi pemain di kawasan regional dan pemain yang ambisius di panggung internasional.”
Perbedaan yang Belum Terselesaikan
Meskipun Turki makin penting bagi Jerman dan Uni Eropa, pimpinan Eropa masih belum menyetujui keanggotaan penuh Turki dalam Uni Eropa.
Kanselir Jerman Angela Merkel dan partainya Uni Kristen Demokrat CDU pernah menyampaikan penolakan kuat untuk keanggotaan penuh Turki dengan sebagai gantinya menawarkan „kemitraan istimewa“ bagi Turki dalam Uni Eropa.
Sehubungan dengan sengketa Siprus yang telah berlangsung beberapa dekade dan kurangnya kesediaan negara-negara pimpinan Uni Eropa lainnya, proses keanggotaan Turki ke dalam Uni Eropa mengalami kemandegan. Kurangnya kemajuan dalam proses ini terutama karena kurangnya proses demokratisasi di Turki.
Dalam laporan Hak Asasi Manusia terakhirnya, kementerian luar negeri Jerman melihat pelanggaran serius dan kurangnya kemajuan di Turki dalam bidang hak demokrasi dan kebebasan. Baru-baru ini pemerintah di Turki berusaha meningkatkan tekanan terhadap media. Para kritisi menyebut langkah itu berlatar belakang politis untuk membungkam oposisi. Sekitar 100 jurnalis tetap dipenjara dengan berbagai tuduhan.
Situasi mengkhawatirkan juga masih berlanjut dalam isu Kurdi. Dalam pertempuran dengan Partai Buruh PKK, Turki telah menahan lebih dari 2000 tersangka dengan tuduhan mereka adalah anggota partai Uni Komunitas Kurdistan KCK, sebuah „negara paralel“ yang diduga didirikan oleh PKK.
Aksi mogok makan yang dilakukan oleh lebih dari 600 milisi Kurdi di penjara di seluruh Turki menambah kecemasan tentang politik Erdogan dalam masalah Kurdi. Tapi perdana menteri Turki itu tetap bertahan pada kebijakannya, dan baru-baru ini mengecam negara-negara Eropa dan Jerman yang dianggapnya menghambat Ankara dalam pertempuran melawan PKK.
“Jerman tidak mau adanya solusi. Perancis tidak menginginkan adanya solusi. Negara-negara ini tidak membantu kami. Sebaliknya mereka membiarkan pimpinan-pimpinan teroris tinggal di teritorial mereka.” Demikian dikatakan Erdogan dalam sebuah wawancara televisi bulan lalu.
Tahun lalu Erdogan juga menyalahkan yayasan politik Jerman membantu PKK, yang menyebabkan ketegangan diplomatik antara Ankara dan Berlin. Semua klaim ini sudah dibantah oleh pihak pemerintah Jerman. Sementara ini yayasan-yayasan bersangkutan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitasnya di Turki.