1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenapa Disinformasi Iklim Dianggap Berbahaya?

24 Januari 2024

Penyangkal iklim dan industri minyak dan gas giat menyebar disinformasi demi melemahkan aksi perlindungan iklim. Kenapa fenomena yang kian marak di negara-negara industri maju ini berpotensi memicu bahaya global?

https://p.dw.com/p/4baYN
Demonstrasi menentang disinformasi iklim di San Diego, AS.
Demonstrasi menentang disinformasi iklim di San Diego, AS.Foto: Hayne Palmour IV/San Diego Union-Tribune/picture alliance

Disinformasi terjadi ketika masyarakat membagikan informasi palsu atau menyajikan data secara selektif tentang emisi bahan bakar fosil atau perubahan iklim yang tidak memberikan gambaran lengkap, dan berpotensi melemahkan narasi perlindungan iklim. Disinformasi tidak harus disengaja, karena dapat disebabkan oleh kesalahpahaman terhadap subjek yang memang bersifat kompleks.

Contohnya adalah greenwashing, yakni solusi palsu yang diklaim memerangi perubahan iklim tanpa menghemat emisi. Cara ini lazim di dunia korporasi untuk memberikan kesan hijau pada produk atau pola produksi yang padat emisi dan limbah.

Beberapa merek fesyen, misalnya, menggembar-gemborkan penggunaan serat alami terbarukan dan kemasan yang dapat didaur ulang. Konsep semacam ini biasanya hanya dilakukan dalam skala kecil, namun acap berhasil mengalihkan perhatian dari banyaknya produk fesyen murah dan sekali pakai yang mereka produksi.

Disinformasi, sebaliknya, terjadi ketika penyangkal perubahan iklim atau organisasi resmi sengaja mempublikasikan informasi palsu atau menyebarkan hoaks untuk memajukan agenda mereka, dengan mengubur fakta ilmiah dan menyerang kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk memberikan manfaat bagi lingkungan.

Pertanian Perkotaan Solusi Naiknya Harga Bahan Pangan

Bagaimana disinformasi menghambat perlindungan iklim?

Raksasa minyak dan gas dunia seperti Shell, Exxon Mobil dan BP dituduh berupaya mengerdilkan temuan sains atau menyarukan investasi bahan bakar fosil lewat lobi politik dan promosi iklan sejak akhir tahun 1970-an.

Kelompok seperti The Empowerment Alliance di AS atau Responsible Energy Citizen Coalition di Eropa, misalnya, menggunakan taktik yang disebut astroturfing – yakni membayar aksi demonstransi untuk mendukung bahan bakar fosil dan mendiskreditkan kebijakan ramah lingkungan, seringkali dengan pendanaan dari sumber yang tidak jelas.

Informasi yang salah dan kebohongan juga dipublikasikan oleh media tertentu, atau dipromosikan oleh politisi populis. Ketika banjir yang dipicu topan menyebabkan lebih dari 40 korban jiwa di Brasil pada bulan September 2023, oposisi konservatif dan seorang jurnalis terkemuka menyalahkan kegagalan bendungan sebagai penyebab kematian, bukan curah hujan ekstrem.

Media sosial, dengan foto atau video yang dimanipulasi, turut mempermudah penyebaran disinformasi, terutama jika dikaitkan dengan teori konspirasi. Kampanye semacam ini sempat digencarkan untuk menyerang gagasan tata kota berkelanjutan, "Kota 15 Menit​", yang menuntut pembangunan sarana publik dan pemukiman dalam jarak dekat, sehingga menihilkan kebutuhan terhadap jalan bebas hambatan dan kendaraan bermotor.​

Climate Action Against Disformation, sebuah koalisi global yang bekerja untuk menghadapi disinformasi iklim, menemukan bahwa kicauan dan unggahan yang menolak perlindungan iklim melonjak di Twitter (sekarang X) setelah pengambilalihan platform tersebut oleh Elon Musk.

Disinformasi dikhawatirkan telah menyusup ke dalam perumusan kebijakan publik. Fenomena ini terutama disimak pada masa kepemimpinan Donald Trump di AS. Dia berulang kali mengkritik konsep energi terbarukan dan sering menyebut pemanasan global sebagai sebuah kebohongan.

Trump akhirnya menarik AS keluar dari Perjanjian Paris tahun 2015, yang berakibat tertundanya aksi iklim AS dan global selama bertahun-tahun.

Memutihnya The Great Barrier Reef

Kenapa disinformasi iklim berbahaya?

Ketika emisi gas rumah kaca dan suhu global mencapai rekor tertinggi, umat manusia kehabisan waktu untuk mengatasi pemanasan global.

Sebagian besar ilmuwan sepakat bahwa dekarbonisasi peradaban harus dilakukan sekarang dalam tempo yang cepat.  Namun informasi yang salah tentang iklim membuat orang mempertanyakan fakta ilmiah tentang perubahan iklim  dan meragukan solusinya, sehingga melemahkan dukungan publik bagi kebijakan perlindungan iklim.

Pada tahun 2022, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mengakui untuk pertama kalinya betapa  "retorika dan disinformasi mengenai perubahan iklim dan pelemahan ilmu pengetahuan telah berkontribusi pada kesalahan persepsi terhadap konsensus ilmiah, ketidakpastian, pengabaian risiko dan urgensi, serta perbedaan pendapat," di banyak negara.

Kelompok-kelompok advokasi seperti Aksi Iklim Melawan Disinformasi, pemerintah termasuk Uni Eropa dan organisasi-organisasi di seluruh dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Meteorologi Dunia, dan Organisasi Kesehatan Dunia, berupaya mengajak semua pihak untuk bersama-sama melawan disinformasi.

Banyak organisasi media juga sudah mendedikasikan sumber dayanya untuk pemberitaan iklim dan menghilangkan mitos dan penipuan lingkungan hidup. Kini tinggal masyarakat yang harus memulihkan kepercayaan kepada ilmu pengetahuan.

rzn/as